43

352 67 96
                                    




































Seorang pria bediri menghadap jendela besar yang tirainya hanya terbuka seukuran tubuhnya sendiri. Pria ini berdiri dengan satu tongkat yang menopang tubuhnya. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya melainkan hembusan napasnya yang berat dengan kedua matanya yang tertutup.

Seakan bisa merasakan dinginnya debur ombak di pagi hari, dia mulai sedikit menggeretakkan giginya. Dia tetap berdiri disana meski tubuhnya sejujurnya sedikit menggigil kedinginan. Tapi itulah rutinitasnya beberapa bulan belakangan ini.

"Aku membawakan sarapanmu. Makanlah. Aku akan keluar."

Pria itu menoleh. Jeon Jungkook. "Kau datang lagi?" Tanyanya. Ia berbalik dan meraih kursi roda didekatnya, dengan susah payah melangkah satu kali lalu menghempaskan tubuhnya di kursi roda. Ia lalu menghampiri seorang wanita yang membawa nampan berisi sarapan itu dan memintanya untuk duduk. "Duduklah. Kita makan bersama."

Wanita itu menghela napasnya. "Aku sudah sarapan di jalan. Kau makan saja. Aku akan siapkan obatnya," Wanita itu menaruh nampan berisi menu sarapan rutin Jeon Jungkook itu di meja kemudian beralih ke almari kecil berwarna putih disamping tempat tidur. "Kita lihat apakah Jeon Jungkook melewatkan obatnya atau tidak malam ini."

"Roseanne.." Jungkook memanggilnya. Sejenak wanita itu menoleh, lalu kembali mencari kotak obat-obatan yang harus diminum Jungkook setiap harinya. Jungkook tersenyum kecil. "Terima kasih."

Wanita itu, yang dipanggilnya Roseanne, kemudian mendecih. "Kalau kau mau berterima kasih padaku, maka hentikan kebiasanmu mengurung diri di tempat ini dan mulailah hidup barumu dengan baik. Kau mengerti?"

Jungkook menundukkan kepalanya.

Maksudnya adalah, bagaimana bisa dia hidup dengan baik setelah semua yang yang terjadi?

Baginya, bernapas dengan tenang adalah salah satu hal tersulit yang bisa dia lakukan di sisa hidupnya ini.

Dia telah mengira bahwa dia sudah mati di meja operasi setahun silam, tapi nyatanya Tuhan masih saja mengasihaninya. DIA masih memberinya waktu untuk terus mengingat betapa brengseknya dia semasa hidup. Tuhan memberinya cidera parah di kepala sewaktu bertabrakan dengan Kim Seokjin beberapa tahun lalu, tapi Tuhan tetap dia ingin mengingat semuanya. Tuhan tidak membiarkannya memiliki cacat yang membuatnya tidak ingat sederet kejadian menyakitkan itu dulu, tapi malah terus membuatnya hidup untuk memberinya pelajaran.

Tak salah memang, bukankah sudah seharusnya dia menerima semua ini?

Tapi tetap saja, melihat bagaimana dia berjuang untuk menebus semua kesalahannya selama ini, setidaknya dia bisa mendapatkan satu kesempatan lagi untuk dimaafkan, bukan?

"Hari ini aku akan pergi ke kota untuk menemani Jimin. Aku akan meminta bibi Hong datang untuk menemanimu. Besok aku baru akan pulang bersama adikmu. Jadi untuk sementara waktu jangan keras kepala dan mulailah kembali berlatih. Kau tahu kalau terlalu lama duduk disana kakimu akan mati."

Jungkook hanya mengangguk. "Ah, bisakah kau membelikanku sesuatu?"

Roseanne menoleh. "Hmm.."

"Apa pekerjaan Jimin berjalan dengan baik?"

"Dia selalu melakukannya dengan baik, kau tidak perlu khawatir. Dia lebih kuat dari kakaknya, tentu saja. Itu sebabnya kau harus mulai mencontoh semangatnya. Arraseo?"

HOLD ME TIGHT [KOOKZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang