Ch. 18 - Nothing Stays Hidden

14 4 6
                                    

"Burada iniyoruz gibi görünüyor [15]", kata Arslan pada Pak Hasan yang tengah mencari tempat parkir bus. Sekarang memang waktu puncak dimana wisatawan pada berbondong-bondong datang berkunjung ke Pigeon Valley. Dimulai dari independent traveller sampai rombongan tur lain juga datang bersamaan.

"Evet. Sanırım öyle [16]", balas Pak Hasan.

Arslan berdiri dari bangkunya, menghadap semua peserta dan mengumumkan, "Bapak-bapak, Ibu-ibu, kita akan turun sekarang. Pastikan anda tidak meninggalkan barang penting di dalam bus. Sekarang silahkan ikuti saya."

Seusai berkata Arslan mengeluarkan bendera tur lalu turun dari bus di ikuti setiap peserta.

"Sekali lagi saya mau mengingatkan tentang souvenir di sini. Tolong tidak menawar harga jika anda tidak sungguh-sungguh ingin membelinya. Apa masih ada pertanyaan? Kalau tidak ada, tiga puluh menit lagi kita akan berkumpul kembali di pohon evil eye ini," lanjutnya.

 Apa masih ada pertanyaan? Kalau tidak ada, tiga puluh menit lagi kita akan berkumpul kembali di pohon evil eye ini," lanjutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak seperti biasanya, kali ini ada yang mengangkat tangan dan bertanya.

"Apa gak mau ganti titik kumpul aja? Pohon itu..." Pak Adrian tak menyelesaikan perkataannya. Dia terlihat begitu takut. Bu Rosa yang disampingnya juga kurang lebih sama. Keduanya bergandengan tangan erat seakan-akan sedang menghadapi monster mengerikan.

"Ah, maaf, saya sudah buat Bapak dan Ibu salah paham. Sebetulnya yang di sebut evil eye itu gantungan ini," tunjuknya pada ratusan gantungan warna biru berbentuk menyerupai mata. "Evil eye dipercaya oleh masyarakat Turki sebagai jimat untuk mengusir roh jahat dan dapat menjauhkan nasib buruk," lanjut Arslan.

Perlahan raut wajah Pak Adrian dan Bu Rosa kembali rileks.

"Oke, apa masih ada pertanyaan? Kalau tidak ada, sekarang waktu bebas. Kita akan kumpul setengah jam lagi," seru Arslan.

Para peserta mulai berpencar, namun kedua Omah justru mendekati Arslan.

"Arslan, saya dan Lia mau beli souvenir tapi kami gak bisa bahasa Inggris, apalagi bahasa Turki. Jadi mau minta kamu temani, boleh gak?"

"Boleh, Omah. Mau cari souvenir apa?" tanya Arslan sambil curi pandang ke arah Ayla. Ia melihat kembar mendekati gadis itu, lalu mereka bertiga beranjak menuju ke bagian bawah Pigeon Valley.

Tapi ternyata tak hanya mereka bertiga saja. Arslan memicingkan matanya saat ia melihat Teddy yang tiba-tiba menyusul. Hatinya jadi tak tenang, mengingat apa yang terjadi tadi pagi. 

"Nak Arslan, saya mau beli magnet ini dua puluh buah. Oh ya, di sini ada jual kaos yang tulis I love Turki atau Kapadokya?" tanya Omah Lia, berhasil menarik kembali perhatian Arslan.

"Ada, Omah. Nanti kita ke toko yang satu lagi ya."

Omah Lia mengangguk-angguk dengan semangat, dan kembali asyik memilih souvenir gantungan kunci sedangkan Arslan menoleh lagi ke arah terakhir kali ia melihat Ayla tapi gadis itu sudah tak terlihat sama sekali. 

TOURITHJOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang