20

0 1 0
                                    

4 tahun kemudian

Disebuah taman kota banyak sekali anak-anak sedang bermain disana karena hari weekend.

"Ayah... Ayah. " Ucap seorang gadis kecil berusia tiga tahun yang menghampiri Cino.

"Ayah??? Aku?? " Ucap Cino nampak kebingungan.

"Heii bocah kenapa kau memanggilku ayah? "

"Karena anda ayahku. " Ucap gadis kecil itu sambil memeluk kaki Cino. Ya maklum saja tingginya saja tidak sampai satu meter.

"Ehh apa maksud mu bocah?? " Belum sempat ia meminta penjelasan, gadis itu sudah berlari. Disaat ia ingin mengejarnya, tiba-tiba bahunya ada yang menepuk dari belakang.

"Ada apa bro? " Ucap Dama pada Cino.

"Ehhh lo, apa kabar? "

" Lo aneh Cin, ditanya malah balik nanya. by the way kabar gue baik kok. Lo tadi kenapa bengong. "

"Ohh nggak papa kok. "

"Hmmm. Oh ya gue denger lo mau kawin ya sama Luna. " Ucap Dama sedikit menggoda Cino.

"Ehh mulutnya, nikah woi... nikahh. "

"Iya deh nikah. " Dam sedikit cekikikan.

"Gue nggak tau Dam. Demi apapun gue nggak pernah suka sama Luna. "

"Terus siapa yang lo suka? " Ucap Dama yang sedikit penasaran.

"Lo nggak usah pura-pura bego deh, empat tahun nggak ketemu, nggak buat lo amnesia kan? "

"Ya ya gue tau. Jadi selama ini lo masih suka sama si culun Moca? "

"Ya iyalah. Apalagi setelah kejadian malam itu Dam, gue merasa bersalah banget sama dia. Apalagi kalau sampai dia-. " Ucap Cino yang menggantungkan kata.

"Udah positif thinking aja. Lo kan mau nikah, fokus aja sama pernikahan lo. "

"Lo kadang ngeselin ya Dam. Gue bakal fokus sama pernikahan gue, kalau gue udah ketemu sama Moca. "

"Ni orang kekeh banget mau ketemu Moca. Dosa nggak sih kalau gue nggak buka suara. Gue nggak terima kalau Cino sampai ketemu sama Moca, apalagi tau kalau dia punya anak. " Gumam Dama.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

11 Desember 2021

Mocacino||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang