-Keluarga adalah kekuatan terbesar untuk siapapun, namun keluarga jugalah yang merupakan kelemahan dan ketakutan terbesar seorang anak.-
°°°
Apa yang paling lo benci dalam hidup ini? Berada di dalam keluarga yang begitu menyayangi lo pada awalnya, namun berakhir dengan sebuah kekecewaan? Atau berada pada kesendirian yang begitu menakutkan?
Ini kisah gue. Gue Adzfan Asandra Dirata. Gue adalah anak satu-satunya dalam keluarga yang bisa saja terbilang humoris ini. Umur gue saat ini 10 tahun dengan artian jika gue masih kelas 5 SD.
Orang kata, gue sangatlah beruntung memiliki kedua orang tua yang begitu peduli akan diri gue. Namun, tidak pada dasarnya. Menurut gue, orang tua gue adalah orang yang paling susah untuk gue tebak dan semua itu berada di luar angan gue.
Orang tua gue memang perhatian, namun itu hanya ketika semuanya baik-baik saja. Hahaha ... iya, gue tau apa yang lo pikirkan.
Em ... yaps, mungkin itu benar, tetapi gue bisa apa? Asalkan semua ketakutan gue belum terjadi, gue gak akan merasa perlu membenci takdir untuk saat ini.
Author POV
Malam ini, Adzfan melakukan aktivitas seperti biasanya. Menikmati hidangan malam yang telah disiapkan oleh ART rumahnya. Namun, ada yang berbeda pada malam ini dari sebelumnya.Malam ini, dia terpaksa menikmati hidangan ini sendirian di meja makan, tanpa ada kedua orang tua disisinya. Membuat selera makannya pun terasa begitu hambar untuk dinikmati.
Sungguh, dia benar-benar tidak yakin jika setelah ini suasana rumah ini akan terbilang humoris lagi.
Tiba-tiba, di tengah penikmatannya tersebut, suara keributan pun muncul dari luar rumahnya. Lalu, bergantian dengan suara pintu yang dibuka dengan paksaan, hingga menghasilkan suara yang keras. Membuat Adzfan semakin tidak selera akan makan malamnya ini.
Dengan terpaksa, Adzfan langsung saja beranjak dari posisinya, menuju ruang tamu di mana kedua orang tuanya yang saat ini tengah berdebat dengan penuh amarah di dalam diri masing-masing.
Dari balik dinding ini, anak tampan itu terlihat begitu sedih dan kecewa untuk kesekian kalinya. Akhir-akhir ini, entah mengapa, orang tuanya selalu saja memperdebatkan hal-hal yang menurut Adzfan sama sekali tidak masuk akal.
"Ya sudah, jika itu yang kamu mau! Malam ini juga saya akan talaq kamu Qisha Anandra. Dan mulai malam ini juga, kamu bukan siapa-siapa lagi, baik itu bagi anak saya ataupun bagi saya sendiri!"
"Bagus! Terima kasih atas semuanya. Saya rasa, saya tidak ada hubungan ini lagi dengan rumah ini. Dengan begitu saya akan pergi dari sini, sekarang juga!"
Kata-kata itu benar-benar membuat Adzfan mematung di balik tembok itu. Jika umurnya yang masih kecil ini, bukan berarti dia tidak tahu apa-apa akan perihal ini. Malah, Adzfan sudah tahu persis mengenai hal ini. Apalagi, dia memiliki teman-teman yang selama ini suka bercerita padanya mengenai perceraian orang tuanya yang benar-benar membuat mereka down.
"Bunda!" teriak Adzfan yang langsung menghampiri wanita yang bernama Qisha tersebut, yang hendak melangkahkan kakinya menuju lantai dua guna mengemasi semua barang-barangnya.
"Lepas, Adzfan!" bentak Qisha seketika.
"Bunda, Bunda gak boleh pergi! Bunda gak boleh tinggalin Adzfan dan ayah! Jika Bunda pergi, siapa yang akan sayang Adzfan lagi?" ucapnya seraya terus memeluk erat pinggang Qisha.
"Adzfan! Biarkan wanita itu pergi!" bentak ayahnya yang bernama Akhram.
"Tidak Ayah! Bunda tidak boleh pergi!" teriaknya tidak terima. Membuat Qisha langsung memutar bola matanya dengan sangat malasnya.
"Adzfan! Saya katakan, lepaskan!" sentaknya yang langsung melepaskan pelukan Adzfan dengan kasarnya, hingga membuat Adzfan terdorong ke belakang dan terjatuh.
"Qisha!" bentak Akhram ketika melihat perlakuan Qisha tersebut. Dan langsung menghampiri putranya tersebut. Namun, beda halnya dengan Qisha yang sama sekali tidak peduli akan hal itu dan malah melenggang pergi menuju kamarnya.
"Bunda!" teriak Adzfan dengan begitu kencangnya. Namun, sayang tidak ada yang mempedulikannya selain Akhram yang langsung memeluk tubuh Adzfan dengan begitu eratnya.
...
Mata itu sayup-sayup terbuka lesu. Membuat Sang Empu menggeliat tidak enak. "Bunda ...," lirihnya seraya menitikkan air mata.
"Bunda kenapa pergi? Apa Adzfan belum bisa jadi anak yang baik buat Bunda? Adzfan sayang Bunda," lirihnya lagi. Namun, sayangnya saat ini tak ada yang mampu mendengar lirihan itu selain dirinya sendiri.
Tak lama kemudian, Adzfan pun bangkit dari tidurnya. Cahaya mentari menyelinap begitu leluasa memasuki kamarnya saat ini. Terlihat begitu menerangi, namun tak mampu menerangi hati Adzfan yang tengah terpukul saat ini.
Ceklek!
"Eh, Aden udah bangun?" tanya seorang wanita yang tak lain adalah ART di rumah ini.
Adzfan sama sekali tidak menjawab pertanyaan tersebut. Melainkan hanya menampilkan ekspresi tidak sukanya kepada wanita tersebut. Wanita tersebut bernama Zahra. Wanita yang masih berumur 28 tahun, dan sudah memiliki seorang anak yang lebih muda dari Adzfan. Yaitu, 8 tahun. Namanya adalah Arashi. Semenjak kepergian suaminya beberapa tahun yang lalu, Zahra menjadi janda dan memutuskan untuk bekerja di sini dengan berbagai pertimbangan.
Zahra adalah wanita yang baik, namun entah mengapa Adzfan begitu dingin kepada Zahra. Baginya, semenjak kedatangan Zahra ke rumah ini, semuanya jadi lebih berbeda. Bunda dan ayahnya menjadi lebih sering bertengkar. Walaupun itu tidak ada sangkut pautnya dengan Zahra. Namun, Adzfan beranggapan jika itu semua adalah karena kehadiran Zahra.
"Aden, tadi tuan menitipkan pesan pada saya. Jika, Aden tidak usah sekolah dulu hari ini," ucapnya seraya menyingkapkan tirai kamarnya Adzfan.
Tanpa peduli, Adzfan langsung saja bangkit dari atas kasurnya dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Dia pun membersihkan dirinya di sana.
Setelah selesai, Adzfan langsung saja keluar dari kamarnya dan menemukan sosok Akhram yang saat ini tengah berada di depan lemarinya Adzfan.
"Ayah?" tanyanya.
"Eh, kamu sudah selesai? Ayo, Ayah bantu memilih pakaian untukmu!" ajak Akhram yang saat ini sudah terlihat begitu rapi.
"Memilih pakaian? Ayah, ada apa ini?" tanyanya heran.
Melihat Adzfan yang begitu keheranan, Akhram langsung saja menghampiri putranya itu. Membawa Adzfan untuk duduk berhadapan dengannya di atas kasurnya Adzfan.
"Adzfan, Ayah ingin mengatakan ini padamu. Tapi, Ayah berharap kamu tidak akan kecewa dengan pilihan Ayah ini, karena ini adalah yang terbaik untukmu juga, Nak. Kamu berhak buat mendapatkan kasih sayang Ibu yang sebenarnya." Seketika, Adzfan mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Ayah akan menikahi Zahra hari ini juga, Nak."
Deg.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata (END)
Teen Fiction"Abang, kembaliin bonekanya Adel!" "Gak!" "Abang! Kembaliin!" "Kalau gue gak mau gimana?" "Kembaliin, cepat!" "Gak! Gue gak akan kembaliin ini boneka! Dan ini juga bukan boneka lo lagi kan, jadi bukan lo yang seharusnya mengemis kaya gini." "Kalau a...