38. Kabur ✍

50 5 0
                                    

Di salah satu apartemen mewah yang terletak di lantai delapan, tempat yang baru ditinggalinya beberapa bulan ini. Apartemen mewah yang biasanya sunyi, sepi dan terasa dingin kini tak lagi terasa.

Suasana hangat, ramai oleh celetukan orang-orang menghiasi apartemen seorang remaja yang bersekolah di Golden High School.

"Sumpah ya ga, nggak ngerti lagi gue sama hidup lo," celetuk cowok dengan gaya rambut berjambul yang menatap serius ke lawan bicaranya.

"Udah berapa kali lo ganti nama?" tanya si cowok berambut cepak sambil memegang botol soda dan berusaha membukanya.

Sedangkan yang ditanya tahu betul maksud teman-temannya tadi. "Dia adek gue, dan udah cukup selama ini gue seakan gak tahu apa-apa."

Kedua cowok yang tengah beradu kemampuan di depan layar Play Station tadinya saling menyumpahi namun ketika mendengar percakapan temannya mulai serius memutuskan menghentikan permainan.

Sedangkan seorang yang tadi tiduran di sofa sambil memakan snack ringan pun ikut bergabung namun tetap membawa bungkus makanannya.

"Jadi lo mau gimana? Lo mau temuin keluarga lo sekarang?" tanya Leno yang baru saja meninggalkan permainan serunya bersama Deon.

Deon menyela dengan cepat sebelum Gana menjawab. "Emang kejam paman lo gan, motifnya apa coba misahin lo sama keluarga lo?"

Tatapan Gana menerawang, "hidup bertahun-tahun sama orang gila itu bukan berarti gue gak mencari tahu alasan dia apa, makanya gue berusaha buat pergi dari cengkramannya," jelasnya.

"Gak waras emang si Edgar, paman lo bener-bener gila gan," ujar cowok itu sembari memasukkan keripik kentang ke mulutnya.

Paman Gana adalah Edgar.

Si gila kekuasaan.

"Yang pasti belum saatnya gue muncul di depan mereka, gue rasa mereka belum tahu keberadaan gue. Yang harus gue lakuin dulu adalah buat orang gila itu menjemput karmanya, " ucap Gana diselingi nada sarat akan dendamnya.

***

Dunia terasa tak adil kepada Gaharu, kebahagiaan seakan tak memihak kepadanya. Seolah masalah selalu berkejaran dengan waktu, datang siiih berganti dihidupnya tanpa memberikan sedikit jeda untuknya mencari kebahagiaan.

Kabur adalah pilihan yang tepat menurut Gaharu, bolehkah dia mengasingkan diri sebentar saja. Walaupun dia harus lari dari segala masalahnya yang entah akan selesai atau tidak.

Dia lelah.

Sangat lelah.

Berbekal tas punggung hitam besar yang berisi pakaian juga peralatan sekolah, Gaharu memantapkan langkah untuk pergi dari rumah. Bagaimanapun dia juga seorang remaja pada umumnya yang belum di tuntut oleh kedewasaan. Pasti ada pikiran dimana dia lelah dan ingin lari dari semua masalahnya, apalagi keputusan itu yang diambil ketika emosinya sedang tidak stabil.

"Maaf bunda, Gaharu salah... "

...karena udah kecewain bunda berkali-kali, karena gak bisa jadi anak baik seperti yang bunda pengen.

"Bunda baik-baik ya disini, Gaharu pergi buat nenangin diri sementara waktu." Lagi, dia bergumam sendiri seolah Melody bisa mendengarnya.

Dentingan detik jarum jam yang terdengar di kesunyian malam. Pukul setengah dua pagi Gaharu pergi, menyisakan jejak kaki yang tak berwujud. Menambah kesunyian rumah yang telah ditinggalinya delapan belas tahun ini.

Pertama kali.

Ini pertama kalinya Gaharu pergi dari rumah, dalam rangka kabur. Biarlah, memang pikirannya tengah dangkal.

GAHARU {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang