Ch. 30 - Pemilik Hati

9 1 1
                                    

Déjà vu - itu yang Ayla rasakan saat ini! Ia baru saja mengantarkan Omah Lisa dan Omah Lia masuk ke lift. Seminggu lalu ia juga melakukan hal yang serupa. Bedanya waktu tu Omah Lisa sangat galak lantaran jaket Omah Lia hilang tapi sekarang mereka sangat ramah, bahkan memperlakukan Ayla seperti cucu mereka sendiri. 

Ketika ia berjalan semakin dekat ke arah lobi, ingatan Ayla berhenti pada kejadian Teddy yang mencegatnya, memaksa ingin mengantarnya ke kamar. Tapi ia menolak dan akhirnya berujung nekat menjadikan Arslan sebagai tamengnya. Mengingat itu, Ayla sampai heran... dari mana keberaniannya waktu itu? Secara mereka kan baru saling kenal!

Dan itu semua terjadi seminggu yang lalu. Sekarang sudah tidak ada Teddy, hanya lobi yang masih sama dan Arslan yang sedang menunggu dia di dekat kopernya berada.

"Hey, you've back. Semuanya sudah kembali ke kamar?"

Ayla membalasnya dengan satu kali anggukkan kepala.

"Tentang ide aku tadi, kamu yakin tidak mau jalan-jalan sebentar?"

Ayla tertawa kecil melihat kegigihan Arslan, "Besok aku masih harus bangun pagi-pagi, Arslan."

"Oke," Arslan memandang ke bawah sambil mengangguk-anggukan kepalanya, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu, lalu menengadah kembali, "I would tell you right here then."

Dahi Ayla mengerut, menatap bingung pada Arslan.

"Ayla.. aku tahu apa yang akan aku sampaikan mungkin terlalu cepat. Tapi aku tidak mau menundanya lebih lama lagi," kata Arslan yang telah mengunci mata Ayla dalam tatapannya.

Perlahan ia meraih tangan kanan Ayla, menggenggamnya dengan lembut. Terang saja Ayla terkejut tapi ia tetap membiarkan tangannya di genggam Arslan.

"Ayla Astrella, my heart has recognized you as its owner since the first time we met. When I asked you to give me a chance, I never meant to just stop in courtship. I want to go further with you. So... would you be my girlfriend?"

 Lidah Ayla kelu kehilangan kata-kata, jantungnya bertalu kencang entah sejak kapan, mungkin sejak ia terkunci dalam mata Arslan atau sejak pria itu menggenggam tangannya? Ia sudah tak dapat mengingatnya dengan jelas kapan dan itu semua tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah jawaban apa yang harus dia berikan???

Ayla sama sekali tidak menduga Arslan akan menembaknya malam ini! Ia memang tahu hatinya telah memilih Arslan, tapi ia belum berpikir sampai jadian! Ayla pikir mereka akan coba jalani masa pendekatan dulu - tidak tahu untuk berapa lama - mungkin tiga bulan? Enam bulan? Entahlah, sampai dia dapat mengatasi ketakutannya akan LDR.

"Aku... aku perlu waktu untuk memikirkannya," balas Ayla.

"Baik, aku mengerti, tapi aku harap kamu dapat memberiku jawaban sebelum kembali ke Indonesia."

Itu sama aja besok kaliii! seru Ayla dengan gemas dalam hati.

"Oh ya, sebentar," tangan kiri Arslan merogoh ke dalam koceknya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru hitam. Ukuran kotaknya persis sama dengan kotak cincin.

Seketika itu paras wajah Ayla menegang. Dia mengira Arslan hendak mengubah penembakannya menjadi lamaran.

Arslan yang dapat menebak pikiran Ayla, tersenyum. "Tenang, aku tidak plin-plan, walau aku sama sekali tidak keberatan untuk melamarmu sekarang," lanjut Arslan.

Mata belo Ayla semakin membesar, membuat Arslan tergelak melihatnya, "Ini untuk kamu. Coba di buka."

Dengan ragu, Ayla menerima kotak itu dan membukanya. Ia terkesiap tatkala melihat isinya.

"Ini..." Ia tak menyelesaikan kata-katanya. Di hadapannya kini terpampang kalung berbandul balon udara dengan permata warna-warni - yang tak sempat dibelinya sewaktu di Goreme - bertakhta dengan indah dalam kotak tersebut.

"May I request something?" tanya Arslan.

Kedua alis Ayla terangkat, menunggu Arslan melanjutkan.

"Kalau kamu menerimaku, tolong pakai kalung ini."

Ayla hendak mengiyakan tapi Arslan malah salah paham, "Tentu kamu tetap boleh memakainya walau kamu menolakku. Nggg.. aku bukan mau kamu menolakku," lagi-lagi ia merasa ada yang salah dengan kalimatnya.

"Tapi aku juga bukan mau memaksa kamu menerima aku. Aku..." sadar akan kekacauan yang ia timbulkan, Arslan meringis salah tingkah, "Maaf, lupakan saja. Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang aku bicarakan."

Tawa Ayla hampir pecah ketika ia melihat kegugupan Arslan yang sangat menggemaskan, tapi demi menjaga perasaan Arslan, ia tetap memasang raut wajah serius.

"Anyway, kamu istirahat awal ya. Aku pulang sekarang," pamit Arslan yang disertai dengan anggukkan dari Ayla.

🎈🎈🎈

Sudah hampir dua puluh menit, Ayla sengaja membiarkan pancuran air terus menerus menghujaninya dirinya. Biasanya setiap kali ia berdiam diri dibawah aliran air, ia akan tenang dan dapat membuat keputusan lebih cepat. Tapi kali ini berbeda, hati dan pikirannya belum mencapai kesepakatan!

Seandainya semua bisa seperti seri drama yang ia tonton, dimana si cowok menembak dan si cewek dapat dengan mudah menerimanya. Ia juga ingin ending seperti itu, simple, gak ribet. Tapi otaknya tak mengijinkan. Berulang kali, otaknya mengingatkan bahwa ia dan Arslan baru saling kenal.

Ayla kembali mengusap mukanya berkali-kali dengan gusar hingga akhirnya ia sadar kulit jemarinya yang semakin berkerut akibat berada di bawah pancuran air terlalu lama. Ia pun segera menyelesaikan mandinya.

Ketika ia baru saja melangkah keluar dari kamar mandi, hapenya berdering nyaring melantunkan lagu Maroon 5, tanda ada yang meneleponnya. Ia berjalan menuju meja rias, tempat dimana ia terakhir meletakkan hapenya.

Bu Dadan is calling...

Dahinya berkerut. Semalam Bu Dadan memang sempat meminta nomor hapenya. Kata beliau biar bisa keep in touch.  Tapi ia tidak mengira beliau akan catch up secepat ini.

"Halo, Bu."

"Halo, maaf Ibu telepon jam segini. Kamu sudah mau tidur?"

"Belum, Bu. Ini baru abis mandi."

"Oh....baru pulang dari tur ya."

"Iya, Bu. Oh ya, Ibu telepon saya... apa ada yang bisa saya bantu?"

"Sebenarnya Ibu telepon kamu mau bicarakan soal Arslan."

Kerutan pada dahi Ayla semakin bertambah.

"Ibu benar-benar senang melihat kalian dipertemukan kembali. Tapi sayangnya waktu kalian untuk bisa saling kenal gak lama. Dan Ibu tahu, kamu sekarang pasti masih banyak keraguan terhadap Arslan. Karna itu Ibu telepon kamu. Boleh ya minta waktu kamu sebentar?"

"Boleh, Bu."

Bu Dadan tersenyum di seberang, lalu lanjut berkata, "Arslan benar-benar mencintai kamu, Ayla. Dulu setelah kamu pindah, dia pernah kembali mencari kamu. Dia sampai kunjungi ke tetangga satu per satu untuk menanyakan tentang kamu tapi gak berhasil. Sebenarnya dia bisa milih untuk kembali ke Turki, tapi dia memilih untuk tinggal, berharap siapa tahu kalian dapat bertemu lagi. Sekalian dia juga belajar bahasa Indonesia, katanya biar lebih mudah komunikasi dengan kamu dan keluargamu."

Ayla terenyak mendengar perjuangan Arslan atas dirinya.

"Dan selama bertahun-tahun ini, hanya kamu yang ada dihatinya. Ibu pernah beberapa kali mau menjodohkan dia dengan anak teman Ibu di sini. Tapi dia selalu menolak dengan tegas. Dia bilang Tuhan pasti akan membawa kamu kembali padanya. Ayla... Ibu ceritakan ini bukan bermaksud untuk mensugesti kamu. Tapi Ibu merasa kamu perlu tahu semua ini."

"Makasih ya, Bu, udah  ceritakan ke saya."

"Sama-sama. Oh ya, Arslan gak tahu Ibu cerita ke kamu soal ini, jadi tolong dirahasiakan ya. Kalau sampai dia tahu, Ibu pasti diomelin." Ayla tertawa kecil, lalu mengiyakan permintaan Bu Dadan.

Setelah Bu Dadan mengakhiri telepon itu, Ayla kembali tertegun di depan kotak beludru hitam yang kini terbuka lebar seolah sedang menantangnya untuk membuat keputusan - memakainya atau tidak sama sekali?

Ayla memejamkan matanya cukup lama. Ketika ia membukanya kembali, ia tidak meraih kalung itu, melainkan menutup kotaknya!

Ia sudah tahu apa yang harus ia perbuat. Keputusannya sudah bulat!










TOURITHJOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang