13

259 44 4
                                    

.

.

.

"Kau sudah bangun ?"
Ibu Aina berucap saat melihat putrinya turun dari tangga.
Tersenyum Aina lantas berjalan mendatangi sang ibu yang kala itu sedang sibuk didapurnya.

"Ibu sedang membuat apa ?"
Aina dapat melihat tepung juga mentega menghiasai couter dapur.

"Ibu sedang membuat cookies cokelat kesukaanmu "
Mendengar jawaban tersebut seketika manik Aina berbinar. Menggulung lengan bajunya beberapa gulungan Aina berniat untuk membantu sang ibu.

"Apa Ai bisa membantu ibu ?"
Ucapnya yang disusul hanya dengan anggukan lalu senyuman menandakan bahwa purtinya itu diperbolehkan untuk membantunya.

Hari ini Aina libur dan sang ibu juga kebetulan tidak ada jadwal praktek jadi keduanya memutuskan untuk menyibukkan diri dirumah.

"Ibu, ibu tau tidak tetangga kita itu bersekolah disekolah yang sama denganku"
Sang ibu kemudian memasang ekspresi terkejutnya, ya setidaknya begitulah cara seorang ibu menghargai setiap yang disampaikan anaknya.

"Benarkah ? Jadi tetangga kita itu teman sekolah putri ibu "

Aina mengangguk cepat seraya tangannya bergerak membantu sang ibu yang sedang sibuk memindahkan adonan kue kedalam loyang.

"Ibu, apa aku boleh memberikan kue ini ketetangga kita ?"
Sang ibu menatap putrinya sesaat setelah menutup pintu oven lalu mengangguk pelan.

"Baiklah"

Terlihat Aina sangat senang dengan jawaban sang ibu dirinya benar benar tidak sabar ingin mengatar kue itu kerumah tetangganya, setidaknya dirinya bisa berkenalan dengan tetangganya dan secara tidak langsung dia akan menambah temannya disekolah, ya walaupun entah temannya itu mau atau tidak berteman dengan gadis yang berpenampilan berbeda sepertinya itu.

Ibunya lantas meraih toples dan mengisinya dengan cookies cokelat kesukaan Aina hingga penuh kemudian menutup toples yang penuh itu.

"Ini, berikan kepada temanmu itu"

Aina tersenyum lagi lalu dengan segera meraih toples berisi cookies itu setelah sebelumnya mencuci tangannya.

"Terimakasih ibu "
Aina dengan cepat berjalan kearah pintu, ibunya hanya menggeleng pelan melihat kelakuan putrinya yang sangat antusias.

.

.

.

Prang....

Bunyi piring kaca yang jatuh sedikit memekakkan telinga. Sungguh seharusnya Jungkook bisa melewati pagi ini dengan tenang, namun nyatanya Jungkook bahkan selalu mendengar perkataan kasar yang keluar dari mulut ayahnya itu.

Turun menuju dapur dilihatnya disana sang ibu sedang memunguti pecahan kaca yang berserakan, mungkin ayahnya itu sudah pergi keluar dan mungkin akan pulang saat larut, seperti biasa. Dan sebagai seorang anak yang berbakti dengan segera Jungkook menghampiri ibunya.

"Sudah eomma, biar aku yang membersihkannya"
Sang ibu kemudian duduk dikursi meja makan seraya memijat keningnya, Jungkook sempat melirik sekilas kearah sang ibu, benar ibunya itu sudah terlalu banyak berkorban dan diam dengan semua perlakuan ayahnya selama ini dan itu juga yang membuat Jungkook sangat membenci ayahnya.

Membuang pecahan kaca kedalam tong sampah Jungkook kemudian membawa segelas air untuk sang ibu lalu duduk tepat didepan sang ibu.

"Kapan eomma akan mengakhiri ini ?"
Sang ibu lantas menatap wajah putranya yang sudah menatap dengan tatapan tak bisa diartikan, sejujurnya ibunya sengat mengetahui kemana arah pembicaraan putranya saat ini, menghela nafas sang ibu hanya mampu menunduk menatap kedua tangannya yang penuh dengan bekas luka,  benar seharusnya ia menyerah saja dan tinggalkan pria buruk itu namun apa yang bisa ia lakukan, dirinya tidak memiliki penghasilan untuk menghidupinya dan juga putranya, ia tidak bisa mengorbankan masa depan putranya itu.

Crystal Snow [Jjk-BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang