19

0 1 0
                                    

Moca perlahan membuka matanya, kemudian ia menatap sosok laki-laki yang menariknya tadi.

"Kak Dama. " Ia berdesis.

"Lo jangan egois Moca, anak lo gak salah. Jangan bunuh dia. "

"Da-Darimana kakak tau kalau aku hamil"

"Gue gak sengaja liat lo di klinik tadi, karena gue penasaran akhirnya gue ikutin lo masuk ke ruang pemeriksaan kandungan tadi. " Dama berkata dengan jujur.

"Dan inget, jangan pernah menyalahkan diri lo sendiri. Inget dia (Sambil menunjuk perut Moca?) dia ngak salah. Ini semua kecelakaan yang tanpa disengaja Moca. Mungkin ini adalah takdir, agar lo bisa hidup bahagia bersama Cino. " Dama memberikan nasehat pada Moca.

"Ngak, kak Cino ngak boleh tau kalau aku hamil kak. Saat ini saja dia kuliah di Amerika. " Ucap Moca dengan nada panik.

" Lo ngak boleh egois Ca, anak lo juga butuh ayahnya. Cino pasti ngerti, dan gue yakin dia ngak akan menelantarkan anaknya begitu saja. Dia pasti bertanggungjawab. Karena gue tau Cino itu orangnya kayak gimana. Walaupun dia kelihatan urakan saat sekolah, tapi jiwa gantlenya melebihi orang dewasa. " Dama berusaha memberi pengertian pada Moca.

"Kakak benar, tapi aku takut kak Dama. "

"Udahlah lo ngak usah takut. "

"Baiklah kalau begitu, tapi aku mohon jangan beri tau kak Cino dulu tentang kehamilan ini kak. Biarkan nanti kalau sudah waktunya aku sendiri yang akan memberitahu tentang masalah ini. "

"Baiklah, aku hargai keputusan mu Moca. Dan ingat jika butuh sesuatu jangan sungkan untuk meminta bantuanku. "

Moca hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu Dama mengantarkan Moca pulang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

9 Desember 2021

Mocacino||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang