15. PINGSAN

1.7K 107 1
                                    

15.
PINGSAN

Kali ini bukan "katanya", tetapi kata Karl Marx: "If history repeats itself, first as a tragedy, second as a joke."

•••

Senja dan Rain menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Ratna yang melihat kedua putrinya itu dari ruang meja makan hanya dapat menggelengkan kepala.

"Sarapan dulu Rain, Senja," Ratna berkata pada dua putrinya yang sibuk memasang dasi masing-masing itu.

Rain memakai blazer rajut warna kuningnya dengan cepat. "Enggak sempat, Ma.”

Ratna melihat jam dinding yang baru menunjukkan pukul 6.55, masih ada waktu dua puluh menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi.

"Kalian, kan, enggak telat. Kenapa buru-buru banget?"

"Hari ini upacara, Ma, jadi gerbang di tutup lebih cepat," jawab Senja, ia lalu meminum susu yang Ratna berikan.

Ratna lalu memberikan susu juga pada Rain. "Kenapa bisa telat bangunnya?"

"Rain, Ma, bangunnya lama banget!" Senja kesal.

"Telat sesekali apa salahnya, sih? Lo heboh banget," Rain kesal pada Senja yang sangat tidak suka terlambat. Selama dua gadis itu sekolah, baru dua kali mereka terlambat. Tentu saja semua keterlambatan itu disebabkan oleh Rain.

Setelah menghabiskan minuman masing-masing, Senja dan Rain segera keluar dari rumah, diikuti oleh Ratna di belakang mereka. Setelah memasang sepatu, kedua gadis itu mencium tangan Ratna lalu pamit.

"Ini, nanti kalau sempat kalian makan dulu, ya, sebelum upacara." Ratna memberikan roti yang dia pegang sejak tadi pada Rain dan Senja, "Rotinya kamu makan di jalan aja, Rain. Senja yang bawa motor, kan?"

Rain mengangguk.

"Hati-hati bawa motornya, Senja," pesan Ratna setelah keduanya menaiki motor.

***

Senja dan Rain sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi. Untungnya, Bu Nunung sudah tidak berdiri di depan pagar seperti biasanya. Jadi, mereka berdua tidak perlu mendengar nasihat yang tidak ada ujungnya dari guru berkacamata dan bersanggul besar itu. Setelah memakirkan motor dengan rapi, Senja dan Rain berjalan menuju kelas mereka lebih dulu untuk meletakkan tas. Langkah Senja terhenti tatkala ia melihat Rain menghentikan langkahnya.

Rain bergeming, pandangan gadis itu lurus ke depan. Senja mengikuti arah pandang Rain yang ternyata tengah menatap Arnav. Cowok itu juga baru saja sampai, tetapi dia tidak sendirian. Seorang gadis berambut sebahu, yaitu Nisa, ikut keluar dari mobil Arnav.

"Mau ke mana?" Senja memegang lengan Rain saat gadis itu hendak pergi.

"Gue mau samperin mereka," balas Rain dengan sorot mata yang terlihat marah.

"ITU YANG MASIH DI PARKIRAN, AYO CEPAT KELAPANGAN!" Suara Bu Nunung menggema dari pengeras suara sekolah.

"Nanti aja, Rain. Upacaranya udah mau dimulai." Senja tidak mau sepupunya itu kembali membuat keributan lagi, terlebih ketika kegiatan upacara akan segera dimulai.

OVER ONS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang