Freya: Sa, hari ini masuk nggak?
Yasa: Masuk. Kenapa?
Freya menutup room chat tanpa membalas pesan Yasa. Bersamaan dengan motor Scoopy yang dikendarai Erhan berhenti di depan gerbang. Freya melepaskan helm dan menyerahkan kepada Erhan.
"Uda nanti nggak usah jemput. Aku pulang bareng Yasa."
Menerima uluran helm Freya, Erhan mengernyit heran. "Serius? Bukannya kalian lagi nggak akur? Makanya tiap Uda suruh nebeng Yasa kamu nggak mau."
Freya melotot. "Akur kok! Itu aku nggak mau karena cuacanya panas aja. Gerah kalo naik motor."
Erhan mengendikkan bahu cuek. "Baguslah kalo gitu. Udah sana masuk," ujar Erhan. Tidak lupa sambil mengacak rambut Freya iseng.
Freya yang sudah muak dengan kelakuan Erhan yang selalu begini cuma menatap sinis. Tidak mungkin juga dia mengomeli Erhan di depan gerbang. Freya menyapa Pak Satpam yang sedang memeriksa atribut siswa didampingi guru kedisiplinan. Tinggal sisa lima menit sebelum bel berbunyi. Freya mempercepat langkah kakinya. Sambil tetap membalas sopan penuh senyuman orang-orang yang menyapa dirinya.
Freya berlari kecil saat melihat tas punggung berwarna hitam yang ia kenali sebagai tas Jemilyn. Ia menyamakan langkah dengan Jeje. Jeje hanya melirik Freya sekilas dan lanjut berjalan dengan santai.
"Je.." Freya membuka percakapan.
"Hm," balas Jeje.
"Kok polisi belum nemuin Khannaya, ya."
Jeje menoleh. Tertarik dengan topik obrolan Freya. "Enggak tahu." Cewek yang hari ini mengikat rambut pendeknya itu melihat sekeliling."Padahal udah hampir seminggu. Harusnya ada laporan."
"Harusnya begitu kan ya."
"Mungkin aja mereka laporan. Tapi lapornya ke orang tua Khannaya langsung, Fe. Bukan ke pihak sekolah."
Freya menelengkan kepala. Omong-omong agak aneh juga karena Freya merasa tidak pernah melihat orang tua Khannaya datang ke sekolah. Bahkan setelah kasus penculikan ini terjadi. Normalnya, ketika ada sesuatu yang terjadi kepada anak murid di sekolah, orang tuanya pasti datang ke sekolah. Misalnya untuk tanya-tanya tentang Khannaya kepada teman-teman sekelasnya. Seperti waktu Yasa cidera karena main basket setahun lalu. Orang tuanya datang untuk menyampaikan kemungkinan Yasa tidak bisa ikut pelajaran selama dua minggu.
Sejak awal dia tiba-tiba hilang juga sebenarnya sudah aneh dan ganjil.
Menaiki tangga lantai dua, Freya tidak sengaja melihat Rebecca yang berdiri di pembatas. Mata Freya melebar, dan dengan gerakan mulus, ia langsung bersembunyi di sebelah Jeje. Mepet ke arah tembok pembatas. Untung arah kelas Rebecca dan Freya berlawanan. Jeje mengernyit, menoleh ke belakang dan mengangguk-angguk paham. Merasa tahu alasan kenapa Freya tiba-tiba mepet ke arahnya.
"Lo yang ngelaporin dia karena nge-bully Khannaya, ya?"
"Kok lo tau?!" tanya Freya dengan nada suara ditahan. Sebisa mungkin tidak dengan nada keras meskipun ia terkejut setengah mati.
Cuman ada dirinya dan Rebecca kemarin di ruang BK. Dan saat Freya keluar pun, tidak ada siapa pun karena para murid pasti berhamburan pergi ke kantin. Apa dinding sekarang punya telinga?
"Gue nanya," jawab Jeje dengan datar.
Freya mengelus dadanya. Lega sekali.
"Tapi bener?" tembak Jeje.
Freya menengok ke kanan dan ke kiri, padahal jelas-jelas yang ditanya dirinya.
"Eum, gue cuma ngasih tau apa yang gue denger aja." Freya berusaha bersikap santai. Meskipun jantungnya berdegup kencang. "Omong-omong, kok dia nggak kena skors ya, Je?" tanya Freya tanpa sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Teen FictionApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...