00.12 | Distance

31 8 4
                                    

Benar saja, jarak ternyata bisa semenyakitkan itu.

-Dari Erlan untuk Tania-

🍕

Hari Minggu pasti terasa begitu cepat. Padahal rasanya baru kemarin hari Sabtu, kemudian Minggu. Hari yang amat sangat berharga bagi sebagian orang. Terutama pelajar.

Dan pagi ini adalah hari Senin. Sudah menjadi rutinitas di hampir setiap sekolah bahwa pada Senin pagi selalu diadakan upacara bendera. Termasuk tempat dimana Tania dan Erlan bersekolah ; SMA Taruna.

Tania menyeka bulir-bulir keringat yang menetes di dahinya. Kini ia sedang dalam perjalanan menuju ke kelas setelah upacara selesai.

"Dor!"

"Anjir, lo, Nes! Hobi banget ngagetin orang?"

Nessa—teman sekelas Tania—hanya terkekeh. Gadis manis dengan rambut dikuncir itu lalu berjalan beriringan di sebelah Tania.

"Sorry, Tan! Udah kebiasaan. Jadi rasanya nggak asik aja kalo nggak ngagetin orang."

"Parah emang." Tania dan Nessa tertawa bersamaan.

Di kelasnya, mungkin Tania hanya akrab dengan Kresna, Belva, dan Nessa. Sedangkan yang lain? Ah! Tania bukanlah orang yang mudah bergaul dengan perempuan. Kebanyakan temannya adalah laki-laki.

Bukan, ini bukan karena Tania sombong atau apa. Tapi memang perempuan di kelasnya-lah yang menjaga jarak dengan gadis itu. Entah apa alasannya. Tapi yang pasti, teman-teman Tania itu selalu datang jika ada maunya saja.

Walau begitu, Tania tetap bersyukur. Setidaknya ia masih punya Nessa dan Belva. Ah, iya, Belva! Cewek itu sepertinya masih marah pada Tania gara-gara kejadian waktu itu.

Terbukti ketika Tania sudah memasuki kelas, ia tak mendapati tas biru muda milik Belva ada di sebelah mejanya. Biasanya ia dan Belva memang duduk sebangku. Namun kali ini Tania melihat Belva yang duduk di meja belakang, bareng Elya.

"Belva kenapa, ey?" Nessa menyenggol lengan Tania, berbisik pelan.

Tania hanya bisa menyengir. "Nggak tau gue."

Seolah memahami permasalahan itu, Nessa hanya mengusap bahu Tania. "Sabar aja."

Tania tersenyum, lantas mengangguk. Sebelum ia akhirnya melihat Nessa yang berjalan ke tempat duduknya. Kehadiran Nessa di meja itu langsung disambut baik.

"Nes! Lo tadi baris dimana sih? Gue cariin tau nggak?"

"Iya, nih. Dicariin juga, taunya udah sama Tania."

"Eh, Nes! Nanti jadi pulang bareng, 'kan?"

"Aduh, kalian nanyanya satu-satu dong! Gue susah jawabnya nih!"

Perempuan-perempuan itu kemudian tertawa.

Diam-diam Tania memandang iri. Kapan ia bisa seperti itu? Punya banyak teman, Bisa mudah bergaul, dan lain-lain. Namun kenyataannya Tania memang tak bisa. Ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk bisa seperti itu.

"Sendirian aja?"

Tania kembali tersadar dari lamunannya. Mendapati Kresna di depan meja. Guru di kelas mereka pagi ini memang belum masuk.

"Belva pindah duduk."

"Gara-gara waktu itu?"

"Mungkin."

"Yaudah, gue aja yang duduk sini." Kresna meletakkan tasnya tepat di kursi sebelah Tania.

"Lo ... Mau duduk sini?"

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang