00.05 | Kehadiran Lolita

33 10 2
                                    

Bukan seberapa jauh jarak yang memisahkan, namun tentang seberapa jauh dua hati itu saling memendam perasaan.

***

Begitu Erlan membuka pintu rumahnya, ia langsung disambut oleh teriakan seorang anak kecil berusia tujuh tahun. Anak perempuan berkuncir satu yang langsung menghambur ke pelukan Erlan saat cowok itu menginjakkan kakinya di lantai.

"Kakaaakk!"

"Loliiii! Kangen ya sama kakak?" Erlan membawa Lolita ke dalam gendongannya, mengangkatnya tinggi-tinggi, lantas menciumi pipi anak itu dengan gemas.

"Kangen banget. Kakak kangen nggak sama Loli?" Lolita kini beralih menatap wajah Erlan.

"Kangen dong. Kamu kesini sama siapa?"

"Sama gue," ucap seseorang dari belakang Erlan. Erlan memiringkan wajahnya.

"Lo? Kirain si macan." Erlan terkekeh. Begitupun saat tinjuan cowok itu mengenai lengan kanan Erlan.

"Kalo dia denger, bisa habis lo!"

"Nggak bakalan. Gue kan kuat, kayak spiderman," balas cowok itu sambil cengengesan.

"Kakak, ayo main!" Seru Lolita bersemangat, membuat Erlan kembali tersenyum.

"Ayo! Loli mau main apa? Masak-masakan? Tapi kakak nggak punya masak-masakan."

"Main ke kamar kakak aja. Kakak punya cat warna warni itu, 'kan?" Yang dimaksud cat warna-warni disini adalah cat air milik Erlan. Erlan memang terkadang melukis untuk menghilangkan kebosanannya. Bisa dibilang, lukisan cowok itu tidak jelek-jelek amat.

"Yaudah. Ayo!" Erlan langsung membawa Lolita menuju ke kamarnya di lantai dua. Diikuti Dava di belakangnya.

Sesampainya di kamar ber-cat cokelat muda itu, Lolita langsung menyibukkan diri dengan alat lukis milik Erlan. Membuat gambar warna-warni di atas kertas putih bersih itu.

Sementara itu, Erlan merebahkan dirinya di kasur. Lelah, senang, bercampur aduk menjadi satu. Lelah karena tadi di jalan motornya mogok, akibatnya ia telat sampai ke rumah. Juga senang karena kehadiran Lolita di rumah ini.

"Kenapa?" Tanya Dava yang juga ikut duduk di kasur itu.

"Nggak papa. Lo ngikutin gue kesini, Dav?" Erlan sedikit tertawa di akhir kalimatnya.

"Emang nggak boleh?"

"Nggak boleh. Sono pulang!"

Dava mendengus. "Kalo gue pulang, nanti Loli pulangnya sama siapa? Lo mau nelantarin dia?"

"Kan ada gue. Btw, lo bawa Tania kesini nggak diamuk macan?" Tanya Erlan polos. Pandangan Erlan kini teralih pada sepupunya.

"Kakaknya nggak di rumah. Cuma ada om Andi. Yaudah, gue culik aja kesini. Lagian Loli kangen sama lo."

Erlan lagi-lagi terkekeh. Namun Dava langsung dapat menangkap sorot sendu yang terpampang jelas di manik mata hitam itu.

"Sorry. Maksud gue-"

"Iya. Gue ngerti." Erlan menoleh lagi ke arah Lolita. Menatap anak perempuan itu dengan seksama. Padahal rasanya, baru saja kemarin dia menggendong Lolita yang belum genap berusia satu tahun. Tapi sekarang dia sudah besar saja.

"Mama gue mana?"

"Keluar tadi, dianter kak Darren. Bilangnya sih mau belanja bulanan."

Erlan hanya ber-oh saja. Ia menatap langit-langit kamarnya. "Mobil di depan itu punya siapa?" Tanya Erlan kemudian.

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang