Freya mengipasi wajahnya menggunakan tangan, ia mendongak, menatap langit yang hari ini memancarkan warna biru cerah tanpa awan. Padahal Freya baru selesai sholat zhuhur, tapi sudah merasa kegerahan. Dengan langkah lambat ia berjalan menuju kantin lantai bawah. Panas-panas gini makan eskrim enak banget pasti, pikirnya. Freya menganggukan kepala sembari tersenyum saat ada yang menyapanya.
Belakangan ini, Freya merasa jumlah orang yang suka tiba-tiba menyapa dirinya berkurang. Hanya orang-orang yang mengenal dirinya saja yang menyapa. Biasanya, orang yang tak pernah Freya lihat wajahnya pun, menyapa dirinya. Itu bukan hal serius, justru Freya merasa cukup tenang.
Langkah Freya menuju kantin terhenti sejenak, saat ada yang menyerukan namanya. Freya berbalik, menemukan Bu Rini, kembaran Bu Rina, melambaikan tangan. Bergegas Freya menghampiri guru Bahasa Inggrisnya itu.
"Ada apa, Bu?" tanya Freya lembut.
"Kebetulan banget kamu lewat. Ibu nunggu Jemylin lewat,tapi enggak lewat-lewat."
Jeje sedang haid, dia pasti tidur di kelas.
Bu Rini menyerahkan tiga lembar kertas kepada Freya. "Ini daftar nilai UTS kalian. Satu punya Ibu, satunya punya Bu Rina, dan satu lagi punya Pak Bandi."
Freya menerima tiga lembar kertas tersebut. Sambil melirik nilai yang tertulis di atasnya.
"Kasih ke Jemilyn. Minta dia untuk tempelin kertas ini di jendela bagian dalem aja."
Tumben, pikir Freya. Sekolah mereka agak aneh, nilai ulangan selalu ditempel di jendela bagian luar agar bisa terlihat oleh semua orang yang lewat koridor.
"Sengaja, Ibu minta supaya ditempel di jendela dalem. Nilai Matematika kalian banyak yang di bawah KKM."
Freya mengangguk-angguk paham. Tentu saja di antara nilai-nilai yang tidak mencapai KKM itu tidak ada nilainya. Freya belajar habis-habisan untuk UTS Matematika, dan ia bisa menjawab delapan puluh persen soal yang diujikan. Ia pamit dari hadapan Bu Rini. Dalam perjalanan ke kantin, Freya membuka kertas berisi hasil nilai mereka. Yang pertama ia lihat adalah ulangan Pendidikan Agama.
Nilainya cukup bagus. Sembilan puluh lima. Itu cukup bagus. Ia melihat nilai dari nama yang paling atas. Aryasa Wibisana, sembilan puluh lima. Freya bersorak dalam hati. Minimal, jika tidak bisa melampaui, nilai sama itu sudah cukup bagus. Freya melihat nilai yang lain, cukup bagus. Mungkin karena materi yang diujikan cukup mudah.
Yang kedua, Matematika. Benar apa yang dikatakan Bu Rini, nilai Matematika mereka banyak yang di bawah KKM. Freya melihat nilainya. Ia menghela napas lega. Delapan puluh enam. Lumayan juga. Mengingat Matematika adalah salah satu pelajaran yang tidak ia kuasai, tapi Freya bisa memperoleh nilai yang cukup baik. Di antara nilai dengan angka awalan delapan, tujuh, enam, bahkan lima, terselip satu nilai yang diawali dengan angka sembilan. Sembilan puluh tiga.
Aryasa Wibisana.
Freya berseru waw, tanpa ada rasa iri yang terselip. Ia menyadari, jika mengalahkan Yasa di mata pelajaran Matematika itu mustahil. Freya heran, kenapa Yasa memilih masuk IPS, jika ia sepintar itu.
Freya sekarang melihat nilai di mata pelajaran Bahasa Inggris. Karena ia juga ikut les online nilainya cukup bagus. Hanya selisih dua nilai dengan Yasa. Melihat nilai teman-temannya satu-persatu, tangan Freya berhenti di nomor absen delapan belas. Menatap tidak percaya nilai yang tercetak disitu.
Khannaya Kvirkanova, Sembilan puluh tujuh.
Freya mematung. Otaknya menyebut angka Sembilan puluh tujuh berulang kali seperti kaset rusak. Terlebih, nilai itu mengalahkan nilai seorang Aryasa Wibisana. Si peringkat satu se-IPS dua semester berturut-turut. Hal menyedihkannya, nilai itu bukan milik Freya, tapi milik orang lain. Yang tidak pernah ia prediksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Novela JuvenilApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...