Part. 7

2.1K 251 7
                                        

Naresh berdiri di depan sebuah bangunan, yakni sebuah cafe.

Seperti rencana Naresh tadi pagi, sepulang sekolah ia akan mengunjungi sebuah cafe yang tertera di kartu nama yang sedang pegang saat ini untuk melamar pekerjaan.

Naresh merasa ragu dan minder setelah melihat secara langsung cafe itu. Ia menjadi pesimis, takut-takut kalau ia tidak akan di Terima bekerja di cafe itu. Apalagi ia hanya seorang pelajar.

Tapi, ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Maka dari itu ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin.

Naresh menarik dan menghembuskan nafasnya untuk menghilangkan ke gugupannya sebelum melangkah mendekati pintu cafe itu.

Seorang pelayan membukakan pintu untuknya, menyapa lalu bertanya.

"Selamat sore, mas. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa si pelayan ramah.

"Sore, mbak. Sa-saya mau tanya apa benar pemilik cafe ini bapak Revaldo Pramuditya?" Naresh bertanya dengan gugup.

Si pelayan yang bername tag Dewi itu menganggukkan kepalanya, "Iya, betul."

"Emh... Apakah saya boleh ketemu dengan beliau, mbak?"

"Apa sebelumnya masnya udah membuat janji sama beliau? Kira-kira ada kepentingan apa mas mau ketemu sama pak Aldo?" Dewi kembali melayangkan pertanyaan dan menatap intens Naresh. Membuat pria cantik itu merasa tidak nyaman di tatap seperti itu. Seolah Naresh seorang penjahat yang berbahaya.

"Sa-saya mau melamar kerja di sini. Tadi pagi ada seseorang yang ngasih ini ke saya dan bilang kalo saya bisa ngelamar pekerjaan di sini," Naresh berujar lirih lalu menunjukkan kartu nama yang ia dapatkan tadi pagi dari orang misterius pada Dewi.

"Nama masnya siapa?" Tanya Dewi lagi setelah melihat kartu nama yang di sodorkan Naresh.

"Naresh,"

"Oh, jadi mas ini namanya Naresh?" Naresh menganggukkan kepalanya.

"Kalo gitu mas Naresh ikut saya. Pak Aldo udah nunggu mas di ruangannya." Cetus Dewi mempersilahkan Naresh untuk mengikutinya.

Tanpa banyak bertanya walaupun ia kebingungan karena pemilik cafe ini sudah menunggunya, Naresh membawa langkahnya  mengikuti langkah Dewi.

"Tadi pak Aldo berpesan sama saya, katanya kalo mas Naresh udah dateng di suruh langsung di anterin ke ruangannya," Jelas Dewi tanpa di minta. Naresh yang memang cenderung agak pendiam hanya membalas seadanya saja, tidak lupa senyuman yang tidak pernah lepas dari bibir ranumnya.

Keduanya tiba di depan sebuah ruangan yang Naresh yakini ruangan pemilik cafe ini. Revaldo Pramuditya.

Tok tok tok...

Dewi mengetuk pintu ruang di depannya setelah sebelumnya.

"Masuk!" Suara berat milik Aldo menyambut suara ketukan pintu yang terdengar.

Mendengar sahutan dari dalam, Dewi membuka pintunya kemudian masuk ke dalam ruangan tersebut yang di ikuti oleh Naresh.

"Permisi, pak." Sapa Dewi pada Aldo yang sedang sibuk dengan berkas-berkas di atas mejanya.

Aldo mengalihkan pandangannya ke arah pintu, di mana Dewi dan Naresh berdiri.

"Ada apa Dewi?" Tanyanya meninggalkan sejenak berkas-berkasnya.

"Mas Naresh sudah ada di sini, pak." Sahut Dewi memberitahu sambil menunjuk Naresh yang berdiri di belakangnya.

Kedua tangannya saling meremat kuat. Naresh benar-benar gugup bertemu langsung dengan pemilik cafe ini. Bahkan kedua tangannya sudah berkeringat dan jantungnya berdegup kencang saking gugupnya.

Teenager Love [book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang