00.24 | Why So Hurt?

13 1 0
                                    

Bohong jika aku berkata bahwa aku baik-baik saja. Nyatanya, ketika melihatmu menggenggam ia, sesuatu bernama hati itu terasa sakit tiada Tara.

-Dari Erlan untuk Tania-

***

"Sorry, Lan. Aku nggak sengaja."

Tersadar dari perbuatannya barusan, Lova langsung melepaskan tangannya yang melingkari pinggang Erlan. Erlan hanya terkekeh dan menggeleng.

"Santai aja. Gue nggak gigit kok."

Lova tersenyum canggung. Sementara Erlan, kebisingan suara kendaraan yang mulai mengumpul di depan lampu merah membuat fokusnya semakin buyar. Entahlah, yang ada di pikiran cowok itu hanya Tania, Tania, dan Tania saja. Perasaan bersalah menyerangnya tanpa kenal ampun.

Apa perbuatannya tadi keterlaluan?

Jika bisa, ingin sekali Erlan tak menuruti kemauan mereka untuk mengantar Lovatta seperti sekarang. Bukan, ini bukan tanpa alasan. Tapi dirinya sendiri sudah berjanji untuk menemani Tania datang ke pesta ulang tahun Belva.

Dan tadi, saat Erlan datang ke rumah Tania, raut kecewa muncul dari manik mata gadis itu tanpa bisa dicegah. Memancar, kemudian menusuk tepat ke hati Erlan tepat sasaran. Bagai parang yang sengaja diasah tajam untuk melukai lawan. Cowok itu terluka. Marah kepada dirinya sendiri.

Dadanya bergemuruh. Beribu kata maaf hanya bisa tertahan di kepalanya. Waktu yang terus berjalan tampak seperti ingin membunuh Erlan. Perkataan papa lewat telepon tadi terus terngiang-ngiang. Paksaan papa untuk menuruti apa kata Om Farhan, yaitu mengantar Lova.

Kenapa harus ia? Kenapa tidak orang lain saja?

Ingin sekali ia bertanya seperti itu kepada papa dan om Farhan. Tapi ancaman dari papa membuat Erlan tak bisa berkutik. Suatu ancaman yang bisa kapan saja menghancurkan ia dan keluarganya.

Kejam. Tapi itulah kenyataannya.

Ia tahu, papa tak pernah main-main dengan ucapannya. Apalagi jika sudah menyangkut nyawa orang itu.

Sekarang yang bisa Erlan lakukan hanya pasrah, mengikuti jalannya skenario hari ini. Tanpa tahu akhirnya akan seperti apa.

Tepukan di pundak sebelah kanan menyadarkan Erlan dari lamunannya barusan. Cowok itu terlonjak kaget, sebelum memaksa kesadarannya untuk kembali pulih.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Itu, lampunya udah hijau, Lan." Suara lembut Lovatta langsung memasuki pendengaran. Pun dengan klakson beberapa kendaraan di belakang mereka. Salah satu pengemudi bahkan ada yang meneriaki Erlan agar cepat jalan.

Cowok itu cepat-cepat melajukan motornya, sebelum lampu kembali bertukar warna menjadi merah. Tak lebih dari 1 kilometer lagi mereka akan sampai di tujuan.

"Maaf, ya, aku jadi ngerepotin kamu. Harusnya kan kamu lagi nikmatin hari libur," kata Lova tulus. Erlan yang mendengarnya hanya menampilkan senyum terbaiknya.

"Gue nggak papa kok. Lo nggak usah nggak enakan gitu, bentar lagi kan kita temenan. Teman harus saling membantu, 'kan?"

Kata-kata itu merupakan kebohongan terbesar Erlan hari ini. Nyatanya ia kesal karena kejadian tadi pagi. Kejadian yang menyebabkan dirinya ingkar janji pada Tania. Tapi marah kepada Lova juga bukan jalan keluar. Ia yakin Lova tak bersalah.

Sementara Lovatta, hatinya menghangat mendengar penuturan Erlan barusan. Benar, sebentar lagi mereka akan menjadi teman. Gadis itu cukup senang mendapat teman baru sebaik Erlan. Firasatnya mengatakan bahwa Erlan adalah anak baik-baik.

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang