thirty three

104 13 1
                                    

Selama kurang lebih dua minggu ini, aku menjalani ujian sekolah. Aku bersyukur karena sewaktu ujian aku tidak pernah memikirkan hal-hal yang tidak penting sehingga aku bisa menyelesaikan ujian sekolah dengan tenang.

Oh, omong-omong, pengumuman SNMPTN sudah keluar. Hasilnya, aku tidak lolos masuk ke UI jurusan Sastra Inggris lewat jalur SNMPTN. Tidak masalah kok. Aku masih punya harapan untuk masuk ke universitas swasta jurusan fashion design yang kuinginkan. Ujian masuknya akan diadakan sebulan setelah upacara kelulusan sekolah. Masih ada waktu sekitar tiga bulan untukku belajar.

Sekarang ini angkatanku diliburkan selagi menunggu hasil evaluasi kami di ijazah. Untuk anak-anak yang sudah diterima di universitas jalur SNMPTN, mereka dapat bersantai sesuka hati tanpa harus memikirkan apa-apa lagi. Berbeda dengan anak-anak yang harus mengikuti SBMPTN, UM, Utul dan lainnya demi masuk ke universitas impian mereka.

Aku tidak berniat untuk mengambil SBMPTN atau UM. Aku hanya akan fokus pada ujian khusus untuk masuk ke universitas desain. Kak Hanbin semakin intens datang kerumahku untuk les privat. Aku juga sebisa mungkin mengurangi aktivitas-ku yang menurutku kurang bermanfaat dan menggantinya dengan belajar atau istirahat. 

Setiap hari Jum'at, Haruto berkunjung kerumah. Entah hanya sekedar duduk-duduk di sofa depan televisi, membawakanku makanan dan mengajakku makan bersama, atau dia menemaniku belajar di teras.

Aku tidak terganggu sama sekali selain karena Haruto memang aslinya tak banyak berbicara, dia paham keadaan. Mungkin akan berbeda jika posisi Haruto digantikan oleh Jeongwoo, dia pasti akan mengoceh, bertanya ini-itu sampai membuatku ingin menarik mulutnya.

"Wisudanya kapan lo, Kak?" tanya Junghwan.

"Sekitar sembilan hari lagi. Kenapa? Mau beliin gue buket bunga?"

"Lo mau?"

"Mau lah."

"Yaudah besok gue beliin."

"Bener ya? Awas lo omong doang."

"Beneran, ih gapercayaan. Gue udah siapin budgetnya."

Aku meletakkan buku latihan soalku, kemudian mengalihkan pandanganku pada Junghwan. "Lo nabung? Serius, gue terharu loh," kataku.

"Hmm, nggak nabung. Gue kemarin ambil saldo gopay lo."

"Sumpah gila lo setan! Sini lo, gue cekik lo sampai saldo gue balik." Aku memiting leher Junghwan sambil terus menyumpah-serapahi dia.

"Ribut mulu kalian," celetuk Mama. "Le, kamu udah pilih kebaya yang dipakai buat wisuda?"

"Udah, Mah. Pakai yang buat kartinian biasanya."

"Eh jangan dong! Kamu wisuda SMA cuma sekali seumur hidup, masa iya milih yang udah sering kamu pakai? Yaudah, ayo kita beli kebaya buat kamu."

"Mah, sebenernya Helen udah ada inceran."

"Ya, bagus. Di toko mana?"

"Helen mau kebaya yang Mama pakai di foto itu," pintaku dengan telunjuk yang menunjuk pada sebuah frame yang didalamnya terdapat foto Mama dengan kebaya berwarna dusty-pink yang tengah tersenyum lebar sembari melempar toga universitas serta tangan kanannya yang menggandeng ayah yang saat itu mungkin masih berstatus sebagai pacar mama. "Masih ada?"

Mama menatapku dengan tatapan yang kuartikan sebagai tatapan yang menyatakan perasaan campur antara sedih dan menyesal. Aku tidak berniat menyinggung mama, tapi sejujurnya aku memang merindukan ayah belakangan ini. Aku ingin mengenakan kebaya yang pernah mama pakai sewaktu hari wisudanya yang ditemani oleh ayah, dimana hubungan kedua orang tuaku itu masih hangat dan penuh kasih.

boyfie •bang yedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang