38

96 19 4
                                    

Aina memandang kosong keluar jendela, hari ini dokter sudah mengizinkan gadis itu untuk pulang, selama beberapa hari juga ayahnya menemani dan merawatnya dengan baik, namun Aina masih belum bisa menerima kenyataan bahwasannya ibunya telah tiada. Jika saja ayahnya pada saat itu tidak datang dan dengan tiba tiba hendak membawanya pergi mungkin hal ini tidak akan terjadi.

"Aina, kau ingin sesuatu sayang ?"
Tanya Dimas, melihat putrinya yang selalu murung dan acuh terhadapnya sejujurnya sebagai seorang ayah Dimas merasa sangat sedih. Kepergian mantan istrinya itu cukup membuat dirinya merasa bersalah. Mungkin Aina juga sangat marah padanya.

"Maafkan ayah, ayah tahu semua ini terjadi karena ayah, ayah hanya mencoba menjadi ayah yang baik untukmu, ayah sadar bahwa semua yang ayah lakukan selama ini adalah kesalahan, seharusnya ayah tidak datang dan membiarkanmu dan ibumu hidup dengan tenang tanpa kehadiran ayah"

Aina menghela nafas panjang, kepalanya menunduk sejenak sebelum akhirnya menoleh menatap ayahnya.

"Seharusnya ayah menyadari hal itu lebih awal"
Ucap gadis berhijab crem itu, sedang sang ayah lantas termenung menatap manik teduh yang begitu mirip dengan miliknya. Bibirnya tersungging senyum tipis, terlihat miris. Ucapan putrinya seolah menjadi belati yang menyakitkan. Rupanya Aina begitu membenci dirinya, hingga untuk memaafkan saja sepertinya enggan gadis itu lakukan.

"Ayah akan terus berusaha agar kau memaafkan ayah"
Aina tertunduk lantas kembali menatap pemandangan diluar jendela, dia tidak tahu sampai kapan perasaan benci ini bisa berubah, yang jelas dirinya sedang berusaha untuk menerima semuanya.

.

.

Disisi lain Jungkook tersenyum kecil saat melihat  jendela diseberang kamarnya kembali menyala setelah berhari hari, sepertinya Aina sudah pulang dari rumah sakit, sejujurnya dia ingin sekali menemani gadis itu saat kepulangannya tapi karena jadwal latihan yang sudah cukup padat membuatnya mau tidak mau harus mengurungkan niatnya.

Dia jadi ingat sesuatu yang ia beli sore tadi saat perjalanan menuju agensi. Pemuda itu lantas mengambil dan membuka tasnya, sebuah gelang tali berwarna lilac dengan hiasan bergambar bunga disana, terlihat begitu cantik. Entah Jungkook sendiri tidak tahu untuk apa gerangan dirinya membeli hal hal semacam ini. Hanya saja entah mengapa saat melihatnya dia teringat pada Aina. Bukankah gadis itu sangat menyukai warna ungu muda itu.

Jungkook tersenyum tanpa alasan entah mengapa setiap kali dirinya mengingat Aina seolah ada kebahagiaan yang muncul begitu saja. Jungkook pada akhirnya memilih untuk menutup tirai jendelanya namun disaat yang bersamaan tirai jendela Aina terbuka. Menampilkan Aina yang tengah menatap sendu kearah jendelanya.

Jungkook yang melihat ekspresi Aina seketika mengeryit disusul dengan lambaian tangannya yang ragu. Barang kali ada hal yang ingin Aina katakan pemuda itu sangat siap menunggu gadis diseberang sana berucap.
Sebuah ide lantas muncul diotak jenius Jungkook, pemuda itu memperlihatkan layar ponselnya kearah Aina mengisyaratkan agar gadis itu juga meraih ponselnya, yang lantas dituruti oleh Aina tanpa banyak penolakan. Tidak seperti biasanya, gadis itu pasti akan bertanya banyak hal.

Panggilan terlihat dilayar ponsel Aina. Membuat gadis itu melirik sekilas kearah Jungkook yang sedang menatapnya dengan ponsel menempel ditelinga.

"Kenapa belum tidur ?"
Jungkook bertanya dari seberang telepon, Aina hanya diam, gadis itu masih menatap Jungkook dari kejauhan.

"Kau baik baik saja ?"
Jungkook memastikan, sedang Aina menghela nafas panjang lantas tersenyum tipis.

"Ya"
Jawab Aina singkat dan pelan, Jungkook yang melihatnya lantas tersenyum.

Crystal Snow [Jjk-BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang