Khannaya terkekeh kemudian menggeleng pelan, mendengar pertanyaan Freya. Dan saat itulah Freya menyadari, ia bertindak bodoh.
"Bukan Fe, aku cuma bantu nulis dialog aja. Kamu tahu kan, Kak Sella yang biasa nulis dialog tangannya patah karena jatuh dari motor minggu lalu?"
Freya mengangguk.
"Nah, karena Kak Lucy tahu aku ngirim cerpen ke mading, Kak Lucy nyuruh aku buat bantu Kak Sella nulis dialog naskah. Mungkin karena dia ngira aku jago nulis kan, ya."
Freya ber-oh panjang. Di dalam hati memaki diri sendiri karena sempat mempercayai omongan Zerin. Padahal kalau Freya bisa berpikir lebih jernih sedikit saja, ia tentu tidak akan melakukan kebodohan ini.
"Kamu denger dari siapa, Fe, kalau aku bakal tampil di panggung?" tanya Khannaya.
"Uh?" Freya mendadak panik. Tidak mungkin ia jawab dia mendapat info ini dari gosip kelas. "Banyak yang bilang, sampe aku nggak tahu awalnya dari siapa."
Khannaya terkekeh kecil mendengar jawaban Freya. Keduanya melanjutkan langkah menuju ke kantin untuk membeli cemilan. Suasana masih ramai meskipun sekarang sudah pukul empat sore. Dikarenakan, besok adalah Hari Sumpah Pemuda, ekskul mading sedang menyeleksi karya tulis berupa puisi dan cerpen yang hasilnya akan diumumkan besok. Sementara ekskul teater sedang gladi bersih untuk pertunjukan besok. Tim paskibra sekolah juga sedang latihan untuk upacara besok. Sisanya, merupakan siswa-siswi yang sedang latihan untuk mengikuti berbagai perlombaan yang akan diadakan hari besok.
Freya memesan seplastik gorengan dan beberapa botol air minum setibanya di kantin. Matanya berbinar ketika bertemu seseorang yang sedang menghabiskan sepiring siomay. Freya menghampiri orang tersebut.
"Good afternoon, Mr. Ansel," sapanya, ramah.
"Afternoon too, Freya. Masih ada urusan di sekolah?" tanya Mister Ansel ramah.
Freya mengangguk. "Lagi nyeleksi hasil lomba kemarin."
Mister Ansel adalah guru Bahasa Inggris kelas dua belas. Freya bisa mengenal beliau, karena selain beliau ini guru paling muda dan ganteng se-Cakra Bhuana, Mister Ansel dulu juga pernah jadi guru les Freya saat SMP.
"Khannaya, Sella udah pulang belum?" tanya Mister Ansel pada Khannaya.
Selain guru Bahasa Inggris, beliau juga pembina ekskul teater.
Khannaya menggeleng. "Belum, Mister. Tadi sudah saya bilang, boleh pulang duluan, Kak Sella keukeuh pengen ikut gladi bersih."
Kini ganti Mister Ansel yang menggeleng. "Anak itu emang keras kepala."
Mister Ansel menepuk bahu Freya dan Khannaya sekilas, lalu berlalu menuju ruang teater.
Selepas kepergian Mister Ansel, Freya yang hendak kembali ke ruang mading, langkahnya terhenti ketika seseorang meneriakkan namanya. Dengan dahi berkerut, Freya balik badan.
Zerin menunduk sambil mengatur napas, rambut yang dikuncir kuda mencuat ke sana ke mari. Seragam batik yang dipakai sudah keluar dari roknya.
"Kalian.. liat Kak Agam sama Kak Hendra, nggak?" tanya Zerin, dengan napas tidak beraturan.
Khannaya dan Freya kompak menggeleng.
"Ada apa memang, Ze?" tanya Khannaya.
"Gue tuh, tadi nanya, mereka butuh apa aja untuk hari besok. Mereka udah sebutin sih, peralatan apa aja yang mereka perluin buat ngerekam penampilan teater besok. Tapi ada yang gue lupa. Pas gue nyariin mereka, udah nggak ada," jelas Zerin.
Zerin adalah anggota OSIS yang kebetulan di acara kali ini menjadi seksi perlengkapan. Setahu Freya, Zerin paling tidak suka menjadi seksi perlengkapan, favoritnya adalah seksi konsumsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Fiksi RemajaApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...