🧡Calon Istri Untuk Mas Mihun

37 5 5
                                    

"Hapus dulu airmata kamu, Jamie."

         AKU pun menoleh, hendak melihat siapakah seseorang yang berada di belakangku. Tepat saat aku telah menoleh, rasa kecewaku perlahan menjalar. Nyatanya bukan Mas Mihun yang memanggilku, melainkan Mas Mail. Sadarlah Jamie! Jangan banyak halu.
Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Mas Mail saat melihatku berbalik ke arahnya. Tapi perlahan dia melangkah mendekatiku tanpa rasa ragu. Saat aku melirik tangannya, ternyata dia membawa sapu tangan kecil di sana.
Tanpa kusadari, kini dia sudah berada tepat di depanku. Lalu, secara tiba-tiba dia menggelapi airmataku menggunakan sapu tangan kecil yang ia bawa. Tentu saja aku yang terkejut atas perlakuannya hanya dapat terdiam mematung.
"Hapus airmata kamu Jamie, saya tidak suka kamu sedih seperti ini." Celetuk Mas Mail, seraya menggelapi airmataku dengan sapu tangan.
Sementara itu, aku hanya dapat menumpahkan airmata tanpa dapat menjawabnya. Isakan demi isakan tangisku selaras dengan airmata yang meluncur bak air terjun.
"Coba sekarang jelaskan ada apa?" Tanya Mas Mail, mencoba membuatku menjelaskan permasalahanku padanya.
"Tenang saja Jamie, saya akan menjaga rahasia kamu. Bicara saja."
"Hiks... beneran?" Tanyaku, memastikan.
Mas Mail pun mengangguk mantap kepadaku. Hal itu pun membuatku yakin untuk menceritakan permasalahanku ini dengan dia. Awas saja kalau dia bohong!
Aku pun menceritakan semua hal yang membuatku menangis. Selesai bercerita, Mas Mail pun mengajakku untuk duduk santai di samping kolam renang. Dia bilang, melihat air akan membuat hatiku lebih tenang. Padahal hal itu sama sekali tidak aku rasakan sewaktu di sini. Aku malah makin sedih dibuatnya.
Bagaimana tidak?
Aku memiliki kenangan memorial dengan Mas Mihun di kolam ini. Ketika aku jatuh ke kolam dan diselamatkannya, lalu dia menyelamatkan aku untuk kedua kalinya saat aku diceburkan oleh Liha, dan saat dia menuliskan nama seseorang di permukaan air.
Semuanya masih jelas di ingatanku. Bahkan hingga sekarang, aku masih bertanya-tanya siapakah nama gadis yang Mas Mihun tuliskan di permukaan air. Tapi satu yang aku yakini, pasti bukan namaku yang ia tulis.
"Jamie, tidakkah kamu merasakan sesuatu?" Pertanyaan Mas Mail menyadarkanku dari lamunan.
"Rasa apa Mas? Rasa asin? Iya sih, soalnya tadi airmata Jamie ketelen."
"Bukan. Apa kamu tidak tau ada orang yang punya perasaan untuk kamu?"
Sungguh aneh. Aku betul-betul tidak paham dengan apa yang Mas Mail katakan.
"Maksud Mas Mail apa?"
Sebetulnya aku juga masih takut berdekatan dengan dia. Tapi apalah daya, dia juga baik kok. Nanti saat dia menunjukkan gelagat aneh baru deh aku akan kabur jauh-jauh.
"Boleh tidak saya menyukai kamu?"
Ini dia. Akhirnya Mas Mail menunjukkan gelagat anehnya. Apakah ini waktu yang tepat untuk melarikan diri?
Tapi, dia tidak terlihat seperti ingin memaksaku kok. Apa aku harus tetap di sini dan menjawabnya? Baiklah kalau begitu.
"Menyukai Jamie? Wah! Tentu saja Jamie bolehin. Tapi Jamie sudah punya suami." Jawabku, mencoba menolak secara halus.
"Suami ya? Tidak apa Jamie. Kamu tau tidak cinta yang tidak pernah memiliki? Nah, saya akan mencintai kamu seperti itu."
Jawaban Mas Mail sukses membuatku terdiam lama. Bukan karena aku tidak tau loh ya, karena aku sudah paham sekali tentang ini. Jika yang ia maksud adalah pengorbanan cinta, maka aku pernah menontonnya di drama-drama Korea.
Biasanya tokoh kedualah yang harus mengalami pengorbanan cinta. Tentu saja karena tokoh utama pasti akan memilih tokoh utama yang diskenariokan menjadi pasangannya.
Lalu, mangkinkah maksud Mas Mail aku ini ia anggap sebagai tokoh utama yang akan dia relakan nantinya. Memangnya aku akan berakhir dengan siapa nanti? Mas Mihun saja marah padaku.
Entahlah, intinya pagi ini bukanlah pagi yang aku impikan. Pagi yang runyam kurasa. Sejak kuterima kontrak konyol itu, sejak adanya asisten pribadi itu, dan sejak Mas Mail mengungkapkan perasaannya kepadaku. Semuanya begitu mengejutkanku.
️️
"Ini daftar gadis yang harus kamu tes hari ini Jamie. Ingat! Gadis yang terpilih harus sempurna dan harus cantik. Ya, meskipun saya tidak peduli kalaupun Gavin menikahi gadis jelek sekalipun." Ujar Nenek Sarina, sambil memberikan papan penilaian dan foto-foto gadis kepadaku.
Ya, pagi ini adalah pagi yang paling bersejarah bagiku. Hari ini, aku, istri jalur afirmasi dari Mas Mihun sendiri yang akan menyeleksi gadis-gadis calon istri untuk Mas Mihun. Kalau di sinetron pasti sudah penuh drama deh. Tapi apalah dayaku? Mari kita laksanakan saja.
Ada sekitar lima kandidat yang akan aku seleksi nantinya. Kata Nenek Sarina, semuanya harus diseleksi berdasarkan tiga kriteria yaitu,
1) Kecantikannya
2) Kepedulian
3) Kesabaran
Semua hal tersebut harus ada pada diri calon istri Mas Mihun nantinya. Karena menurut Nenek Sarina, untuk menjadi istri Mas Mihun haruslah cantik. Selain itu mengingat kondisi Mas Mihun yang masih dalam pemulihan, calon istrinya pun diharapkan memiliki kepedulian tinggi untuk mengurusnya.
Terakhir dan yang paling penting adalah kesabaran. Memang ini agak tidak penting dikategorikan sebagai syarat penyeleksian. Namun kalian tau sendiri kalau Mas Mihun itu super emosian orangnya.
Makanya mungkin Nenek Sarina lebih tau sifat dari cucunya yang pemarah ini. Jadi, dia mencarikan calon istri yang penyabar untuk cucunya yang pemarah.
"Selamat datang di acara seleksi calon istri untuk cucu saya! Saya harap salah satu di antara kalian berlima akan menjadi Istri dari cucu saya nantinya." Ucap Nenek Sarina, memulai acara penyeleksian.
Sementara kelima kandidat tersenyum secara bersamaan. Melihatnya, aku jadi teringat saat aku membelah kerumunan gadis sewaktu diajak Mba Echa mengambil selebaran di kampus. Pada waktu itu, aku masih tidak percaya dengan acara pemilihan calon istri baru.
Tapi sekarang, liat saja. Aku malah membantu Nenek Sarina menyelenggarakannya. Haha... aku ingin tertawa sebentar.
"Untuk seleksi nanti kalian akan dinilai oleh Jamie, cucu memantu saya, istri dari cucu pertama saya. Silakan Jamie!" Aku pun segera berdiri saat Nenek Sarina memanggil namaku.
Hih dia mah memang suka sekali membuat orang lain kaget. Padahal aku tadi sedang mengarang siapa nantinya yang akan menjadi Istri Mas Mihun. Apakah aku akan biasa saja saat salah satu dari kandidat inilah istrinya?
Ah! Kiranya aku mau ngamuk dan guling-guling di acara penting ini. Nanti yang ada aku malah diketawain Farah. Eh, maksudku bukan Farah si asisten pribadi itu loh. Tapi Farah cicak.
"Halo! Nama aku Jamie. Untuk seleksinya ada tiga tahap ya, pertama kecantikan. Yang akan dilaksanakan sore ini. Jadi, persiapkan baik-baik ya." Ucapku, menyapa para kandidat dengan ramah.
Sementara itu, hanya ada empat kandidat yang membalas sapaanku. Itu pun ada yang hanya tersenyum manis saja padaku. Kecuali yang satu ini. Kelihatannya dia sudah mencuri perhatianku sejak awal.
"Hai Kak! Namaku Yumi. Bisa kita berteman?"
Dalam hati aku merasa lucu sendiri. Bagaimana tidak? Jamie dan Yumi. Apa apaan ini? Nama istri jalur afirmasinya Jamie dan nama kandidat calon istrinya Yumi. Kami sama-sama memiliki huruf M dan I di sini.
"Bisa Yumi, Jamie suka kok punya teman baru. Kandidat yang lain juga teman Jamie sekarang."
Semua kandidat kini sedang beristirahat guna mempersiapkan kegiatan sore nanti. Sementara itu, aku berjalan-jalan dari mansion Nenek Sarina menuju pekarangan mansion. Saat aku melewati mansion milik Mas Mihun, aku melihatnya yang masih di kursi roda akan diajak jalan-jalan oleh sang asisten.
Kelihatannya dia senang sekali punya asisten pribadi baru. Bahkan kini dia tidak menghiraukan aku lagi. Ada ataupun tiada, nampaknya dia tidak peduli lagi. Bahkan saat ia lewat di delanku pun dia tidak mau melihatku.
"Hai Kakak! Mau ke mana?" Tanya sang asisten pribadi.
"Halo Farah! Jamie mau ke sana." Jawabku, sambil mengacungkan jari ke arah pekarangan mansion.
"Oh, kalau begitu ayo sama-sama. Ka Gavin juga mau ke sana, ya Kak?" Ajaknya.
Sementara Mas Mihun hanya mengangguk tanda bahwa ia juga ingin pergi ke pekarangan mansion. Astaga, kenapa harus samaan seperti ini dengan dia sih. Padahal aku sedang mencoba sekuat tenaga untuk tidak mendekat dengan dia. Tapi selalu saja begini.
Tut Tut Tut
Tiba-tiba terdengar suara telepon berbunyi. Ternyata telepon Farah yang berbunyi.
"Eum... Ka Jamie bisa bantu Farah tidak? Farah harus jawab telepon ini. Bagaimana kalau Ka Jamie jagain Ka Gavin dulu?" Tawar Farah kepadaku.
Huft... dasar. Terpaksalah aku harus mengiyakan maunya. Mau bagaimana lagi? Kalau aku menolak kasihan juga Farah. Kan mungkin saja telepon itu penting.
Akhirnya tinggallah kami berdua dengan rasa canggung yang menyelimuti. Aku benar-benar tidak siap untuk bertatapan muka lagi dengan Mas Mihun. Tapi ayolah, bahkan dia sedang dicarikan calon istri baru oleh Nenek Sarina. Jadi aku hanya perlu bersikap seperti biasanya.
"Mas Mihun mau ke sana kan? Sini Jamie anterin." Tawarku, sambil memegang dorongan kursi rodanya.
Tepat saat aku hendak memberi dorongan pertama pada kursi rodanya, Mas Mihun segera mencegahnya dengan memegang tanganku. Tentu saja aku langsung berhenti dan beralih menatapnya.
"Kenapa Mas? Oh, apa Mas mau ke dalam kamar lagi? Baiklah Jamie antarkan." Tebakku, asal.
"Tidak."
"Terus Mas mau ke mana?"
"Saya mau sendiri di sini saja. Sana kamu pergi! Saya tidak mau kamu mencelakai saya lagi." Usirnya, membuatku langsung mundur teratur ke sebuah pohon.
Tidak. Meskipun dia ingin aku pergi saja, tapi aku tetap harus menungguinya di sini. Rasanya tidak tenang jika meninggalkan Mas Mihun sendirian di sini. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang.
Aku pun menyandarkan diri di pohon sambil mengingat kata-kata yang Mas Mihun lontarkan tadi. "Saya tidak mau kamu mencelakai saya lagi." Sungguh menyedihkan dia berkata seperti itu. Rasanya sakit sekali dadaku.
Ya, walaupun aku memang pantas diperlakukan seperti ini karena kesalahanku. Tapi tetap saja rasanya sakit. Padahal aku sendiri yang mau dia marah padaku.
Aku begitu larut dalam rasa sakit sampai tidak menyadari akan langit yang berubah menjadi abu-abu. Lalu perlahan awan itu semakin menyebar dan rintik-rintik hujan pun turun.
Aku baru sadar setelah setetes air hujan mengenai hidungku. Aku pun melihat Mas Mihun yang masih berada di depanku. Tidak sedikit pun dia bergerak. Hingga tetesan gerimis yang semula hanya setitik biji semangka kian deras.
Kakiku pun melangkah dengan sendirinya menuju Mas Mihun. Lalu kedua tanganku meraih dorongan kursi rodanya dan membawanya kembali ke dalam mansion.
