0. PROLOG

12.2K 409 25
                                    

PROLOG


Hai, karena ini lagi proses revisi yang masih kurang teliti. Jadi Miawww mau minta tolong klw kalian nemuin bagian typo atau yang lainnya, tolong di komen ya.

Btw nama sekolah nya awalnya Miawww buat SMA ETERNITY dan Miawww ganti ke SMA LITA. kalau kalian masih Nemu SMA ETERNITY tolong kasih tau Miawww ya.

Terimakasih

•••

Malam ini, Jakarta kembali diguyur hujan. Bau polusi dan debu yang basah menusuk indra penciuman, serta aspal yang licin membuat para pengendara bergerak lebih lambat dari biasanya. Namun, tidak dengan dua mobil ambulans yang melaju cepat di bawah derasnya air hujan. Beberapa pengendara menepi, mempersilakan kedua ambulans itu untuk lewat terlebih dulu. Sebab, di dalam ambulancs tersebut, ada nyawa yang harus segera diselamatkan.

Tidak lama kemudian, dua ambulans itu sampai di salah satu rumah sakit yang masih terlihat sangat ramai. Beberapa suster dan dokter berlari keluar untuk segera mengeluarkan pasien dari dalam ambulans, kemudian mendorong brankar secepat mungkin masuk ke dalam ruang UGD. Dari salah satu ambulans tadi, turunlah seorang gadis kecil dengan poni yang menutupi pelipisnya. Wajah gadis kecil itu penuh dengan air mata, terdapat balutan perban di lengan kirinya. Tidak lama kemudian, dari dalam rumah sakit, seorang wanita paruh baya berlari ke arah gadis kecil itu. Setelahnya, wanita itu memeluk erat sembari membisikkan sesuatu di telinga anak tersebut supaya ia berhenti menangis dan tenang.

"Tante Ratna ... hiks ... Mama sama Papa Senja baik-baik aja, kan? Hiks ...."

Wanita yang dipanggil Tante Ratna itu hanya mengangguk. Ratna bingung harus menjawab apa. Ia sendiri masih sangat terkejut dengan kabar ini. Ratna buru-buru menyeka air matanya, ia tak ingin gadis kecil itu melihatnya menangis. Ratna kemudian menggendong Senja, lalu mereka berdua masuk ke dalam rumah sakit.

Ratna membawa Senja duduk di depan salah satu ruangan yang entah ruangan siapa. "Senja, Sayang, kamu tunggu di sini dulu, ya. Di dalam ada Rain yang lagi diperiksa sama dokter. Kamu temani Rain dulu, ya, kalau dokternya udah keluar."

"Rain masih sakit, Tante?" tanya Senja yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala oleh Ratna. "Ruangan Mama sama Papa Senja di mana? Terus, siapa yang temani Papa sama Mama Senja, Tante?" Terlihat jelas bahwa Senja tampak sangat begitu khawatir dengan keadaan kedua orang tuanya.

Ratna mengusap pipi Senja untuk menghapus sisa-sisa air mata dari pipi tembam gadis kecil itu. "Biar Tante Ratna yang temani orang tua kamu, Sayang. Kamu jangan nangis lagi, oke?"

Senja mengangguk.

Setelah Ratna pergi, Senja malah kembali menangis sembari mengusap lengannya yang diperban dengan kain kasa. Senja menundukkan kepalanya, menatap kaki kecilnya yang memiliki beberapa luka bakar.

"Ini buat kamu."

Senja mendongak. Ia menatap anak laki-laki yang seumuran dengannya yang tiba-tiba datang dan menyodorkan dua buah permen karamel.

"Tadi aku lihat kamu nangis dari depan rumah sakit," kata anak laki-laki beralis tebal itu, kemudian ia duduk di samping Senja. "Tangan kamu kenapa?" tanyanya, matanya sedari tadi tak lepas menatap lengan Senja. Anak itu terlihat begitu penasaran dengan tangan Senja yang dibalut perban.

Senja tidak menjawab, ia hanya diam dan terus menatap anak laki-laki kecil yang duduk di sampingnya. Tingkah Senja pun membuat anak laki-laki tersebut kebingungan. Anak laki-laki itu kembali menyodorkan permen karamelnya. "Ini ambil. Buat kamu," katanya.

Karena permen tersebut tak kunjung Senja ambil, akhirnya anak itu memakan permennya. "Aku kalau mau nangis pasti selalu makan permen. Biar aku enggak jadi nangis terus fokus sama permen yang ada di mulut aku, deh."

Anak kecil itu kemudian membuka permennya yang satu lagi, lalu kembali memberikannya pada Senja. Senja diam beberapa saat sampai akhirnya dia mengambil permen itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Bukannya berhenti menangis, tangisan Senja malah semakin menjadi.

"Kenapa?" tanya anak kecil itu panik.

"Permennya enggak enak, ya?"

Senja menggeleng, sembari mengusap air matanya.

"Terus kenapa kamu nangis?"

"Tangan aku sakit, hiks ...." Air mata Senja kembali jatuh. Anak laki-laki itu kemudian mengusap-usap pelan lengan Senja, berharap rasa sakitnya bisa menghilang.

"Di dalam ruangan ini ada sepupu aku juga, dia lagi sakit," ujar Senja sembari melirik pintu yang belum juga terbuka sejak tadi.

"Kamu jangan nangis, luka kamu pasti sembuh, kok. Sepupu kamu juga pasti sembuh," anak laki-laki itu berusaha menenangkan Senja. Tak lama kemudian, ia kembali menatap lengan Senja yang terluka. Apa lukanya sesakit itu? pikirnya.

"Tetapi Mama sama Papa aku enggak bakal sembuh."

Anak laki-laki itu mengernyit, berusaha mencerna maksud dari perkataan Senja.

"Kenapa?"

"Rumah aku terbakar. Papa sama Mama juga ikut terbakar di dalam rumah karena mereka berusaha menyelamatkan aku duluan," Senja menjelaskan.

Anak laki-laki berumur delapan tahun itu mengangguk mengerti. Ternyata, yang keluar dari ambulans tadi adalah orang tua Senja. Ia juga sempat melihat dua orang yang keluar dari ambulans tadi. Tubuh dua orang itu penuh dengan luka bakar.

Senja bukan lagi bocah lima tahun yang tidak mengerti dengan keadaan kedua orang tuanya. Dia cukup paham bahwa orang tuanya tidak mungkin bisa selamat dengan luka separah itu.

Anak laki-laki itu lalu mengusap punggung Senja, "kamu jangan nangis lagi ya. Tuhan pasti nerima Mama dan Papa kamu di sisi-Nya."

to be continued

•••

Jangan lupa vote dan komen!

OVER ONS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang