Ch. 6 - Reliable Tameng

17 5 3
                                    

"Pak Adrian, Bu Rosa, Bu Maya, Pak Zendy, kalian berempat duduk di meja ini ya," kata Ayla sambil mengarahkan dua pasang suami istri itu ke meja makan yang masih kosong. Kemudian para pelayan dengan sigap mengambil alih dan mulai menghidangkan berbagai macam makanan ke atas meja.

"Pak, Bu, selamat menikmati makan malamnya," lalu ia beranjak pergi menuju meja yang telah dikhususkan untuk tour guide.

"Finally, it's our turn," kata Arslan yang juga baru bergabung duduk di meja yang sama dengan Ayla.

"Yeah, udah lapar banget nih," balas Ayla sambil melepaskan jaketnya dan menyampirkan pada sandaran kursi.

"Hahaha afiyet olsun – selamat makan. Kamu coba Karnıyarık ini, one of the best in this retaurant!" tunjuk Arslan pada makanan yang tepat berada di depan piring Ayla.

Ayla mengernyit, "Ini... terong kan?"

"Iya, ayok di coba dulu, aku yakin kamu pasti akan suka."

Dalam hati Ayla mendengus. Ia sama sekali bukan pecinta terong. Tapi demi tidak menyinggung partner kerjanya di hari pertama, mau tak mau ia memaksakan diri untuk mencoba potongan paling kecil.

Dari alisnya yang bertaut dengan raut wajah tegang perlahan berubah menjadi rileks bahkan matanya melebar saat merasakan tekstur daging yang berpadu dengan saus tomat dan terong.

"Gimana?" tanya Arslan dengan senyum sumringah di wajahnya.

Kedua alis Ayla terangkat tinggi, "Wow! This is good! Gak nyangka terong bisa seenak ini."

"Kalau gitu makan yang banyak, coba Menemen juga dan oh! Manti disini kamu wajib coba. Sangat enak," katanya sambil menjelaskan beberapa makanan khas Turki.

"Orang kalau gak tau kamu itu tour guide pasti ngira kamu itu food blogger. Pernah kepikiran ganti pekerjaan?"

"Tidak, passion ku di pariwisata. Kuliner itu lebih karna aku hobi masak. Kalau kamu?"

"Same passion but different hobby. Kalau soal masak.. aku lebih kayak love-hate relationship."

Dahi Arslan berkerut, menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Jadi aku lumayan tertarik dengan dunia masak tapi tiap kali mikir harus berperang ama minyak goreng yang muncrat sana sini, aku langsung kayak... byeee. Mungkin aku emang lebih cocok jadi tukang icip-icip kali," jelas Ayla disertai cengiran lebar diwajahnya.

Arslan tertawa.

"Kalau ada kesempatan, aku...." Arslan tak menyelesaikan perkataannya karna Omah Lisa keburu menghampiri mereka. Ayla segera berdiri menyambut Omah Lisa.

"Ayla, saya mau minta tolong, jaket adik saya hilang. Padahal dari bandara sampai masuk ke bus masih ada. Terus waktu kita ke taman bunga, dia tinggalin di bus. Tadi waktu mau pakai baru sadar jaketnya hilang."

"Nanti kita coba cari sekali lagi ya."

"Tolong dibantu ya. Udara disini masih dingin banget. Adik saya gak tahan dingin."

"Iya, Omah. Kami pasti bantu cari."

"Kalau gitu, aku kembali ke sana dulu," pamit Omah Lisa, lalu beringsut kembali ke meja makannya.

"Aku rasa tidak hilang sebab Pak Hasan menjaga bus sepanjang kita di taman Emirgan. Mungkin hanya terjatuh ke bawah kursi, nanti kita cek," kata Arslan yang disambut dengan anggukan setuju dari Ayla.

🎈🎈🎈

"Jadi gimana, Ayla?  Bisa tolong di tanyakan ke supirnya lagi gak? Mungkin ada yang masuk ke bus waktu kita lagi di taman?"

"Tadi Pak Hasan bilang, dia ada kunci pintu bus dan gak ada yang masuk. Gini aja, Omah istirahat dulu malam ini. Nanti, aku minta Pak Hasan tolong cari sekali lagi."

Dari raut wajah Omah Lisa masih terlihat tak puas tapi dia tak lagi memaksakan kehendaknya, "Besok kabarin lagi ya," pesan Omah Lisa sebelum berjalan masuk ke dalam lift yang telah terbuka.

"Selamat beristirahat, Omah." Lalu pintu lift pun tertutup, membawa kedua Omah ke lantai kamar mereka. Ayla bergegas kembali ke lobi untuk mengambil kopernya, namun langkahnya terhenti karena kemunculan Teddy.

"Semua udah beres? Gue antar lu ke kamar ya," kata Teddy hendak meraih koper Ayla, tapi ia memegang erat pada gagang kopernya.

"Gue bisa sendiri. Lu duluan aja."

"I insist," balas Teddy tegas.

Ayla tahu betapa keras kepalanya Teddy. Dari dulu kalau Teddy telah memutuskan sesuatu, dia tak akan mendengarkan pendapat siapapun. Sering kali Ayla yang harus mengalah kalau tidak mau berujung berantem. Tapi kali ini berbeda. Apa kata orang jika sampai melihat Teddy mengantarnya ke kamar? Mana tur ini ada si kembar yang kenal Bella lagi.

"Lu duluan aja. Gue masih ada kerjaan," ulang Ayla sekali lagi, mencoba menghindari Teddy.

"Oke, gue tunggu."

Tak tahu harus bagaimana, Ayla mengedarkan pandangannya dan matanya jatuh pada sesosok yang masih tengah berbincang-bincang dengan temannya. Mungkin sosok itu bisa jadi solusi.

"Gue masih ada hal yang perlu dibahas dengan Arslan," kata Ayla, "Dan lu nggak boleh ikut dengar. Ini menyangkut privacy dari agency kami," tambahnya. 

Teddy melirik ke arah Arslan sekilas, "Oke, gue temani lu sampai dia selesai ngobrol dengan temannya."

Tak ingin berdebat lebih jauh, Ayla nekat menghampiri Arslan sambil berharap semoga pria itu dapat mendukung aktingnya.

"Arslan, kita bisa bahas soal tur sekarang?" yang ditanya malah menatap bingung hingga dilihatnya Teddy yang mengekori Ayla dari belakang.

"Yes, give me one minute. Aku pamit dengan temanku dulu."

Arslan kembali mengucapkan beberapa kalimat dalam Bahasa Turki dengan temannya sebelum kembali ke hadapan Ayla.

"Bagaimana kalau kita bahas disana saja?" tunjuknya pada salah satu sofa di lobi hotel.

Ayla mengangguk setuju dan sebelum mengikuti Arslan, dia memastikan Teddy tak lagi menunggunya.

"Ada lagi yang bisa aku bantu?" tanya Arslan tersenyum geli.

Ayla menggeleng salah tingkah. Dugaan dia benar! Kejadian di taman bunga bukan kebetulan! Tapi kenapa Arslan membantunya? 

"Kalian sudah saling kenal sebelum tur ini?"

"Dia.. dia teman kuliah ku," balasnya dengan raut wajah yang terlihat enggan untuk membahas lebih lanjut. Arslan yang menangkap sinyal itu memilih untuk beralih ke topik lain.

"Soal jaket... aku dan Pak Hasan sudah mencarinya sekali lagi. Tapi kami tidak menemukan jaket itu sama sekali."

"Ya udah gak papa, nanti aku pinjamin jaket aku aja."

"Kamu ada bawa jaket cadangan?"

Ayla menggeleng.

"Kalau gitu, besok aku bawakan jaketku saja. Kamu sendiri juga akan memerlukan jaket. Besok kita ke area kaki gunung."

"Thanks," balas Ayla.

"Kamu tahu, hari ini kamu sudah terlalu banyak mengucapkan terima kasih. Aku ini partnermu, Ayla. Kamu bisa mengandalkanku, okay?"

Ayla tersentuh mendengar ucapan Arslan. Bertahun-tahun menjadi tour leader, baru kali ini dia bertemu dengan local guide yang sesuportif Arslan.

"Kalau sudah nggak ada apa-apa, aku pulang sekarang. Sampai ketemu besok pagi," pamitnya.

Sepeninggalan Arslan, Ayla segera menuju ke kamarnya. Hal pertama yang ingin ia lakukan adalah mandi. Tapi notifikasi WhatsApp-nya kembali berbunyi, sehingga ia harus menunda niatnya.

Ternyata pesan itu dari Omah Lisa yang mengabarkan kalau jaket sang adik telah ditemukan dalam hand-carry mereka.

Ayla tersenyum lega, lalu meneruskan pesan ini pada Arslan. Kemudian melanjutkan niat mandinya yang sempat tertunda.

TOURITHJOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang