Part. 20

1.2K 169 4
                                    

Sabtu pagi.
Jean terlihat begitu bersemangat untuk memulai harinya Di sabtu pagi ini. Karena, dia dan bunda akan membuat sebuah kue yang sangat spesial untuk orang yang spesial pula. Jean tidak sabar menunggu nanti malam. Ia pastikan, malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan untuknya juga untuk Naresh.

"Pagi, bunda! Pagi, bi!" Suara Jean terdengar ceria di pendengaran bunda juga bibi yang saat ini sedang berkutat menyiapkan menu sarapan.

"Pagi juga, abang." Bunda membalas ucapan selamat pagi Jean. "Tumben pagi banget bangunnya, bang? Ini hari sabtu, lho."

"Bunda lupa? Bunda, 'kan udah janji mau bantuin abang bikin kue."

"Ini masih pagi banget abang. Bunda aja baru mau nyiapin buat sarapan. Abang bangunnya kepagian. Atau abangnya aja nih yang udah gak sabar nunggu nanti malem?" Balas bunda dengan nada menggoda.

"Nggak juga. Yaudah, kalo gitu abang ke kamar lagi aja deh, bun, hehe." Kekeh Jean membuat bunda menggelengkan kepalanya.

"Dasar anak muda." Gumam bunda sepeninggal Jean.

"Bi, itu anak saya kan, ya? Hari ini keliatan beda banget, ya?" Bunda beralih ke bibi.

Bibi terkekeh pelan. "Namanya juga lagi kasmaran, nyonya."

Bunda ikut terkekeh dengan jawaban bibi.

*****

Sementara itu, di dalam kamar, Jean sedang memikirkan sekarang Naresh sedang apa. Belum bangunkah? Atau sedang berkutat di dapur seperti bunda?

"Gue telpon aja kali, ya? Tapi, takut ganggu. Ah, telpon aja deh!"

Kemudian, Jean meraih ponselnya yang berada di nakas samping tempat tidurnya. Ia mulai mencari nomer Naresh, setelah menemukannya ia menekan nomer tersebut. Beberapa saat sambungan telpon tersambung namun si pemilik ponsel tak kunjung mengangkatnya.

Selang beberapa detik Naresh pun mengangkat telponnya.

"Hallo, Jean." Suara lembut Naresh mengalun indah di pendengarannya di pagi yang dingin ini.

"Hallo, Naresh. Lo lagi apa sekarang? Gue ganggu gak?"

"Nggak, kok, Naresh lagi beres-beres rumah. Habis ini mau nyiapin sarapan buat ibu sama kakak. Jean ada apa tumben nelpon Naresh pagi-pagi begini?"

Jean menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia juga bingung, buat apa dia menelpon Naresh yang tentu saja akan menggangu aktivitas pemuda manis itu.

"Gak tahu gue juga. Yaudah deh, mendingan gue tutup telponnya, takutnya ganggu. Bye!" Setelahnya, sambungan telpon pun terputus secara sepihak.

Di ujung sana, Naresh memandangi ponselnya dengan bingung. Kenapa Jean aneh sekali hari ini? Pagi-pagi buta menelpon kemudian mematikan sambungannya secara sepihak.

"Aneh." Gumam Naresh yang masih di liputi kebingungan.

Tidak mau ambil pusing, Naresh meletakkan kembali ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Naresh tidak tahu saja, di dalam kamarnya Jean sedang merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya dia menelpon Naresh di pagi buta seperti ini. Ini bukan dirinya sekali. Kemana sifat cueknya selama ini yang dia tunjukkan di depan Naresh? Apakah menghilang begitu saja karena akan ada sesuatu malam ini.

"Tolol, bego! Ngapa gue jadi gak jelas begini?!" Jean terus saja mengumpat dan merutuki dirinya. Rasanya Jean ingin menenggelamkan dirinya di rawa-rawa. Apa yang akan di pikirkan Naresh karena sikapnya yang 'agak' berbeda ini.

"Bodo ah, mendingan gue tidur lagi.

*****

Sore menjelang.

Teenager Love [book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang