Sembilan

952 150 53
                                    

Hari kedua setelah wafatnya kakek dan nenek Jimin, keduanya dikremasi bersama dengan Paman Choi. Orang tua Jimin sendiri telah tiba di Seoul sehari setelah wafatnya orang tua dari pihak ayah Jimin tersebut. Dan saat ini, mereka tengah berbicara dengan istri mendiang Paman Choi.

"Saya tahu putra Anda akan lulus dari universitas sebentar lagi, Nyonya. Saya berjanji akan memberi bantuan untuk mendapat pekerjaan," ungkap Park Hyungsik, ayah Jimin. "Kami juga akan tetap mengirim uang bulanan sebesar gaji yang diterima suami Nyonya sebelumnya."

"Dan jika Anda atau keluarga memerlukan bantuan apapun, jangan ragu untuk menghubungi kami." Nyonya Park Boyoung, ibu Jimin, menambahkan. "Kami berhutang budi pada suami Anda yang telah mengabdi pada orang tua kami selama lima belas tahun."

"Terima kasih, Tuan dan Nyonya. Saya mohon maafkan kesalahan suami saya jika pernah menyinggung keluarga Tuan dan Nyonya."

"Kami juga berharap demikian, Nyonya."

Jimin tak mendengar pembicaraan orang tuanya sebab dirinya memilih merebahkan diri di atas tempat tidur almarhum kakek dan neneknya. Ia masih menangis setiap kali mengingat bahwa keduanya sudah tiada dan tak ada lagi di sampingnya.

Tok! Tok!

"Jimin-ah, boleh Eomma dan Appa bicara sebentar?"

Nyonya Park membuka pintu walaupun tak ada jawaban dari putranya. Ia dan suaminya duduk di tepi tempat tidur, di samping Jimin.

"Jimin-ah, Appa tahu kita masih bersedih. Tapi, bagaimanapun juga Appa dan Eomma tetap harus memikirkan masa depanmu. Kami pikir, sebaiknya kau ikut ke London dan meneruskan sekolah di sana."

Nyonya Park mengusap dan mencium kepala putranya.

"Pikirkanlah dulu. Tidak harus dijawab sekarang. Selamat tidur, Jimin-ah."

---

Yoongi sesekali melirik bangku kosong milik Jimin di sampingnya. Sudah hampir seminggu Jimin absen dan tak menghubunginya sama sekali. Membalas pesannya pun tidak.

"Yoongi-ah, ada yang menitipkan ini untukmu." Salah satu teman sekelasnya meletakkan sebuah amplop coklat di mejanya. Yoongi membukanya dan menemukan selembar kertas.

Bisa kau berikan ini pada Park Jimin?

Hanya itu yang tertulis di sana. Tanpa ada nama pengirimnya. Namun ketika Yoongi melihat isi amplop tersebut dan menemukan beberapa amplop kecil berwarna kuning, ia tahu siapa pengirimnya. Maka, ia memasukkan amplop tersebut ke dalam tas dan akan menyampaikannya pada Jimin sepulang sekolah.

Tanpa Yoongi ketahui, seorang siswa melihat semuanya dan bergumam, "Terima kasih. Kuharap temanmu baik-baik saja."

---

"Selamat sore, Imo."

"Selamat sore, Yoongi. Masuklah. Jimin ada di kamarnya."

"Terima kasih, Imo."

Yoongi berjalan ke kamar Jimin dan mengetuknya.

"Jiminie, ini Ugi. Boleh masuk?"

Yoongi menunggu sekitar tiga menit sebelum pintu dibuka dan menampakkan sosok Jimin yang sepertinya baru bangun tidur.

"Jiminie, aku masuk ya."

Jimin mengangguk dan mundur agar pintu terbuka lebar. Yoongi mengamati sekeliling kamar Jimin yang agak gelap karena semua jendela masih tertutup tirai.

"Apa kau sudah makan?"

"Kemarin."

Yoongi menghela nafas.

LawlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang