V01| Percakapan dalam limosin

2.5K 198 3
                                    



"Ayo berpose biar kakak photo" Jimin menyuruh Sungchan berdiri memegang izasahnya.

Adiknya baru saja merayakan kelulusan dari SMP. Mereka hanya berdua tidak seperti anak-anak lainnya yang menerima bunga dan berpoto dengan kedua orangtuanya.

Jimin mengeluarkan ponsel jadul entah keluaran tahun kapan tapi itu cukup untuk membuatnya bisa berkomunikasi. Ia sendiri akan menjadi murid kelas sebelas usai liburan sekolah ini.

"Apa aku bisa makan daging hari ini?" Jimin menghela napas panjang mendengar keinginan Sungchan.

"Tentu saja" ia tak ingin mengecewakan adiknya yang sedang bergembira.

"Tapi kalo makan daging kita pasti tidak akan bisa bertahan sebulan ini" Jimin menggelengkan kepalanya.

"Tenang saja masih cukup kok, umurku sudah tujuh belas pasti bisa diterima kalo kerja di minimarket"

Percakapan seperti itu seolah sepele bagi orang lain tapi bagi mereka itu hal yang penting dan bisa diterima kerja di minimarket berarti akan punya makanan sisa yang tak terjual untuk bekal makan mereka.



Tiba-tiba datang sepasang suami istri dengan tampilan elegant menghampiri mereka dengan buket bunga yang cantik.

"Sungchan selamat ya" Wanita elegan itu menyerahkan bunga pada Sungchan dan memeluknya, begitupun suaminya menyalami Sungchan dan mengelus kepala bocah itu.

Sungchan dan Jimin hanya diam terkejut dengan kehadiran mereka. Keduanya ingat pasangan itu dan juga tawaran mereka saat di rumah duka, tapi itu sudah sebulan yang lalu jadi mereka pikir itu hanya emosi sesaat.

Lalu seorang pria lagi yang dari tadi mendamping pasangan itu membantu memotret Sungchan dan Jimin bersama pasangan kaya itu.

Kemunculan pasangan bersama pengawalnya itu itu cukup menarik perhatian teman-teman Sungchan, tak sedikit yang bertanya-tanya.

"Itu orang tuanya Sungchan?"

"Mereka terlihat seperti orang kaya?"

"Kenapa selama ini Sungchan bersikap seolah-olah selalu sangat kekurangan uang?"

Pasangan itu ternyata serius ketika berkata ingin menjadikan Jimin dan Sungchan sebagai anak mereka dan saat ini mereka semua sedang berada dikantor pengacara.

Urusan dengan pengacara itu bisa diselesaikan dalam waktu satu jam. Jimin dan Sungchan yang masih memakai seragam sekolah hanya duduk saja diruang tunggu kantor pengacara itu sementara orang-orang dewasa menyelesaikan urusan mereka. 

Dengan ditandatangani oleh pengacara dan orang dari yayasan amal serta petugas pemerintah sebagai saksi, dokumen pengadopsian Jimin dan Sungchan oleh keluarga Jung akhirnya resmi.


"Beres sudah, apa yang kau inginkan untuk merayakan kelulusanmu dan juga merayakan kalian resmi jadi anak kami" Tuan Jung bertanya pada Sungchan.

"Aku lapar dan ingin makan daging" ucap Sungchan malu.

"Baiklah ayo" mereka mengajaknya menaiki mobil.


Mereka berempat kini berada dalam limosin yang memiliki tempat duduk saling berhadapan Jimin dan Sungchan duduk dihadapan pasangan itu dengan canggung. 

Tuan Jung yang sekarang resmi menjadi ayah mereka menatap keduanya dengan detail dari ujung sepatu hingga wajah kedua remaja itu.

"Kamu jangan menatap mereka seperti itu sayang. Kau menakuti mereka" Nyonya Jung menyentuh paha suaminya mengingatkan.

"Apa golongan darah kalian?" tanya Tuan Jung.

"Saya O"

"Saya juga O" ujar Sungchan. Tuan Jung menganggung-angguk.

"Kita semua O, good...bagaimana nilai ujian kalian kemaren?" sebenarnya Tuann Jung sudah mengumpulkan semua informasi mengenai dua remaja yang akan diadopsi ini. Ia bertanya hanya ingin tahu saja apakah mereka jujur.

"Jae kamu seperti sedang mewawancarai pegawaimu, kau membuat mereka gugup" sekali lagi Nyonya Jung mengingatkan suaminya karena melihat Sungchan meremas-remas jarinya .

"Kalian pasti haus apa kalian mau minum?"Nyonya Jung membuka kulkas kecil yang ada di dalam mobil.

"Oh" Nyonya Jung tertegun. Suaminya yang ikut mengintip isi kulkas lalu tertawa keras.


"Hahaha Chaeng Kau lebih parah, apa kamu akan menawarkan minuman beralkohol ke anak dibawah umur?" Nyonya Jung akhirnya juga tertawa kecil.

"Kamu benar, maafkan aku...mungkin mulai sekarang kita harus menyimpan minuman yang kalian suka, iya kan?"

Tapi pada akhirnya percakapan itu tidak juga mengurangi kecanggungan diantara mereka.


Limosin itu memasuki halaman salah satu mall terbesar di Korea karena bangunannya terhubung dengan hotel dan apartement mewah.

Jimin menatap ke jendela dan menengadah melihat bangunan tinggi itu.

"Apa kamu pernah kemari Jimin?"

"Tidak, kami tak punya urusan untuk berkunjung kemari"

"Kau benar tak perlu berurusan, kau tahu bahkan harga segelas kopi disini mungkin lebih mahal dari semua barang yang melekat padamu sekarang" Tuan Jung berkata terlalu jujur untuk bisa dikatakan sinis.

"Kenapa kamu berkata begitu Jae?"

" Aku menyatakan fakta"

"Anda benar Tuan Jung, tapi tak berarti anda bisa merendahkan kami dengan ucapan anda. Tak ada yang salah dengan menjadi miskin, menjadi miskin membuat manusia tidak membeli hal yang tak diperlukan dan lebih fokus pada yang dibutuhkan" Jimin mengatakan itu dengan tenang tatapannya berani kearah Tuan Jung.

Tuan Jung sejenak terkejut dengan keberanian Jimin tapi kemudian tertawa senang.


"Hahaha, sikapmu itu ...kau...kau memang pantas menjadi bagian keluarga Jung. Kau tajam, cerdas dan sangat menawan" ia mengepalkan tangan dan mengajak Jimin tos, meskipun canggung gadis itu membalasnya.

"Ingat jangan pernah membiarkan orang lain menginjakmu, mengerti?"

"Mengerti Tuan Jung"

"Panggil saya papa mulai dari sekarang"





🌾

Taulah lagi suka aja upload tulisan-tulisan gak jelas ini.

Mungkin sebagian pernah baca jadi jangan lupa pencet vote😘



Becoming VIP [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang