n 3^07 I
***
"Erlan, tunggu!"
Cowok ber-hoodie putih itu berhenti. Satu alisnya naik seiring dengan perputaran badannya 180°. Tak Seperti yang ia duga. Ternyata cewek itu adalah Tania.
"Kenapa?"
Sampai di depan Erlan, Tania tak langsung bicara. Ia malah sibuk mengatur napasnya, persis seperti orang sehabis balapan lari.
"Gue ... "
"Aish, lo kenapa daritadi gue panggilin nggak noleh sih?" Nada bicara itu berubah galak seketika. Tentu saja lelah jika harus berlari dari kantin sampai parkiran depan hanya karena mengejar satu orang.
Dahi Erlan berkerut. "Lo manggil gue?"
"Bukan."
"Terus?"
"Ya manggil lo, lah! Masa manggil biawak. Emangnya Erlan siapa lagi disini selain lo?"
Hening sejenak menghampiri. Namun beberapa detik kemudian Erlan langsung meledakkan tawanya. Kalo marah-marah seperti itu, Tania jadi tambah lucu.
"Sorry-sorry. Nggak kedengeran. Lagian, mana ada biawak yang tampangnya secakep gue?" Erlan menunjukkan earphone yang barusaja ia cabut dari telinga.
Tidak, sebenarnya ia mendengarnya sekilas. Namun karena keadaan sekolah yang sudah sepi, Erlan jadi mengira yang tidak-tidak. Apalagi ada mitos bahwa uks di gedung kelas 11 terkenal angker. Cowok itu tadi melewati uks tersebut.
Jadilah Erlan mempercepat langkah dan mengeraskan volume musik di ponselnya. Tapi sesampainya di parkiran, suara itu masih terdengar. Cowok itu pun baru berani menoleh.
"Ngeselin!"
"Lo mau ngomong apa tadi?" Tanya Erlan di sela-sela tawanya.
Wajah Tania kembali ragu. Pikirannya ingin sekali jujur. Tapi hati berkata bahwa nanti pasti akan merepotkan Erlan. Gadis itu jadi serba salah.
Tapi, tidak ada salahnya mencoba, 'kan?
"humm, gue ..."
Erlan masih diam, menunggu gadis itu menyelesaikan ucapannya. Maniknya menatap Tania lekat.
"Apa?"
"Gue boleh nebeng lo nggak?" Akhirnya, satu kalimat itu berhasil Tania selesaikan dengan cepat. Pun dengan kedua mata yang memejam.
Tak ada jawaban, Tania pelan-pelan membuka mata. Ia sangat terkejut ketika Erlan sudah tak lagi berada di tempatnya tadi. Ah, Erlan kurang ajar!
Namun kekesalan itu lenyap kala suara deruman motor mendekat.
"Ambil motor dulu. Yaudah, ayo!"
Tania melongo dibuatnya. Cowok di depannya ini cepat sekali berpindah tempat. Tania jadi heran. Tapi tak apa.
Dengan berpegang bahu Erlan, ia menaiki motor N-max hitam itu. Sebenarnya bisa saja jika tak berpegangan. Tapi itu akan sangat susah mengingat badan Tania yang mungil.
"Makasih loh, ya."
"Iya. Apasih yang enggak buat lo."
Gadis itu mencibir. Mulai, deh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Erlan untuk Tania
Novela JuvenilDariku, yang mencintaimu dengan sederhana. *** Erlan tidak tahu, apakah mengenal Tania merupakan sebuah anugerah, atau justru kesialan baginya. Pasalnya, semenjak mengenal Tania hidup Erlan makin berantakan! Mulai dari kena fitnah sembarangan, bolak...