Terserah saja Mas Mihun akan memakiku atau semakin menjauhiku nantinya. Yang pasti aku juga tidak ingin dia sakit hanya karena kehujanan seperti tadi.
"Mas Mihun ganti baju ya? baju Mas Mihun basah nih." Tanyaku, saat kami berada di dalam kamar.
"Tidak usah. Keluar sana! Farah bisa mengurus saya nanti."
Oh, jadi sekarang semua tergantung pada Farah?
"Tapi itu kan nanti Mas, ini bajunya basah banget loh,"
Pada akhirnya aku tetap mengambilkan pakaian dari dalam lemari untuknya. Barulah setelahnya aku pergi dari hadapannya.
Tidak terasa, sore hari datang secepat ini. Ini artinya seleksi pertama akan segera dimulai. Yap! Seleksi kecantikan. Aku penasaran di antara mereka yang notabene cantik-cantik semua itu siapakah pemenangnya.
Awalnya acara seleksi berjalan dengan lancar. Namun, beberapa saat kemudian semuanya berubah.
Mas Mihun datang dengan kursi rodanya. Tentu saja ditemani oleh Farah. Dia yang tiba-tiba datang sontak membuat kelima kandidat berteriak histeris.
"Wah! Ganteng sekali." Celetuk Yumi.
"Hai! Calon suami aku." Sapa kandidat yang lain.
Itu dia dua respons lebay dari kandidat calon istri Mas Mihun. Mari kita simak bagaimana kira-kira respons dari Mas Mihun.
"Cukup! Saya tidak mau Anda mencarikan ataupun memilihkan calon istri untuk saya. Urus saja urusan Anda sendiri." Ucap Mas Mihun, menolak kandidat calon istrinya yang disiapkan Nenek Sarina.
Nenek Sarina yang mendengarnya pun langsung naik darah. Mungkin dalam hati ia mengomel, "susah-susah saya carikan calon istri, dia malah menolak mentah-mentah seperti ini." Ini baru kemungkinan. Karena bisa jadi kata-kata yang ia keluarkan nanti akan lebih pedas lagi.
"Dasar payah! Susah-susah saya carikan calon istri yang sempurna, kamu malah menolak. Jika saya mengurusi urusan kamu memangnya kenapa? Oh, apa kamu sudah punya istri ya sebenarnya?"
Deg
Ketika aku mendengar pertanyaan Nenek Sarina tadi, aku langsung takut. Takut kalau rahasiaku akan ia ketahui. Juga takut kalau mulut Mas Mihun mengatakan yang sebenarnya bahwa akulah Istrinya yang asli.
"Ya, saya memang punya itu."
Gawat ini. Apakah Mas Mihun akan mengaku sekarang. Ah! Aku belum siap. Misiku juga belum sepenuhnya berjalan. Bagaimana aku dapat mendapatkan Bu Rita kembali.
"Oh, siapa dia?" Tanya Nenek Sarina, penasaran.
Gawat.
"Dia adalah, Farah. Farah akan menjadi Istri saya. Karena hanya dia yang bisa menjaga saya dengan baik. Dia saja sudah cukup bagi saya." Ujar Mas Mihun, sambil menatap Farah.
Jadi bukan akulah yang akan dia sebut. Jika begitu, seharusnya aku tidak usah takut tadi. Lalu, apa katanya tadi? Hanya Farah yang bisa menjaganya dengan baik? Benar. Mungkin kebenciannya padaku semakin menjadi.
Maka, mulai sekarang aku pun harus bersikap biasa saja padanya. Toh pernikahanku juga bukan atas namaku sendiri. Harusnya Mba Lisa lah yang cemburu sekarang.
"Apa?! Kamu ingin menikahi Farah?"
Tuh kan, baru saja aku menyinggung. Kini Mba Lisa telah datang dengan membawa seribu pertanyaan. Entahlah dianggap apa Mba Lisa ini oleh Mas Mihun.

"Iya. Saya akan menikahi Farah, secepatnya." Tepat saat mengatakan kata 'secepatnya', pandangan mata Mas Mihun melirik ke arahku singkat.
Agaknya dia berusaha membaca ekspresiku. Apakah aku cemburu atau tidak padanya.

"Oh, aku doakan semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua." Ujar Mba Lisa, sambil melangkah pergi.
Dari gelagatnya, aku tau Mba Lisa pasti sangat sakit hatinya. Bahkan mungkin lebih sakit dari yang aku rasakan. Aku juga tidak tau kenapa bisa ikutan sakit hati begini.[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ISTRI JALUR AFIRMASI [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang