B O Y F I E
Bang Yedam
"Junghwan, ih bukain pintunya!" seruku sambil terus menggedor pintu kamarnya. "Pada ngomongin apa sih? Gue diajakin dong!"
Jadi, sekarang ini aku sedang berusaha menelusup masuk ke kamar Junghwan. Bagaimana tidak penasaran kalau Yedam yang baru datang tiba-tiba diseret Junghwan ke kamarnya? Huh, apalagi sejak kemarin aku belum bertemu Yedam secara langsung. Aku kan juga ingin berbicara dengannya! Soal dia yang ternyata bertemu dengan Soyeon pun belum sempat kutanyakan.
"Junghwaaan! Gue tenggelemin nih hotweels lo ke akuarium? Gue racunin ikan beta lo, mau? Gue rusakin praktek kacang hijau lo juga, nih?"
"Coba aja lakuin kalau mau Shopee-pay lo gue habisin," teriak Junghwan dari dalam kamarnya.
"Punya adik gatau diuntunggg!" Aku akhirnya mengalah dengan berhenti menggedor pintu kamarnya. Meski begitu, aku tetap mengumpat kecil sambil menunggu mereka mengeluarkan diri dari kamar Junghwan.
Untunglah tak berselang berapa lama, Yedam membukakan pintu. Begitu melihatku sasarannya adalah rambutku. Yedam memberantakinya kemudian berkata, "aku bawa lego nih, mau pasangin lego?"
"Mau!"
Aku duduk sembari bersenandung kecil untuk menunggu Yedam yang tengah mengambil mainan bongkar-pasang benama lego itu. Begitu Yedam memperlihatkannya padaku, aku terlonjak kegirangan. "Lego super mario!" seruku. "Ayah kamu juga suka super mario? Kok baru tahu? Perasaan lego ayah kamu semua lego klasik, tematik, pokoknya yang serius-serius?"
Yedam tersenyum, dia menempatkan dirinya di sebelahku sebelum menjawab pertanyaan berantai dariku. "Ini, coba dengerin voice note dari Ayah."
Aku memasang telingaku ketika Yedam mulai menekan tombol play pada pesan suara yang dikirim Ayahnya. Aku membekap mulutku tidak percaya ketika mendengar bahwa lego super mario itu memang sengaja dibelikan Ayah Yedam untukku. "Serius?"
"Iya, katanya Ayah kangen pasang lego bareng sama kamu lagi. Tapi akhir-akhir ini Ayah harus bolak-balik luar kota, kamu juga lagi sibuk-sibuknya sekolah, jadinya ditunda aja pasang lego bareng kamu-nya. Gitu kata Ayah."
"Ish, kalau gitu besok waktu Ayah kamu udah luang bilang ke aku, ya! Mau sesibuk apapun aku kalau main lego ayok dah."
"Iya, beres," kata Yedam. Dia mengeluarkan printilan-printilan lego dari box, kemudian menyerahkannya padaku. "Hari ini main dulu, belajarnya besok lagi, ya."
"Iya!"
Tanpa berlama-lama, aku hanyut dalam permainan bongkar-pasang itu. Sambil memperhatikan petunjuk, tanganku sibuk merakit hingga tak sadar kalau kini Yedam telah menyenderkan kepalanya di pundakku. Aku sempat meliriknya sejenak, Yedam juga sedang bermain game di ponselnya. Coba tebak dia sedang bermain apa? Yedam sedang bermain zombie tsunami.
Aku tersenyum. Dibalik dewasanya seorang Yedam, dia memiliki sisi manis dan menggemaskan seperti anak kecil. Semacam, Yedam yang punya kebiasaan menggenggam tanganku, atau memelukku tanpa alasan yang jelas. Ah, dia juga sering membuat berbagai ekspresi lucu seperti bocah berumur lima tahun. Dan aku tahu kalau Yedam hanya menunjukkan sisi lainnya pada orang terdekatnya saja.
Aku tidak pernah merasa terganggu barang sekalipun saat Yedam bertingkah seperti anak kecil. Justru karena itulah aku semain menyukainya. Artinya, Yedam percaya padaku, bukan? Selain itu, aku juga ingin menjadi tempat dimana Yedam bisa bersandar dan menjadi tempat dimana Yedam bisa menjadi dirinya sendiri.
"Yedam,"
"Hm?"
"Kemarin kamu ... ketemuan sama Soyeon, ya?"
Yedam melepas perhatian pada poneselnya, dia menatapku kemudian menjawab, "iya. Maaf ya, habisnya Hyunsuk juga kelihatannya dipaksa buat nemuin aku sama teman kamu itu. Jadi posisinya sama-sama nggak bisa nolak."
Oke. Aku percaya. Selain itu aku juga tidak ingin memperpanjang permasalahan hanya karena terbakar api cemburu. "Nggak kok, kamu nggak perlu sampai minta maaf."
Yedam tersenyum. Sembari mengacak kecil rambutku, Yedam berkata, "Minggu depan aku harus keluar kota. Anak jurusan bikin acara camping, terus nggak tahu gimana aku dipilih jadi panitia."
"Yaudah, sokin lah."
"Kamu mau ikut?"
"Gila ya? Nggak lah, aku aja cari waktu santai seharian penuh susah. Mana bisa liburan?"
"Ternyata kamu sadar juga kalau akhir-akhir ini kamu keras banget sama diri kamu sendiri," ujar Yedam.
"Hmm ... wajarnya anak tingkat akhir memang seperti itu," kataku.
"Aku ngerti ini masa-masa paling penting di SMA, aku juga pernah ngerasain. Bahkan aku juga sama kayak kamu, terlalu keras sama diri sendiri dan rasanya menyiksa. Tapi kamu tahu nggak, kenapa hari libur diterapkan di semua kalender dunia? Biar kita bisa istirahat, Le." Yedam melanjutkan, "Kamu harus berjuang, tapi jangan lupa kalau kamu juga butuh istirahat."
B O Y F I E
Bang Yedam

KAMU SEDANG MEMBACA
boyfie •bang yedam
FanfictionThere is no way for me to 'unlove' him. -Helen Started 18 September 2020