00.11 | Jealousy

35 10 1
                                    

"Dav? Sejak kapan ikan lo ada lima?"

"Sejak tadi pagi."

"Gila! Yang kemaren mana?"

"Mati." Dava menyengir lebar, lantas menuangkan sesuatu berbentuk kecil-kecil ke dalam akuarium. Itu makanan ikan.

Yesa menggeleng takjub. Padahal baru kemarin dia membeli ikan bersama Dava dan Erlan. Tapi kini ikan hias itu sudah mati saja.

"Lo ngejaga ikan aja nggak becus, gimana ngejaga anak-anak lo nanti?" Erlan merebahkan dirinya ke sofa. Menonton serial kartun si botak berwajah kembar.

"Kan mati itu takdir. Gue mana bisa nyegah?"

Erlan tak menanggapi ucapan sepupunya itu.  Ia masih asyik dengan televisi. Tertawa sendiri ketika melihat adegan lucu si botak.

Malam ini, sehabis pulang dari kafe, Erlan memang mampir ke rumah Dava. Ia sudah berjanjian dengan Yesa untuk main disana.  Selain karena banyak makanan, jaringan wifi di rumah Dava juga sangatlah kencang, lumayan untuk menghemat kuota mereka.

"Mau ikut ngelayat nggak?" Dava melenggang, mengambil sesuatu di atas nakas.

"Hah? Siapa yang mati?"

"Ck! Lo bego apa gimana sih? Ya ikan gue lah!"

Yesa melongo. Sebenarnya yang bego itu dirinya atau Dava?

"Tapi-"

"Udah, ayo ikutan!" Belum sempat Yesa menyelesaikan ucapannya, Dava sudah menarik tangan cowok itu menuju halaman samping. Dengan tangan kanan membawa seplastik bunga melati tentunya.

"Lepasin, ah!"

Dava langsung melepaskan cekalannya di tangan Yesa. Cowok bermata cokelat itu lalu berjongkok di depan sebuah gundukan tanah.

Ia mengeluarkan bunga melati yang tadi diambil, lantas menaburkannya ke atas gundukan tanah itu. Wajah Dava tiba-tiba saja sendu.

"Sa, ikan gue kasian, ya?"

Tak ada jawaban dari Yesa. Dava kembali melanjutkan ucapannya.

"Kasian pasti dia sendirian disana."

"Hm."

Yesa tahu, kegesrekan Dava kali ini sedang dalam mode 'on'.

"Eh, nggak. Kan ikan gue yang sebelumnya juga mati. Berarti disana dia ada temen."

"Iya."

"Lo mau nemenin dia nggak Sa?"

"Iya."

"Eh, anjing! Lo pengen gue mati?"

Dava terkekeh, menghindari kejaran Yesa yang tengah kesal. Yesa sepertinya akan memukul Dava. Untung saja cowok itu langsung menghindar. Dava lari ke dalam rumahnya, lantas mengunci pintu dari dalam.

Cowok itu mengabaikan gedoran pintu yang terdengar. Melenggang begitu saja tanpa rasa bersalah.

"Dav, sialan lo! Bukain pintunya!"

Sementara Erlan tak menanggapi. Ia hanya menoleh sebentar ke arah pintu, lalu langsung abai. Sekali lagi, cowok itu masih asyik menonton si botak.

***

Beberapa menit berlalu, Sania muncul dari ambang pintu dapur dengan nampan berisi tiga gelas es jeruk di tangannya. Wanita itu kemudian meletakkan nampan di atas meja. Matanya mengernyit heran melihat Dava yang terlihat sibuk dengan ponsel.

"Dava! Itu kasian temen kamu daritadi teriak-teriak. Kenapa sih?"

Dava menoleh sejenak, berniat menjawab, namun cowok di sebelahnya lebih dulu menjawab.

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang