Freya mengetuk-etuk jarinya di atas paha. Matanya tidak bisa berhenti menoleh ke sana ke mari dengan gusar. Kantor kesiswaan terasa lebih mencekam dari yang pernah Freya bayangkan. Freya belum pernah masuk ke kantor kesiswaan. Hanya ada dua jenis siswa yang akan sering bolak-balik kantor kesiswaan. Para pengurus organisasi dan anak-anak bermasalah yang sudah tak bisa ditangani BK. Freya tidak termasuk keduanya.
Freya tersentak saat kursi di depannya ditarik. Matanya yang sedang menatap vas bunga di atas meja arsip langsung beralih menatap ke depan. Seorang wanita paruh baya duduk di depannya dengan senyum terkembang. Polisi wanita itu mungkin bermaksud ramah dan supaya Freya tidak terlalu tegang,
"Rileks saja. Tidak perlu merasa tertekan. Kamu bisa menjawab pertanyaan saya dengan santai, ya."
Freya mengangguk kaku.
"Freyadisie Alessandra, kamu teman sekelasnya Khannaya Kvirkanova, betul?"
Freya mengangguk.
"Apakah kalian cukup dekat?"
Freya ragu untuk menggeleng atau mengangguk. Akhirnya ia memilih untuk buka suara. "Nggak bisa dibilang terlalu dekat, Bu. Kami kadang ngobrol soal tugas atau novel yang lagi kami baca."
"Kehidupan pribadi?"
Freya spontan menggeleng. Ia bahkan baru tahu kalau Khannaya punya kakak setelah mampir ke asramanya. Cewek itu benar-benar tidak pernah cerita apapun soal keluarganya.
"Karena kalian teman sekelas, saya yakin kamu tahu apa saja yang menimpa Khannaya sebelum dia hilang kemarin. Bisa tolong ceritakan dari sudut pandang kamu?"
Freya menceritakan semua yang dialami Khannaya kepada polisi wanita tersebut. Dimulai dari teror loker, teror boneka, teror belalang, sampai perundungan yang dilakukan Rebecca. Tentu saja tanpa membeberkan kalau dia sebenarnya menguping dari toilet sebelah. Freya juga menjabarkan kejadian perundungan dengan samar-samar. Ia mengatakan jika hanya melihat bekas luka Khannaya dan tidak melihat secara langsung.
"Kamu kira-kira punya gambaran atau tidak, siapa yang melakukan itu semua?"
Freya menggeleng samar. Tapi bisa jadi Rebecca. seperti yang dikatakan anak-anak bawah tadi. Freya pikir, cewek tidak waras itu punya cukup keberanian untuk melakukan teror kepada Khannaya karena Khannaya sudah mengusiknya.
"Apa kamu bertemu dengan Khannaya hari Sabtu sore kemarin?"
"Iya," jawab Freya. "Saya mulangin buku Khannaya yang saya pinjem." Freya pikir, ada baiknya ia menjelaskan. Sebelum ditanya.
Polisi wanita di depannya memutar sebuah laptop menghadap ke arah Freya. Laptop itu memutar sebuah video rekaman CCTV. Freya mengenali celana training dan kaus warna hijau EXO yang ada di rekaman. Itu dirinya. Sedang berjalan di belakang Khannaya. Rekaman itu berakhir saat Khannaya memasuki kamar di susul dirinya.
"Itu kamu kan?"
"Iya. Itu saya," jawab Freya.
"Apa saja yang kamu lakukan di kamar Khannaya?"
"Saya cuma liat-liat buku Khannaya yang baru. Tadinya mau pinjem, tapi karena bacaan saya sendiri masih numpuk. Nggak jadi pinjem."
"Apa kalian mengobrol cukup lama?"
"Enggak. Cuma ngobrol sedikit karena udah sore, setelah itu saya pulang."
"Apa Khannaya sempat ngobrol tentang kemungkinan orang yang mengirim teror pada dirinya?"
"Enggak." Freya menggeleng. Khannaya justru bertanya soal itu beberapa hari sebelumnya. Tapi Freya pikir, lebih baik dia diam.
"Khannaya terakhir terlihat pukul sepuluh malam. Dan kamu adalah orang terakhir di luar anak asrama yang dia temui." Polwan tersebut memberi penjelasan. "Paginya, saat kepala asrama hendak membangunkan Khannaya, dia sudah tidak ada di kamarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Teen FictionApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...