26. KEBENARAN

1.6K 110 5
                                    

26.
KEBENARAN

Katanya, karena kasihan. Dia bodoh atau bagaimana? Padahal, aku tidak butuh kasihan darinya. Yang aku butuhkan adalah cintanya. Tetapi, mustahil ....

•••

Setelah sampai di kelas, Senja langsung mengeluarkan obat dari tasnya dan memberikannya pada Rain. Walaupun itu obat Rain, Senjalah yang selalu membawa obat itu ke mana-mana. Sebab, Rain tidak suka meminum obatnya, kecuali jika dipaksa.

"Rain, minum dulu obat lo," suruh Senja.

"Sen, gue enggak mau!" tolaknya.

Senja yang sedari tadi masih berdiri kemudian duduk dan memegang kedua tangan sepupunya itu erat. "Gue mohon, kali ini lo jangan keras kepala. Lo enggak kasihan lihat gue sama Mama?" Senja menatap mata Rain yang sekarang sudah terlihat sayu.

"Kondisi lo sekarang jauh dari kata baik-baik aja, Rain, jadi kali ini aja jangan egois. Tolong dengerin gue."

Rain akhirnya mau meminum obatnya.

Senja berdiri. "Gue ke kantin bentar, beliin lo minum."

"Ini masih ada," Rain mengangkat botol minumannya yang masih terisi penuh.

"Buat jaga-jaga kalau lo haus" Setelah itu, Senja beranjak keluar.

***

Senja bukan ke kantin, melainkan pergi mencari Arnav yang sejak tadi tidak terlihat wujudnya. Ada hal yang harus dia bicarakan pada cowok itu. Biasanya, Arnav selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan, tetapi tidak dengan hari ini. Senja sudah ke perpustakaan mencari cowok itu, tetapi dia tidak ada di sana. Perpustakaan terlihat sangat sepi. Senja lalu menuju laboratorium, tempat kedua yang sering Arnav datangi setelah perpustakaan. Cowok itu juga tidak ada di sana.

"Lo di mana, sih, Ar?" gumam Senja.

Senja beralih ke kantin, berharap cowok itu berada di sana. Gadis dengan rambut yang dikucir tinggi dan berponi itu mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang membuat dirinya pusing sejak kemarin. Tak lama, pandangannya terhenti di pojok kantin tempat Arnav sedang duduk. Cowok itu tidak sendiri, dia bersama Nisa. Lagi.

Arnav mendongak menatap Senja yang baru saja berdiri di sampingnya dengan wajah datar.

"Lo bisa ikut gue sebentar? Gue mau ngomong sesuatu sama lo," Senja beralih menatap Nisa karena Arnav yang hanya diam saja. "Gue bias, kan, ngomong sama Arnav sebentar?"

"Bisa, kok, Sen," jawab Nisa ramah. Nisa sangat berani pada Rain. Namun, gadis itu sangat takut pada Senja. Entah apa yang membuat gadis itu takut pada Senja. Padahal, Senja tidak pernah mengganggu atau bahkan berurusan dengan Nisa. Mungkin karena Senja bergaya tomboy. Oleh sebab itulah Nisa jadi takut. Mungkin.

"Ikut gue sekarang!" Senja berjalan keluar dari kantin terlebih dahulu, Arnav mengikuti nya dari belakang.

Senja memilih masuk ke dalam laboratorium. Karena di dalam laboratorium sedang tidak ada orang, Senja bisa bicara bebas tanpa didengar oleh orang lain.

Arnav duduk di ujung meja yang ada di dalam ruangan itu. "Kalau lo cuma mau ngomongin tentang Rain, mending enggak usah. Gue capek, Sen, dengernya. Udah cukup Kak Della ngomongin tentang Rain dari kemarin."

Setelah putus dari Rain, Arnav langsung memberi tahu kakak perempuannya itu. Della jelas sangat marah. Padahal, Della sangat menyukai Rain. Della juga sangat mendukung hubungan Arnav dan Rain. Tetapi, apa boleh buat? Arnav masih menyukai Senja dan Della tidak bisa memaksa perasaan adiknya itu.

"Kalau lo aja capek, gue juga capek, Ar!" ucap Senja emosi. Senja benar-benar marah pada sikap Arnav yang sekarang.

Arnav tersenyum kecut. "Lo enggak sadar? Lo itu capek karena ulah lo sendiri, Senja."

OVER ONS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang