5. Never Ending (END)

3K 183 18
                                    

Selama perjalanan pulang suasana hening melanda. Baik gue maupun Marsel pasti bingung apa yang mau di obrolin. Marsel mengendarai mobil masih memakai setelan tuxedo nya dengan bunga cantik yang disematkan di saku dada pria itu. Pakaian pria itu cukup ketat dan pas menampilkan otot-ototnya sehingga badannya terlihat besar dengan dada bidang itu.

Sial gue kayanya hampir ngeces liatnya.

"Kenapa? Terpesona heh?" Dia mengerling dengan sudut matanya melirik gue.

Buru-buru gue membuang muka dan mengalihkan pembicaraan "gue.. gue merasa berdosa ngehancurin pernikahan, no.. ini bisa jadi ngehancurin hidup dia juga. Argghh kenapa gue bego banget si, jahat banget gue"

Gue memukul kepala gue ke dasboard mobil berkali-kali. Iya ya, ko gue sejahat itu tanpa pikir panjang. Demi bonus astaga!! Ga nyangka gue jadi orang yang kek gitu, menghalalkan segala cara demi uang.

Tiba-tiba kepala gue ga lagi menyentuh dasboard mobil yang keras. Setelah gue liat, tangan Marsel menghalangi kepala gue dan menarik kepala gue kembali menyandar di kursi.

Tanpa kata ia menepikan mobilnya dan berhenti.

"Dia pantas terima itu, akan lebih jahat lagi dia kalo berhasil nikah dengan saya. Bakal semena-mena gaada aturan. Sifatnya itu sudah keterlaluan"

Gue menggeleng "tapi caranya salah. Itu namanya mempermalukan di depan umum, harusnya bisa dibicarakan baik-baik secara kekeluargaan dulu"

Gue liat Marsel menghela nafas, ia merengkuh tubuh gue dalam pelukannya. Silahkan maki gue karena gue gaada niat buat memberontak. Gue merasa emang butuh pelukan juga.

"Kamu baik sekali sih, saya jadi semakin suka. Sayangnya saya tidak sebaik kamu. Maaf melibatkan kamu dalam rencana jahat saya, saya memanfaatkan keadaan ekonomi kamu yang sedang butuh uang tambahan untuk biaya berobat ayahmu. Maaf, semua salah saya"

Mengingat ayah, gue semakin gak bisa menahan tangis gue, bener ayah kumat lagi dan harus masuk UGD beberapa hari yang lalu. Mendapatkan informasi seperti ini tentu bukan hal sulit untuk Marsel. Saat itu padahal gue udah mengantongi uang hasil pinjaman bank, tetapi ditawari bonus gue berniat mengembalikan pinjaman agar terbebas dari hutang.

Ayah..

Kalau ayah tau uang berobatnya hasil dari perbuatan jahat anaknya bagaimana?

Ga bisa gue tahan akhirnya gue nangis. Gue kecewa sama perilaku gue, gue kecewa karena ga bisa kerja lebih baik lagi sehingga bisa dapat uang lebih banyak untuk biaya berobat ayah atau hal-hal tak terduga lainnya. Gue lebih milih jadi fotografer dengan gaji ga seberapa dengan embel-embel hobi, padahal waktu itu gue ditawari beberapa pekerjaan bagus dengan gaji lebih baik. Pada akhirnya semua adalah salah gue, keegoisan gue dalam memilih suatu keputusan.

"Sssttt.. semua sudah berlalu, saya janji ga akan ada kejadian seperti ini lagi. Saya akan minta maaf secara langsung datang ke kediaman Pak Herman"

"Gue boleh ikut? Gue ngerasa harus minta maaf juga"

Marsel mengelus rambut gue "boleh sayang"

Muka gue memanas, gue baru sadar posisi intim ini. Dia meluk gue erat banget ternyata, badan kita menempel satu sama lain sehingga gue bisa merasakan liatnya badan dia. Buru-buru gue berontak dan dorong badan dia dan untungnya dia mengalah dan kembali duduk tenang di kursi kemudinya. Mengambil tissue di laci dashboard mobilnya, gue membersihkan sisa-sisa air mata.

Marsel terkekeh "kamu pakai baju tertutup dan tidak menarik mulu sih.. ternyata besar juga ya" ujarnya sambil memindai badan gue terutama di dada dengan tatapan mesumnya. Sialan!

LOVERITY (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang