Senyumanmu itu serupa candu, terlampau susah untuk sekedar diabaikan.
***
"Masih belajar, ya?" Suara yang berasal dari layar ponsel itu kembali terdengar, membuat Tania mengalihkan pandangan dari buku-buku di depannya.
Gadis itu tersenyum menatap orang yang nampak di layar ponsel. "Iya."
"Yaudah, lanjutin aja."
"Nggak papa nih?"
"Enggak kok. Nggak papa."
Tania tersenyum lagi. Ia sebenarnya tidak enak pada Erlan. Tapi cowok itu malah menyuruh Tania untuk melanjutkan kegiatannya.
Tadi, sepulang sekolah Erlan berjanji akan mengajari Tania cara membuat boneka dari kain dan benang wol, untuk tugas keterampilan. Namun, Erlan tidak bisa ke rumah Tania langsung, dikarenakan motor kesayangannya sedang menginap di bengkel.
Jadilah Erlan hanya bisa mengajari Tania lewat video-call.
"Lan?"
"Hm?"
"Mending gini deh, lo ngajarin gue dulu aja. Kalo masalah belajar bisa ditunda nanti kok," ucap Tania panjang lebar.
Ia takut tugas keterampilannya akan memakan banyak waktu. Juga, apa yang dipelajari Tania menjadi tak masuk ke otak mengingat pandangan Erlan dari ponsel yang tertuju ke arahnya.
"Iya juga. Kenapa gue baru kepikiran? Kenapa? Kenapa?" Erlan memasang ekspresi sok terkejut nya.
"Muka lo, anjir!" Tania tertawa.
"Kenapa? Ganteng, ya?"
"Iya. Eh-"
Sial! Tania keceplosan. Ia buru-buru bicara lagi agar Erlan tidak salah paham.
"Bukan gitu. Maksud gue-"
"Udah-udah. Gue tau kok kalo gue ganteng. Banget malahan," ujar Erlan dengan kepedeannya yang sangat tinggi.
Tania berlagak ingin muntah. Erlan ini kalo nggak tukang gombal, ya narsis!
Tapi, ia akui, Erlan memang tampan. Kedua alisnya yang tebal, mata bernetra hitam dengan bulu mata yang terlihat sangat teduh, serta senyumnya. Jangan tanyakan lagi semanis apa senyuman Erlan jika ia sedang tersenyum. Gula saja kalah.
"Kok ngelamun? Lagi mikirin gue pasti."
Tania menggeleng cepat, tersadar dari lamunannya. Ia tidak mengelak, melainkan cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Eh, tadi lo mau ngajarin apa?" Tanya Tania sedikit gelagapan.
Kekehan kecil terdengar. Erlan berpindah posisi dari rebahan menjadi duduk di kursi meja belajar. Tak lupa dengan ponselnya yang ada di tangan kanan. Setelah sampai di meja belajar, cowok itu langsung menyenderkan ponsel, agar Tania bisa melihat apa yang akan ia ajarkan.
"Pertama-tama, lo harus punya kain dulu. Bebas mau kain apa aja. Asal jangan kain kafan."
Tania tertawa. "Iya. Abis itu?"
Erlan mengambil sebuah kain motif batik dari laci meja. Kain yang diambilnya di kamar Darren tadi saat habis pulang sekolah.
"Kalo punya gue kain batik."
"Bukan punya lo pasti," tebak Tania. Dan Erlan mengangguk.
"Yap, punya kakak gue."
Lagi-lagi, gadis itu dibuat tertawa dengan tingkah Erlan. Tania melipat kedua tangannya di atas meja, kemudian menaruh dagunya disana. Memperhatikan setiap instruksi dari Erlan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Erlan untuk Tania
Подростковая литератураDariku, yang mencintaimu dengan sederhana. *** Erlan tidak tahu, apakah mengenal Tania merupakan sebuah anugerah, atau justru kesialan baginya. Pasalnya, semenjak mengenal Tania hidup Erlan makin berantakan! Mulai dari kena fitnah sembarangan, bolak...