Dan pada akhirnya, mereka kembali tertawa seolah bekas luka itu tak pernah ada.
***
Tania semakin mengeratkan kardigan coklat nya saat angin sore ini berhembus kencang. Keadaan sekolah sudah sepi semenjak satu jam yang lalu. Tak ada anak-anak ekskul yang berlatih, dan tak ada pula guru ataupun staff yang masih berada di dalam. Rintik-rintik air yang tadinya hanya turun sedikit kini bertambah deras.
Dan sialnya, ponsel Tania pun kini kehabisan baterai. Ia tak mungkin menelepon mamanya.
Cewek berambut panjang itu mengangkat wajahnya. Jalanan adalah pertama kali yang ia lihat setelah sejak tadi menundukkan kepala. Jalanan yang biasanya bising itu kini sepi. Hanya suara hujan yang terdengar. Tania memejamkan mata sejenak. Suara rintik air memasuki indera pendengarannya dengan damai.
Namun kedamaian itu tak berlangsung lama kala suara deruman motor tiba-tiba saja sudah berhenti tepat di depan halte. Halte dimana Tania berteduh.
Gadis itu sontak membuka mata. Terlihat seorang cowok berhoodie hitam yang duduk di atas jok sebuah motor yang juga berwarna hitam itu. Wajahnya tertutup oleh helm fullface. Tapi celana berwarna abu-abu yang dikenakannya menandakan bahwa ia masih remaja SMA seperti Tania.
"Hai." Cowok itu kini telah berpindah posisi di sebelah Tania. Helm fullface yang tadi ia pakai itu kini sudah dilepas. Setengah dari hoodienya basah kuyup.
Cowok itu, jelas-jelas Tania mengenalnya.
"Erlan? Ngapain?" Tania sedikit bergeser, agar Erlan juga bisa duduk nyaman.
Senyum Erlan mengembang. "Abis naik motor."
"Iya, gue tau lo abis naik motor. Abis darimana?" Pandangan Tania sepenuhnya terarah pada Erlan. Rambut hitam Erlan berantakan, wajahnya basah, seperti seseorang yang baru saja mandi.
"Gue tadi ketiduran di kelas. Bangun-bangun udah jam empat aja. Eh ternyata hujan." Setelahnya, cowok itu tertawa.
"Btw, lo disini ngapain? Kenapa nggak pulang?" Kini Erlan juga menatap Tania. Membuat keduanya berhadapan. Tania yang ditatap seperti itu menjadi gugup.
"Nungguin angkot. Tapi nggak dateng-dateng. Eh yang dateng malahan hujan." Gadis itu mengulurkan tangannya ke depan, membiarkan rintik-rintik air membasahinya.
"Mau bareng?"
Tania menoleh. "Tapi 'kan hujan, Lan."
"Lo suka hujan, 'kan?" Bukannya menjawab pertanyaan Tania, cowok itu malah balik bertanya.
Tania sempat terkejut. Bagaimana Erlan bisa tahu? Namun ia langsung mengangguk. "Iya, gue suka hujan."
Sedetik kemudian, Tania baru menyadari maksud ucapan Erlan. Awalnya ia ragu. Namun melihat Erlan, entah kenapa ia merasa aman-aman saja.
Erlan menyodorkan sesuatu. "Tas lo taroh sini aja biar bukunya nggak kebasahan. Kebetulan gue bawa dua."
Dua buah kantong plastik yang agak besar, sekiranya cukup untuk melindungi buku-buku mereka dari tetesan air.
Tania menurut saja. Ia mengikuti Erlan yang sudah memasukkan tasnya ke dalam plastik hitam itu.
"Lo mau pulang bareng gue, 'kan?" Erlan mengulangi lagi pertanyaannya.
Gadis berlesung pipit itu mengangguk. "Ayo. Gue mau."
Senyum Erlan mengembang. Helm fullface itu segera ia kenakan. Tangannya menggandeng tangan Tania untuk menaiki motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Erlan untuk Tania
Novela JuvenilDariku, yang mencintaimu dengan sederhana. *** Erlan tidak tahu, apakah mengenal Tania merupakan sebuah anugerah, atau justru kesialan baginya. Pasalnya, semenjak mengenal Tania hidup Erlan makin berantakan! Mulai dari kena fitnah sembarangan, bolak...