00.17 | Perintah

25 6 9
                                    

Tentang sebuah rahasia ...

***

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Siang ini saat sedang disidang di ruangan ber cat hijau dengan atmosfer seram itu, bel panjang berbunyi. Bel yang mengisyaratkan bahwa murid-murid akan segera pulang. Itu sama saja dengan Erlan menjemput nasib sialnya sendiri.

Masalahnya, Andi, papanya akan menjemput Erlan siang ini. Dan cowok itu sudah bisa menebak apa yang selanjutnya akan terjadi jika ia tak segera keluar dari ruang bk.

"Kamu mengerti, Erlan?"

"Iya, bu. Saya minta maaf. Janji deh nggak bakalan ngulangin."

Bu Linda menggeleng. Erlan bersyukur hari ini guru bk langganannya tak berangkat mengajar. Jadi bisa dipastikan, ia tak akan dihukum.

"Kamu ini dari dulu selalu bilang nggak akan ngulangin. Tapi apa buktinya? Kamu selalu aja kayak begitu, Erlan!"

"Maaf. Lagian ini juga bukan sepenuhnya salah saya kok, bu. Reno yang nyuruh saya."

"Lah kamu kok mau disuruh Reno?"

"Permisi."

Suara itu ...

Tanpa menoleh pun Erlan sudah tahu. Habis sudah nasibnya hari ini. Tapi tak apa. Jika papanya marah ia tinggal mengancam tidak akan mau ikut papanya. Gampang, 'kan?

Tapi kenyataannya tak segampang itu.

"Masalah apa lagi, Lan?" Berbeda dari yang sebelumnya, suara papa terdengar tenang. Tapi nada mengintimidasi jelas ada dari suara itu. Erlan menoleh.

"Kenapa nggak papa tanya langsung sama Bu Linda?"

Wajah lelaki itu terlihat tidak suka. Dan Erlan tahu papa sedang berusaha menahan marahnya. Diam diam cowok itu merasa senang.

Setelah mengatur nafasnya sejenak, Andi angkat bicara. "Bu, boleh kita bicara sebentar?"

Bu Linda langsung menyanggupi. Perempuan berusia tiga puluhan itu berpindah ke ruangan sebelah, diikuti Andi yang berjalan di belakang. Karena tak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan, Erlan jadi kesal.

Cowok itu beralih menanyai Pak Bambang. "Pak?"

"Kenapa?" Jawab Pak Bambang tak bersahabat. Sebenarnya ia mengantuk. Tapi karena masalah ini menyangkut Erlan, ia rela untuk menunggui dan menceramahi cowok urakan itu. Agar Erlan bisa berubah lebih baik.

"Mereka ngomongin apa, ya?" Sudut matanya melirik ke kiri, ke ruangan sebelah, mengisyaratkan agar Pak Bambang mau diajak bekerja sama.

"Ya kamu cari tahu aja sendiri."

"Yah, bapak nggak asik banget." Erlan buru-buru diam tatkala menyadari tatapan tajam pak Bambang.

Tak lama kemudian, papa Erlan kembali dengan bu Linda. Entah kenapa, Bu Linda malah mengizinkannya untuk langsung pulang.

Sungguh. Ada beberapa hal yang harus Erlan hindari saat berada di sekolah. Diantaranya adalah mantan, guru killer, dan hantu penunggu uks gedung kelas 11. Tapi percayalah, siang ini semua itu tak ada artinya ketimbang berjalan dari ruang bk menuju parkiran bersama papanya.

Canggung menyelimuti. Papa diam. Erlan tahu betul kalau lelaki itu marah. Buktinya, ketika hampir sampai di lapangan, Andi menceramahinya.

"Mau sampai kapan kamu begini terus? Coba kamu contoh adik kamu, Lan! Papa lihat, dia nggak pernah masuk bk. Nggak kayak kamu."

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang