Epilog

1.8K 135 107
                                    

"Dan pada akhirnya ego itu kalah,terganti sesal yang tak berujung. Rintihan itu menggerogoti jiwa hanya lara yang bertahta"

_Raka dan segenap hati pembaca_




Happy Reading

***


"Sayang ku, babi ku!" seru seorang pemuda menepuk bahu gadis di sampingnya keras.

Gadis berpipi chubby itu tersadar dari lamunannya, lantas ia mendengus, kekasihnya itu tak pernah lelah membuat dirinya kesal.

"Apa sih Rak, ganggu orang lagi menikmati indahnya pelangi aja" sungut Aruna jengkel.

Cowok jangkung pemilik alis tebal itu tersenyum sinis.

"Lebih baik kamu merhatiin aku aja, perhatiin betapa sempurnanya ciptaan Tuhan ini. Perhatiin senyum manisnya, tatapan mata tajamnya, dijamin kamu bakalan klepek klepek sampai mau dikubur, daripada liatin pelangi pelangi itu" cowok itu berbicara dengan percaya diri melewati batas dan melampauinya.

Aruna memasang ekspresi ingin muntah, sepertinya setiap hal yang dialami kekasihnya tak akan mampu mengurangi kadar kepercayaan dirinya.

"Najis tau gak sih Rak, muka kayak pantat buaya aja belagu nya minta di mutilasi" balas Aruna tak berperasaan.

Raka terkekeh, ia hidup penuh dengan bahagia. Hmm, begitu kata orang.

Gelagat tengil yang senantiasa ia tampakkan ternyata mampu menutupi segala lara hati. Sungguh hebat dirinya dalam bermain peran.

"Pelangi memang indah, terdiri atas berbagai warna sama halnya seperti kehidupan, hadirnya juga selalu ditunggu. Tapi, bagi aku pelangi itu cuma semu, ia akan datang dan pergi sesuka hati, Pelangi cuma datang setelah hujan, tapi setelah hujan belum tentu mendatangkan pelangi kan?" ucap Raka menatap lurus ke depan.

"Lebih dari pelangi, aku lebih menyukai senja" sambung Raka.

"Tapi senja juga gak akan menetap kan? sama kayak pelangi senja cuma sebentar dan setelahnya langsung hilang" balas Aruna memasang smirk nya.

Raka menyentil kening gadis itu pelan, seandainya ia pergi mungkinkah Aruna kan merasa kehilangan.

"Tapi senja selalu datang kan? meskipun hanya sesaat. Seja akan ada esok hari, senja akan selalu datang di penghujung hari" ucap Raka tersenyum.

"Kalau seandainya aku ninggalin kamu, itu akan sama seperti senja, hanya sesaat." kata Raka mendramatisir keadaan.

Aruna berdecak, cowok ini sangat lebay sekali, pikirannya.

"Yeee si kardus!" kesal Aruna.

Cowok beralis tebal itu menyengir kuda, mengerlingkan mata genit.

"Keren gak sih gue, udah kayak manusia paling bijaksana seantero alam semesta beserta isinya"

Aruna menye menye mendengar perkataan kekasihnya.

"Tapi beneran loh ya, jangan pegang omongan ku tadi tapi, di ingat. Soalnya suara itu hanya mampu di dengar dan diingat, bukan diikat pakai kupas pisang" sambung Raka sedikit nyinyir.

"Satu lagi, omongan orang itu kosong, tapi bukan kayak kamu yang omong kosong. Adehhh dehhh.... " Raka meringis kala perutnya di cubit kencang oleh Aruna.

"Yang ada kamu yang omong kosong Rak, dari tadi perasaan aku diem Bae deh" seloroh Aruna jengkel.

Raka memasang wajah mengejeknya, laki-laki itu tak akan pernah bisa berubah, lelaki ajaib dengan misteri di hidupnya.

I'm Just Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang