iki lohhh, udah pada inget blm? tante nyomot cast nya zakmania
doi manis yaaa 😍 (tante berusaha ngelupain kalung emas sama tahi lalatnya itu) 😅😆Emma POV
"Em, mama mau ngomong sama kamu"
Aku langsung memasang wajah merengut ke arahnya.
Aku tahu apa yang aku lakukan salah, tidak sepantasnya seorang anak selalu memperlihatkan wajah merengut kepada orang tua, terutama kepada ibu yang sudah mengandung dan melahirkan aku ke dunia ini.
Tetapi apa yang aku lakukan adalah bentuk ketidaksetujuanku padanya.Mama pasti mau ngomong soal bang Dhani, apalagi coba yang mau mama bicarakan sama aku belakangan ini kalau bukan soal permintaannya memintaku untuk menikah dengan bang Dhani.
Mama berjalan masuk ke dalam kamarku tanpa memperdulikan wajah yang aku perlihatkan padanya. Sepertinya mama sudah kebal melihat wajah merengutku ini, aku harus mencari dan memasang raut wajah aneh lainnya agar beliau kesal dan berhenti memintaku menikah.
"Tadi sore bang Dhani ke sini" Mama duduk di tepian ranjang, menghadap padaku yang duduk di kursi meja rias.
Mataku melebar mendengarnya.
"Ke sini? Ngapain?" Tanyaku panik, jadi rencana pernikahannya itu benar-benar akan menjadi kenyataan?
Aku? Menikah dengan duda? Yang usianya sepuluh tahun lebih tua? Yang gendut? Yang...
Agrrr... nyebelin!
"Itu dia yang pengen mama omongin, kamu..."
"Gak, Emma gak mau nikah sama dia, gak akan dan gak akan pernah!" Potongku cepat.
"Kamu dengerin mama selesai ngomong kenapa sih, seneng banget motong-motong omongan orang udah kaya bajaj aja yang suka nyalip-nyalip"
Aku cemberut masa di samain sama bajaj.
"Bang Dhani kan kerjanya di pindahin ke Jakarta, daripada dia beli rumah ngabisin uang, mama nyuruh dia tinggal di sini"
"Gak bisa!" Tolakku dengan mata melebar dan kedua tangan langsung membentuk x.
"Mama tuh gitu, suka seenaknya aja ngambil keputusan tanpa nanya-nanya dulu ke anak-anaknya" Lanjutku kesal setelah menurunkan kedua tangan.
"Emma tau, ini rumah mama, rumah papa, cuma kan Emma sama Rinal punya andil juga untuk di tanyakan kalau ada apa-apa yang berkaitan sama rumah ini"
Aku nyaris berdecak, kalau saja tidak ingat dosa, aku sudah mencak-mencak tidak karuan.
Apalagi ini? Masa minta bang Dhani kembali tinggal di rumah ini.
Mau minta kami jajakan dulu sebelum nikah?
"Kalau bang Dhani tinggal di sini, Emma mending ngekost aja" Ucapku tanpa berpikir panjang.
"Em, dengerin mama dulu, kalian gak perlu nikah, mama tau, mama salah udah paksain kalian nikah"
Ha? Apaan? Gak perlu nikah? Aku tidak salah dengar kan?
"Mama cuma minta Dhani tinggal lagi di sini, biar ada laki-laki yang bisa kita andelin" Lanjut mama.
"Memangnya Rinal bukan laki-laki?" Pertanyaan yang keluar dari mulutku malah keluar yang lain, tadinya otak ini sudah mau menyuruh mulutku untuk bertanya soal gak perlu nikah.
"Ya laki-laki, tapi gak bisa di andelin, siapa coba yang sering ngangkat gantiin air galon? Kan kamu. Siapa coba yang benerin pompa air pas lagi ngadat? Kan kamu. Terus yang sodokin pipa kalau lagi mampet, kan kamu" Mama berkata panjang lebar, sampai tidak memberi kesempatan aku untuk mengajukan pertanyaan soal gak perlu nikah itu.
"Semua-semua kamu kan yang ngerjain?" Ulang mama.
Kepalaku langsung mengangguk.
Ya memang semua aku yang mengerjakan.
Rinal, adikku itu memang tidak bisa di andalkan, sejak papaku meninggal, memang urusan apa-apa yang memerlukan tenaga besar di gantikan oleh bang Dhani.Tetapi sejak dia keluar dan tidak lagi tinggal rumah ini, aku yang menggantikan kerjaan itu semua.
"Makanya perlu ada laki-laki yang bisa kita andelin di rumah ini" Lanjutnya kemudian.
"Emma masih bisa ngerjain itu semua ma, gak perlu ada bang Dhani" Ucapku dengan desahan nafas kasar.
"Kamu perempuan Em, seharusnya gak ngerjain itu semua"
"Ya kalau gitu nanti Emma nyuruh Rinal belajar ngerjain itu satu-satu, beres, gak perlu bang Dhani yang ngerjain" Jawabku.
"Kamu tuh gak bisa banget ya di ajak ngomong"
"Ya mama lagian pake alasan kaya gitu" Aku masih saja menjawab.
"Ada apaan sih ribut-ribut? Kirain ada tetangga yang berantem, taunya orang rumah sendiri yang ribut"
Suara lelaki di ambang pintu membuat aku dan mama berpaling ke arahnya secara bersamaan."Kebetulan elu muncul, mulai besok kalau air galon abis, elu yang gantiin ya" Kataku dengan jari telunjuk mengacung.
"Pada ngeributin apaan sih? Ma, Rinal laper, masak apa?" Tanya adik lelakiku tanpa menanggapi perkataanku.
Rinal malah memutar tubuhnya lalu berjalan meninggalkan kami berdua."Tuh, mana bisa di andelin anak yang taunya cuma makan, main game, kerja, tidur, makan lagi, lanjut main game, gitu-gitu aja" Sungut mama.
"Mama sih manjain Rinal dari dulu"
"Kamu nyalahin mama?" Mama langsung sewot.
"Bukannya nyalahin. Kalau Rinal di ajarin bantu-bantu dari kecil ya gak bakalan begitu, nyuci nyuci pakaiannya sendiri aja gak mau apalagi di suruh nyuci piring bekas mama masak" Jawabku cepat.
"Ya kamu sebagai kakak gak pernah ngajarin adiknya juga" Mama tidak mau kalah berdebat denganku.
Aku menarik nafas dengan bibir menekuk kesal.
Ujung-ujungnya pasti aku yang di salahin.
"Udahlah, capek ngomong sama kamu" Mama berhenti dengan kaki menghentak lantai kamar lalu berjalan ke arah pintu.
"Maaa... omongan kita belum kelar, tadi mama ngomong Emma gak perlu nikah sama bang Dhani?" Tanyaku begitu teringat.
"Tau ah, mama pusing" Jawab mama lalu menutup pintu kamarku dengan bantingan keras.
Aku mengelus dada. Untung gak bikin ambruk dinding kamarku.
Aggrrr... kenapa jadi begini sih? Gara-gara bang Dhani nih! Runtukku sambil mengacak-ngacak rambut kesal.
Tbc
emang ya paling enak itu nyari org buat di jadiin kambing putih 🙄😅
14/11/21

KAMU SEDANG MEMBACA
abangku
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 7/11/21 - 19/2/22