two

607 77 13
                                        

im sure that yall know how to appreciate someone's hard work.

B O Y F I E
Bang Yedam

Aku yang baru saja mengakhiri kegiatan belajarku lantas berbalik menghadap Yedam. Dia masih memejamkan matanya, tertidur pulas di sofa menemaniku sedari tadi. Aku ingin membangunkannya hanya untuk sekedar meminta Yedam pindah ke kamar Junghwan pun tidak tega. Terkadang Yedam memang tidur dirumahku. Tolong jangan salah paham dulu ... Yedam hanya menginap, lagipula dia tidur di kamar Junghwan. 

Tak berselang lama, Yedam menggeliat, lalu membuka matanya perlahan. Dia menatapku dengan tatapan seperti seorang ayah yang amat menyayangi putri kecilnya. Ah, kalian tahu maksudku bukan?

"Kamu udah selesai belajarnya, Le?"

"Iya, udah."

"Ini jam berapa?" tanyanya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.

Aku menjawabnya, "Jam sembilan malam."

"Junghwan dimana?"

"Di kamar, lagi main pabji."

"Kalian udah makan?"

Aku meringis. Pasalnya, setiap Yedam bertanya apa aku dan Junghwan sudah makan, selalu saja bahan masak dirumah kami habis. Selalu begitu, jadi terpaksanya aku menjawab, "Eum, ini lagi mau masak ... mie instan."

Yedam beranjak dari duduknya. Lelaki itu mengambil jaket abu-abu yang selalu ia kenakan setiap pergi kemanapun, pemberianku sewaktu ulang tahunnya setahun lalu. "Sebentar, ya."

"Eh, mau kemana?"

"Ke mininarket, beli sayuran. Nanti aku masakin sup." Yedam tersenyum.

"Jangan." Aku menahan Yedam dengan cara menarik tangannya. "Nggak usah."

"Hei, kenapa? Kamu nggak kayak biasanya, Le." 

"A-aku lagi pingin makan mie aja," ujarku berbohong. 

Sebenarnya aku hanya tidak ingin Yedam terus-terusan begini. Dia terus saja bertingkah seperti orang tuaku yang membiayai kehidupanku dengan Junghwan. Aku yakin kalau setiap orang yang baru melihat Yedam yang seperti ini padaku, pasti berpikir kalau dia sangat manis dan boyfriend-able bukan?

Yedam yang sangat perhatian dan aku yang terlihat begitu munafik karena terkesan segan menerima kebaikannya. Iya, kan?

Tapi tunggu dulu. Bukankah menanggung biaya makanku dan Junghwan terlalu berlebihan untuk dia yang hanya sebagai pacar dan bukan keluarga kandung sama sekali? Kalaupun Yedam tulus melakukannya untukku sekalipun, aku tetap akan merasa sungkan. Tentu saja, siapa yang tidak begitu?

Kalian harus tahu kalau Yedam juga terkadang pergi ke rumahku hanya untuk memastikan rumahku tertata bersih, memastikan apakah aku dan Junghwan mendapat masalah di sekolah atau tidak, pokoknya dia bertingkah layaknya orangtua untukku dan Junghwan. Apa orang lain juga begini saat pacaran? Kurasa tidak.

Suara lembut Yedam akhirnya mebuyarkan lamunanku. "Yaudah, tapi biar aku yang masak. Kata kamu mie buatanku lebih enak dari mie warteg, kan?" 

Aku hanya mengangguk untuk menjawabnya.

"Kamu panggil Junghwan jangan lupa."

"Iya."

Begitu aku telah berhasil menyeret Junghwan keluar dari kamarnya, semerbak wangi aroma mie instan berkeliaran memenuhi ruang makan rumahku.

boyfie •bang yedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang