00.22 | Untitled

18 4 1
                                    

Tak peduli apapun, atau siapapun yang membenci kita, mereka akan tetap ada. Tetap menjadi rumah untuk kita saling bercerita. Atau sekedar berlindung dari kejamnya cacian luar sana.


-Sahabat-

***

"Gimana? Bagus?"

Tania tersenyum. Mengangguk seraya memandang layar ponsel Belva yang menampilkan potret kue ulang tahun mewah. Kue bertingkat yang berwarna merah muda dengan hiasan elegan.

"Bagus banget."

"Iyalah! Papa gue yang pesenin. Jadi makin sayang deh sama papa." Belva mendekap ponselnya erat. Binar di matanya terlihat begitu kentara.

"Gue ikutan seneng," tukas Tania tulus. Ia lalu mengambil es lemon tea, menyesapnya hingga sepertiga gelas.

Besok adalah hari ulang tahun Belva. Dan gadis itu berencana menggelar pesta di halaman belakang rumah. Tak banyak yang diundang, hanya beberapa teman dan keluarganya saja. Namun, pesta itu nantinya akan sangat megah, mengingat tahun ini usia Belva menginjak tujuh belas tahun. Ya, sweet seventen.

"Oh iya, Tan, lo jangan lupa dateng, ya? Ajak Kresna juga. Kalo perlu datengin rumahnya, terus paksa dia buat dateng."

"Iya, Belvaa. Gue pasti dateng kok. Kresna juga pasti dateng. Kita berdua kan temen lo."

Belva memajang senyum. Hari in ia merasa begitu bahagia. Kata papanya, besok papa dan mama akan datang. Ia sangat tidak sabar. Bagi Belva, hal itu adalah hadiah terindah untuk ulang tahunnya kali ini. Tak perlu ada pesta pun juga sebetulnya tak masalah, asal ada orang tuanya.

Sesederhana itu.

Namun tak banyak orang yang tahu sisi sederhana Belva. Gadis angkuh, galak, cerewet, dan semena-mena, mungkin itulah yang orang-orang lihat pada diri Belva. Padahal jauh di dalam sana, cewek itu juga merasa kesepian.

"Mau nambah siomay nya?" Belva bertanya saat melihat siomay milik Tania yang sudah habis tak bersisa.

Tania menggeleng. "Nggak, ah. Gue udah kenyang."

"Oke. Kalo mau nambah bilang aja. Nggak usah sungkan."

Tania mengangguk, sembari terkekeh. Kali ini cewek di depannya terlihat begitu cerewet. Tapi cerewetnya berbeda. Mungkin karena mood Belva yang sedang baik.

"Ngomong-ngomong, lo besok mau dateng sama Kresna?"

Ucapan Belva seketika membuat Tania diam sejenak. Ia bingung harus menjawab apa.

"Gue nggak tahu."

Belva urung menyendok mie ayam. Pandangannya terpancang pada Tania yang juga sedang menatap ke arahnya.

"Kenapa?"

Tania baru akan menjawab ketika tiba-tiba sepiring batagor terletak di meja yang sama. Gadis itu dan Belva menoleh, ingin tahu siapa yang melakukan itu. Dan ternyata pelakunya adalah Kresna.

"Boleh gabung? Meja yang lain penuh."

Kedua gadis itu tersenyum dan mengangguk. Belva dengan senyum sumringahnya, sementara Tania dengan senyum canggung. Ia masih tak enak pada Kresna karena penolakan malam itu.

"Alah, biasanya juga bareng. Nggak pernah ngomong dulu," celetuk Belva.

Kresna hanya senyum menanggapi. Cowok itu langsung duduk di sebelah Tania. Di meja berbentuk persegi itu tersedia empat kursi. Dimana Tania dan Kresna duduk bersisian. Sementara kursi di sebelah Belva masih kosong.

Dari Erlan untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang