"Ada beberapa hal yang tidak perlu diketahui oleh orang lain dan tidak semua hal tentang orang lain kita juga harus tau. alasannya simpel setiap orang memiliki yang namanya privasi."
_Raka Derana Kanagara_
Happy Reading
***
"Ini gara-gara lo Rel!" sembur cowok dengan sapu pel di tangannya.
"Bukan salah gue tapi si Ari noh, kan dia yang bilang kalau pak Jagad ultah hari ini" ucap Karel tak mau disalahkan sendiri.
"Intinya salah lo berdua" sambung Diki.
"Gak bisa gitu orang yu yang punya ide" Ari turut bersuara.
Ketiga cekcok saling menyalahkan satu sama lain. Sementara Raka hanya diam tak menghiraukan keberadaan teman-temannya, pikiran Raka tengah kalut mengingat perjumpaannya dengan para orang dewasa itu.
Ditambah dengan insiden seember tepung yang disiram Karel pada Fahri ayahnya, seperti pertanda buruk dalam hidup pahitnya.
Sekian lama ia menjauh menutup semua akses yang bisa membuat ia berhubungan dengan orangtua maupun saudara.
Hidup sendiri membuat ia sadar jika memang ia sudah dilupakan. Raka tidak lagi mencoba mendekat setelah insiden di malam itu, mencoba berjalan sendiri dengan kaki tanpa alas di atas pecahan kaca.
Bermodal keteguhan hati kecilnya Raka menjalani hidup penuh gunjingan orang sekitar.
Ingatan pahit akan umpatan juga makin meremat kuat hatinya, ia memang memaafkan orang-orang yang menghinanya tapi untuk melupakan ia tidak bisa.
Terlalu kuat luka yang mereka torehkan
Jika ditanya bagaimana perasaan saat kembali dipertemukan dengan sosok di masa lalu, maka ia akan dengan cepat menjawab.
"Seharusnya itu tidak terjadi"
Raka sudah bertahan sejauh ini jangan buat ia terpuruk kembali. Karena firasat berkata ini tidak akan mudah.
"Kamu itu ceroboh, biang masalah"
"Kamu cuma parasit dalam hidup saya"
"Pembawa sial"
Berputar seperti kaset tak kasat mata mengungkit kembali ingatan pahit di masa kelam.
"Woyy Raka ngelamun aja lo! " kejut Diki tepat di telinga Raka.
Raka sedikit terlonjak karena seruan salah satu sahabatnya.
"Apa sih lo ngagetin aja kalau gue tidur selamanya di sini lo mau tanggung jawab hah!" damprat cowok dengan earphone menggantung di leher.
"Ya lagian lo bengong aja, mikirin apa sih" kepo cowok itu.
"Mikirin gimana caranya nganterin lo ke alam baka" sahut Raka asal.
"Bangsat" umpat Diki kemudian.
Raka cuek saja ia kembali melanjutkan hukuman yang sempat tertunda. Tepukan di bahu membuat cowok beralis tebal itu menghentikan kegiatannya lalu melirik seorang yang berdiri di belakangnya.
"Kita ini sahabat lo Rak, lo bisa ceritain masalah lo ke kita jangan lo pendem sendiri yang ujungnya bikin lo stres" kata Aryan sedikit panjang.
"Gue gak papa kok" bohong Raka pada sahabatnya.
Raka bukan tipe orang yang akan mengungkapkan perasaan nya dengan mudah ia memilih memendam seorang diri sebab takut membebani orang lain.
"Gue paham kok, tapi kalau lo butuh apapun lo bisa bilang ke kita, kita pasti bantu" ucap Ari.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Just Hurt
Diversos[Belum direvisi secara merata] Ini tentang 'dia' seorang anak yang dipaksa kuat oleh keadaan, diikat dewasa meski usia masih terbilang belia. Memiliki dua orang ayah serta ibu bukankah hal yang indah? tapi tidak untuk 'dia' justru itu menjadi awal d...