Part. 3

2.9K 342 47
                                    

"Jean, nanti tolong kamu kasihkan ini ke Naresh, ya," Bunda Jaemin menyodorkan kotak bekal makanan pada Jean seraya mendudukkan si kecil Bie di kursi membuat Jean mengerutkan dahinya.

"Buat Naresh?" Bunda Jaemin menganggukkan kepalanya, "Buat apa repot-repot, sih, bun? Gak biasanya juga bunda ngasih bocah prik itu bekel makanan,"

"Ini sebagai ucapan terimakasih bunda sama dia karena Naresh udah baik banget selalu buatin kamu makanan. Sekali-kali,'kan bunda pengen buatin makanan juga buat Naresh. Jangan dia mulu yang buatin makanan buat kamu," Jelas bunda Jaemin maksud kenapa beliau menitipkan sekotak bekal untuk Naresh.

"Gak usah lah, bun. Lagian dia sendiri, 'kan yang mau bukan aku yang minta di buatin,"

"Tinggal kamu kasihin ke Naresh aja apa susahnya, sih, bang? Gitu aja, kok, protes mulu?" Ayah Jeno yang sedang membaca koran paginya ikut menimpali.

"Tahu lu, Je. Maksud bunda, 'kan bae mau bales kebaikan dia dengan ngasih makanan juga," Juno menambahi.

"Lo gak usah ikut-ikutan deh, bang. Lo urus aja noh si Naveen," Jean menyahut sebal.

"Sekarang bukan tugas gue ngurusin dia, Je. Beberapa tahun lagi baru itu jadi tugas gue,"

"Juno mikirnya udah dewasa banget, ya? Bangga ayah," Ayah Jeno mengacungkan kedua jempolnya untuk Juno membuat si empunya tersenyum bangga.

Bunda Jaemin memutar bola matanya malas melihat kelakuan suami dan anaknya itu yang tidak jauh berbeda.

"Kalian ini sama aja!" Imbuh bunda lalu beralih pada putri kecilnya. "Bie mau sarapan sama roti atau nasi goreng, sayang?"

"Oti! (roti)" Jawab Bie dengan pengucapan yang belum jelas.

"Okey, bunda buatin dulu, ya,"

"Bun, aku juga gak sekalian nih, di bawain kotak bekel?" Tanya Juno lagi.

Bunda mengernyitkan dahinya, "Tumben kamu mau bawa bekel?"

"Buat Naveen, bunda. Bukan buat aku," Juno menampilkan cengiran kudanya.

"Ikut-ikutan aja lo, bang," Jisung melayangkan protesannya.

"Terserah gue, dong. Kenapa, lo mau juga bawain buat Lele?" Juno balik bertanya sekaligus menggoda.

"Kagak." Sanggah Jisung.

"Jisung masih kecil, gak boleh pacaran. Belajar dulu aja yang bener." Ayah Jeno menyela di antara perdebatan kedua putranya.

"Ayok, kalian habisin sarapannya. Nanti kesiangan, lho, berangkat ke sekolahnya. Ayah juga simpen korannya, minum dulu kopinya nanti keburu dingin, yah,"

"Iya, bunda/sayang." Balas ayah dan anak itu bersamaan.

Setelahnya mereka mulai menikmati sarapannya tanpa ada yang membuka suara.

*****

"Naveen, sarapan dulu yuk, Nak. Mama udah buatin nasi goreng kesukaan kamu nih,"

Naveen menghentikan langkahnya sejenak saat mendengar suara sang mama yang mengajaknya untuk sarapan.

Naveen menoleh sekilas sebelum kembali melanjutkan langkahnya.

"Aku sarapan di sekolah," Balasnya dingin.

Mama hanya bisa menghela nafas mendapat jawaban yang terkesan dingin dari putranya. Naveen memang selalu seperti ini setiap kali beliau mengajaknya untuk sarapan bersama. Bukan hanya sarapan bersama, Naveen selalu menolak ketika sang mama mengajaknya untuk makan malam bersama. Naveen benar-benar berubah sejak sepuluh tahun lalu.

Teenager Love [book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang