Sejak kejadian tadi, mereka belum membuka suara lagi atau bahkan menjelaskan satu sama lain. Akhirnya Alna masuk kekamar mandi karena tubuhnya mulai gatal-gatal. Lima belas menit setelahnya, Alna keluar dari dalam toilet dan melihat suaminya yang terduduk di sofa. Pria tersebut menyudahi main ponselnya kemudian menyuruh Alna untuk duduk disampingnya, alhasil Alna menurut saja. Perasaan Alna mulai menebak-nebak sebenarnya pria ini pasti mau marah.
"kita kerumah sakit" katanya.
"tidak usah, ini hanya memar. Beberapa hari juga pasti akan sembuh" balas Alna cuek.
"tadi seharusnya kau tidak boleh bicara begitu pada Shara, kasihan dia. Dia itu sempat pingsan saat menuju kemari" lanjut Alna.
"sudahlah, kenapa harus bahas itu. Didalam kamar ini kan hanya ada kau dan aku, jadi bahas masalah kita saja" balas pria tersebut.
"Alna, kita ini bukan orang pacaran yang jika ada masalah bisa pergi seenaknya. Kita ini menikah kau tau kan? setidaknya kalau kau marah, kau hargai aku dan bicara padaku jangan buat aku harus mencarimu" ujar Dzai.
"kau kan belum tau keputusan aku apa dan kau main pergi begitu saja. Aku pasti memilihmu karena kau istriku. Kau harus berpikir bahwa kau lebih punya hak dari mereka semua terhadap aku" ucap Dzai lagi.
"ya aku kan takut saja kau lebih memilih Shara karena dia itu adalah Yena. Kau juga sangat marah saat lukisannya rusak" Alna.
"aku marah bukan berarti aku mencintai Yena kan?. Sudahlah jangan berpikir kemana-mana tentang itu, aku khawatir padamu" balasnya.
"yasudah aku minta maaf, aku janji lain kali aku bilang saja padamu" ucapnya menunduk.
"awas sampai ini terulang lagi" Dzai.
"terus Jennie itu kenapa?" tanya Alna.
"kau melakukan apa sampai Jennie kemari dan minta tanggung jawab, kau.." lanjut Alna.
"aku tidak melakukan apapun pada Jennie, dia sendiri yang tiba-tiba menuduhku menidurinya dihotel saat itu" jelas Dzai cepat.
"kau mencintaiku kan?" tanya Alna lagi dan pria disampingnya mulai menatap serius. Dzai tidak langsung menjawab pertanyaan istrinya.
"kenapa harus tanya lagi sih. Kau kan sudah tau jawabannya, lihat mataku. Kau masih meragukan aku hah?" balas Dzai yang menatap Alna. Sekarang mereka bertatapan, lalu Alna tidak bisa menyimpulkan hal itu.
"kalau kau mencintaiku, kau buktikan padaku jika kau memang tidak meniduri Jennie" ucap Alna dengan beranjak pergi dari sofa barusan, kemudian Dzai menyusulnya. Masa iya Alna masih belum percaya atas penjelasanya tadi.
"ck! Alna, aku itu sudah pusing mencarimu dan kau malah menyuruhku dengan hal tidak penting. Ayolah, biarkan saja" ucapnya malas.
"justru itu. Kalau kau tidak cari buktinya, Jennie akan terus meminta tanggung jawabmu. Kau kan pintar" ucap Alna memuji.
"baru tau kau aku pintar. Oke baiklah, aku akan cari tau masalah ini untukmu" katanya.
"anak pintar" Alna mengelus pipi pria itu.
Alna keluar dari kamar karena mau mengambil kotak obat. Luka memarnya harus segera diobati sebelum bertambah membekas. Sementara Dzai masih membeku atas perlakuan Alna barusan yang mengusap pipinya. Ia pun langsung menyusul Alna keluar dari kamar. Sesampainya Alna didapur, ia didapati beberapa pertanyaan dari Heera juga pelayan disini. Heera pun bicara bahwa dirinya tidak sengaja menemukan sebuah surat dibawah meja sofa saat beres-beres, kemudian Heera memberikannya pada Mingyu karena pria itu datang kerumah ini disaat tuan Dzai mencari Alna semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR, DZAI
FantasyCOMPLETE✔21+ "AKU MAU BERPISAH DENGANMU" serunya dengan pipi yang sudah basah karena air mata terus berjatuhan. rank: (090322) #1- bastard (080322) #2- ullzang (120422) #1- murder