SALAH 🍂

54 3 1
                                    

Happy Reading...





Vano membukakan pintu untuk perempuan yang sejak tadi diam walau sudah banyak kali dia mencoba melucu dan responnya hanya senyum yang dipaksakan.

“Silahkan tuan putri.” Dengan percaya diri dia mengulurkan tangan di depan Luna namun sayang tangan itu hanya digapai oleh angin kosong alias dia ditolak.

Luna menatap bangunan didepannya yang beberapa kali banyak orang keluar masuk dari toko tersebut. Dia bingung mengapa laki-laki cerewet dan comel ini membawanya ke tempat yang tidak dia sangka-sangka.

“Toko buku?” tanya perempuan dengan wajah yang tidak bisa di definisikan. Dia mengira kalau Vano akan mengajaknya ke restoran atau ke tempat romantis jadi dia sudah memakai dres yang tidak dia suka.

“Kenapa?” sambungnya.
Vano malah tersenyum sambil menaik turunkan kedua alisnya. “Biar lo pinter ketawa kalau orang lagi ngelawak.” Tanpa berlama-lama di parkiran mereka masuk ke toko yang menyediakan berbagai buku dengan bentuk, warna, genre, dan jenis yang berbeda.

“Gue mau pergi sendiri.” Luna meninggalkan Vano yang masih berdiri di depan pintu.

“Sabar Vano, yang namanya cinta ditolak itu adalah perjuangan.” Dia masih bisa tersenyum tulus tanpa ada sedikitpun paksaan dan mencari buku yang menurutnya tepat untuk membuka hati perempuan yang membuatnya terpikat untuk pandangan pertama.

Luna Pov

“Asin.” Jay menyuruh chef yang tadi memasak hidangan risotto mengulang kembali masakan tersebut. Gue sering bahkan sudah biasa mendengar teriakan Jay sebagai head chef di restoran bintang lima ini dan kenapa gue ada di dalam kitchen restoran ini? ya karena retoran ini milik sepupunya Jay sendiri.

“Permisi chef,” gue mengamati pelayan mendatangi si jamet alias Jay yang sedang mengamati pekerjaan para chef.

Entah apa yang mereka bicarakan tapi si jamet menyuruh chef lain untuk menggantikan pekerjaannya sebentar dan terlihat chef yang lebih tua tersebut membacakan pesanan sedangkan Jamet pergi bersama pelayan tadi.

Jam sudah menunjukkan angka sebelas dan semua pekerjaan telah selesai. Gue mengamati Jay dengan wajah lelahnya namun tak bisa menghilangkan sinar ketampanan di wajahnya. Dan jujur jika dilihat Jay lebih tampan dari Keenan namun Jay tidak ada kerennya sama sekali.

“Sorry ya naks bulan tadi gue kelepasan malah ikut marahin lo.” Jay merasa menyesal setiap kali dia kelepasan bahkan dia sering memarahi gue di jam kerjannya.

“Santai, lo mau marahin tiap hari gue masukin telinga kanan keluar telinga kiri. hehe.” Gue menepuk punggungnya lalu menyusulnya menaiki motor karena memang setiap hari gue menemaninya bekerja dan kalau gue bekerja dia yang mengantar jemput gue. Bestfriend forefer.

“Berarti sia-sia dong suara gue buat marahin lo.” Kami tertawa melupakan segalanya tentang yang terjadi tadi.

“Makan dulu apa langsung pulang?” sambungnya dan gue ingin sekali makan nasi goreng tinta hitam.

Enggak terasa sudah hampir 8 tahun sahabatan dengan si jamet kami selalu melakukan pekerjaan bersama dari kuliah mendirikan café sampai kerja di tempat yang sama.

“Eh bentar ada pesan dari Keenan, tolong dong gue pesenin yang pedes sama es teh.” Gue duduk di kursi plastik yang tengahnya berlubang warna merah lagi.

Keenan
Hai sayang, dari tadi udah aku telpon tapi kamu pasti sibuk desain ruangan ya?

Keenan
Aku harus kembali ke maskapai dan akan terbang sekitar 1 minggu saja.

Landing in My Heart! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang