Taehyung tak merasa mengantuk sama sekali walaupun di Korea sana saat ini sudah memasuki jam istirahatnya. Tubuhnya tak menemui masalah beradaptasi dengan London yang sembilan jam di belakang Seoul.
Saat ini ia masih betah membaca novel Norwegian Wood yang dibelinya di bandara sambil bersandar di kepala tempat tidur. Ia begitu menikmatinya hingga tak menyadari ponselnya yang bergetar tiada henti.
Entah berapa lama setelahnya, Taehyung melihat jam di pergelangan tangan dan sedikit terkejut melihat benda itu.
"Sudah jam 16.00. Berarti...hampir 01.30 di Seoul."
Taehyung bangkit dan memungut ponsel yang ia letakkan di ujung kasur. Alisnya terangkat ketika melihat sekitar sepuluh panggilan tak terjawab dan belasan pesan singkat menghiasi layar ponselnya.
"Aku lupa kalau ada janji menelepon Jennie." Ia menekan tombol telepon dan langsung mendengar nada sambung. Ia kembali duduk selama menunggu panggilannya dijawab. "Sudah tidur barang-"
"Oppa, kenapa baru menghubungiku sekarang?"
"Maaf, aku lupa," jawabnya singkat.
"Haaahhh aku benci diriku yang tidak pernah bisa marah pada Oppa."
Taehyung mendengus geli.
"Ada masalah?"
"Mmm bagaimana ya menyampaikannya? Aku bingung."
"Orang tuamu menyinggung pernikahan?"
"Aku sih tidak peduli itu. Sudah jadi makanan sehari-hari."
"Tapi?"
"Hanya saja...aku mulai jengah dengan pertanyaan atau tudingan tentang kita."
"Kukira orang tuamu sudah tidak mempermasalahkan hubungan kita yang sudah selesai."
"Sebelumnya aku juga berpikir begitu tapi sepertinya mereka masih tidak percaya anak gadisnya yang luar biasa cantik ini gagal menikah dengan pengacara muda sepertimu."
"Lalu, apa aku harus berbicara dengan mereka lagi?"
"Dan membuat orang tuaku tahu kalau aku kalah dari remaja umur 15 tahun? No, thank you."
Taehyung terkekeh pelan.
"Kalau begitu, kau kenalkan saja...siapa itu namanya, Si pemilik café di seberang butikmu itu?"
"Jiyoung Oppa maksudnya?"
"Iya, itu. Katamu dia tampan."
"Iya sih tapi kami kan tidak dekat. Hanya saling sapa jika bertemu atau kalau aku mampir ke cafénya."
"Dekati saja. Coba duduk di cafénya lebih lama atau berikan dia sesuatu. Kujamin dia akan memperhatikanmu."
"Mudah sekali Oppa bicara begitu. Orangnya jarang sekali senyum. Waktu pertama bertemu saja aku takut menyapanya."
"Ya sudah. Terserah. Kalau mau terus-terusan direcoki, ya tebal muka dan tutup kuping saja kalau begitu."
"Ya sudahlah. Nanti aku pikirkan lagi. Oh ya, bagaimana Oppa dan Ugi?"
"Belum ada banyak waktu untuk bicara. Tapi aku kesal karena besok Ugi pergi kencan dengan seseorang bernama Matthew."
Terdengar suara kekehan dari seberang sana, membuat Taehyung kesal karena mantan pacarnya itu menertawakan kemalangannya.
"Diam kau."
"Oppa kalah sama bule? Hahahaha!!! Kasihan sekali. Tapi barangkali itu hukuman buat Oppa karena menipu perasaan Oppa sendiri dan juga menipuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless
RomanceKim Taehyung baru berumur sepuluh ketika takdir mempertemukannya dengan Tuan dan Nyonya Min. Ia, yang hanya anak jalanan itu, disambut dengan baik oleh Tuan dan Nyonya Min bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka. Kim Taehyung terus ting...