00.16 | Yang Tak Lagi Sama

15 7 1
                                    

Ketika semua yang telah asing kembali bersatu, keadaannya tak lagi sama.

***

Seminggu berlalu. Tak banyak hal yang berubah di dalam kehidupan Tania. Jika dihitung, olimpiade matematika akan dilaksanakan dalam dua Minggu mendatang. Itu artinya, sudah di depan mata. Namun semakin kesini, hubungannya dengan Kresna semakin terganggu semenjak kejadian sore itu. Seperti ada jarak tak kasat mata tiap kali Tania dan Kresna bertemu.

Meski Kresna sudah meminta maaf dan Tania juga sudah melupakannya, namun tetap saja. Hubungannya dan Kresna tak sedekat sebelumnya. Tapi Tania bersyukur. Saat Kresna menyuruhnya untuk menjauhi Erlan tempo lalu, ada Dion datang.

Tania sangat-sangat berterima kasih atas kehadiran kakak sepupunya itu. Berkat Dion, ia tidak jadi menjawab pertanyaan Kresna. Walau pada awalnya Dion mencurigai Tania dan Kresna karena saat itu jarak mereka sangatlah dekat. Untung saja Kresna bisa mengarang sesuatu agar Dion tidak jadi curiga.

Lain hal dengan Tania. Sesudah malam dimana ada masalah itu, Erlan malah bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa. Paginya, Erlan bahkan menyayangkan cumi tepung yang masih utuh berada di meja makan. Darren saja bingung. Agaknya kewarasan adiknya memang sudah diambang batas.

Cowok itu juga tak mempermasalahkan perihal Tania yang tak membalas chat-nya.

Tapi siang ini, saat jam pelajaran ketiga, Erlan sungguh tidak bisa ber-konsentrasi. Ucapan papanya seminggu lalu terngiang- ngiang. Saat beliau menyuruh Erlan untuk ikut dengannya. Entah untuk apa itu, Erlan tidak tahu. Yang pasti, bukan sesuatu yang Erlan sukai.

Guncangan di bahu kanan dapat Erlan rasakan. Cowok itu menoleh.

"Apa?"

"Bu Endang udah keluar. Tumben lo diem?"

Erlan segera mengedarkan pandangannya. Benar saja, guru wanita yang beberapa menit terakhir mengisi di kelasnya itu sudah tak terlihat. Siswa-siswi yang berada di kelas itu pun tak bisa diam. Beberapa sibuk mengobrol, hal yang satu ini tentunya didominasi oleh siswi.

"Kok tumben udah keluar? Kan belum jam-nya."

"Katanya ada urusan. Berarti kelas kita jamkos," ujar Yesa.

Erlan hanya ber-oh saja.

"Nanti siang bokap lo bakal jemput, ya?" Tanya Yesa seolah tahu apa yang dipikirkan cowok di sebelahnya itu.

Erlan mengangguk. "Kok lo tahu? Cenayang, ya?"
Bahkan saat dirinya gugup seperti ini, ia masih sempat-sempatnya bercanda.

Yesa tak menjawab. Ia malah memandang ke luar jendela dengan ekspresi bingung. Penasaran, Erlan pun mengikuti arah pandang Yesa.

Di lapangan sana, terdapat beberapa orang siswi yang tengah berkumpul. Agaknya mereka dihukum karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Memang jumlah siswinya tidak banyak. Dan Erlan tahu bahwa mereka semua teman seangkatannya.

Sekelebat ide jahil pun muncul. Tak perlu otak sepintar Albert Einstein bagi Yesa untuk memahami apa yang tengah Erlan pikirkan saat ini.

"Yang bener aja?"

"Iya."

"Nanti Bu Endang liat bisa abis lo."

"Nggak akan," jawabnya santai sembari bangkit keluar kelas. Yesa hanya menggeleng. Ia tahu hari ini sekolah akan dipulangkan lebih cepat. Jadi, daripada mengikuti Erlan yang akan pergi entah kemana, lebih baik Yesa menuju perpustakaan saja. Lumayan buat menambah koleksi bacaannya minggu ini.

"Nadine!" Panggil Erlan.

Tapi ia lupa bahwa tidak semua guru mengikuti rapat. Suaranya yang keras itu tidak hanya membuat Nadine menoleh, tapi juga membuat pak Bambang, guru yang mengawasi mereka ikut menoleh.

"Ada apa ini?" Pak Bambang mendekat, sementara Erlan mengumpat dalam hati.

Sial!

"Kamu Erlano, 'kan?" Guru lelaki yang tak lagi muda itu menurunkan kacamata kotaknya hingga sebatas hidung. Mengamati murid lelaki yang sangat ia kenali.

"Bukan, pak. Saya kembarannya Cha Eunwoo. Lebih ganteng saya malahan."

"Idih! Najis banget, Lan!" Nadine, cewek yang tadi ingin Erlan usili itu berseru, menimbulkan sorakan siswi lain yang berada disana.

Tatapan tajam pak Bambang terarah. Erlan merasa seperti ada yang janggal. Tatapan itu bukan seperti tatapan yang sebelum-sebelumnya. Cowok itu jadi bingung. Punya salah apa ia?

Ah, Erlan lupa. Kemarin Erlan memang sengaja mengempeskan ban motor pak Bambang saat jam pulang sekolah. Ini semua ide reno yang punya dendam dengan guru itu. Sekarang malah ia yang kena akibatnya.

"Hehe ... Saya ke kelas dulu, ya, pak."

"Kamu yang kemarin ngempesin ban motor saya, 'kan?"

"Bukan kok, pak. Bukan saya."

"Cctv di depan tidak bisa bohong, Erlano! Sekarang, ikut saya ke ruang bk!"

Mampus!

***

Kelas sudah sepi. Seperti biasa, latihan olimpiade akan dilaksanakan lagi. Namun kali ini, hanya ada Belva dan Tania disana. Kresna entah kemana. Semenjak istirahat memang cowok itu keluar kelas, lalu tak kembali lagi. Anehnya, guru di kelas itu pun tidak bertanya lebih jauh. Seolah mereka memahami kemana perginya sang bintang kelas.

Hubungan Tania dan Belva berangsur membaik. Meski belum sepenuhnya, tapi cewek itu tetap bersyukur. Setidaknya ia masih mempunyai seseorang yang bisa diajak diskusi perihal olimpiade selain Kresna.

Tania sibuk membaca soal, sementara Belva menatapnya. Decakan terdengar pelan, membuat Tania menoleh.

"Kenapa?"

Cewek berambut curly itu dengan cepat menggeleng. "Nggak."

Aneh, batin Tania.

Bukannya belajar, Belva justru diam, seolah tengah berfikir. Sesekali juga ia terlihat memainkan kuku indahnya yang di cat merah.

Menghela napas, Belva akhirnya berkata, "Tan?"

"Apa lagi?"

"Lo mau nemenin gue ke kantin nggak? Gue ... Laper."

Tania sedikit kaget. Tapi tak lama sebelum ia menjawab. "Yaudah, ayo!"

Gadis itu tahu bahwa Belva sebenarnya gengsi setengah mati. Tapi penakut. Jadilah sekarang ia berjalan beriringan dengan Belva menuju kantin. Keduanya saling diam.

Tapi ketika melewati ruang bk, Tania melihat seseorang yang belakangan ini jarang ia temui. Seseorang itu ada di dalam ruang bk. Namun disana juga ada lelaki paruh baya yang namanya tidak Tania ketahui.

"Tan, bukannya itu Erlan, ya?"

***

Hehehe, sengaja pendek.

Soalnya mau ada kejutan di part selanjutnya. Ada yang penasaran?

*Plakk

Ditulis : Minggu, 14 November 2021

Hari ini aku nulis 2 part sekaligus, lho!
Mari beri tepuk tangan! (~ ̄³ ̄)~

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang