12. Bully

71 5 0
                                    

-Jika saja nyawa bisa berada di dalam kondisi yang tak pernah kita ketahui, mungkin kebingungan ini juga tidak akan hadir sampai saat ini.-

°°°

Kring!!!

Jam istirahat yang dinanti pun hadir. Kantin yang awalnya sepi pada akhirnya menjadi ramai akan desakan para siswa dan siswi. Namun, tidak dengan Arashi yang lebih memilih untuk tetap berada di dalam kelasnya dengan menenggelamkan wajahnya di balik lipatan kedua tangannya.

Adzfan yang baru saja datang ke dalam kelas 3A itu langsung saja menghampiri adik tirinya itu.

"Sakit?" tanya Adzfan dengan datar menjaga image.

Arashi yang sangat familiar akan suara itupun langsung menegakkan kepalanya dan menatap Adzfan dengan cengiran.

"Hehehe ... gak pa-pa kok, Bang."

"Gak ke kantin?" tanyanya yang duduk di hadapan Arashi menggunakan bangku yang berada di depan meja Arashi.

"Enggak," jawab Arashi singkat.

"Kenapa?"

"Cici gak suka keramaian. Dan kantin itu ramai," jawabnya jujur.

"Ooh ... mau gue yang beliin aja?" tawarnya.

"Eh, enggak. Cici juga gak lapar kok," alibinya yang sebenarnya merasa sakit perut.

"Tapi lo pucat, Ci."

"Ih, enggak kok. Mungkin cuma gara-gara ngantuk," alibinya lagi.

"Huh ... yaudah, lo tunggu sini ya, gue ke kantin bentar." Sebelum Arashi menjawab, Adzfan sudah terlebih dahulu meninggalkan adiknya itu.

Menatap kepekaan Adzfan membuat Arashi menatap punggung anak lelaki itu dengan sebuah senyuman yang terbit di ujung bibirnya.

Brak!

Namun, senyuman itu seketika luntur di saat gebrakan meja itu mengejutkan dirinya.

"Enak banget lo! Seharusnya gue yang mendapatkan kasih sayang itu dari Adzfan dan bukan elo!" tunjuk Adel dengan sangat marahnya.

"Lihat aja, gue gak akan biarin lo bisa tenang berada di kelas ini!" sarkasnya lagi. Sedangkan Arashi yang syok mendengarkan itu langsung menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Adel, kamu kenapa? Apa kesalahan aku?" tanya Arashi polos.

"Jangan sok polos lo! Gue tau kok semua tentang rencana licik lo itu! Gak usah munafik lo!"

"Ta-tapi, aku benar-benar enggak tahu, Del."

"Alah, sok polos lo! Ck!" Setelah berdecih, Adel pun pergi dari kelasnya itu meninggalkan tawa dari para siswa dan siswi 3A dan kekecewaan pada diri Arashi. "Ada apa, Del? Kenapa kamu malah melakukan ini semua?" batinnya dengan pilu.

...

"Ci," panggil Adzfan seraya menyodorkan bungkusan roti kepada Arashi.

"Enggak Bang, Cici gak lapar. Dan sebaiknya Abang kembali saja ke kelasnya Abang. Cici gak pa-pa, kok" alibinya yang sama sekali tidak ingin menatap Adzfan.

"Ci, lo kenapa?" tanyanya heran. Tidak biasanya Arashi bersikap seperti ini pada dirinya.

"Gak pa-pa. Cici pengen istirahat. Abang kembali ke kelas aja, ya."

"Kalau gue gak mau?" tantangnya.

"Yaudah, biar Cici yang pergi-" Baru saja Arashi ingin pergi, Adzfan langsung saja mencengkram pergelangan tangan adiknya itu.

"Bilang sama gue, siapa yang udah buat lo gini?" tanyanya datar.

"Lepas, Bang!" pintanya seraya berusaha untuk melepaskan cekalan Adzfan tersebut.

"Tatap gue Ci!" titah Adzfan yang tak kunjung melonggarkan cekalan pada tangan adiknya.

"Abang, lepasin!" pintanya lagi. Namun, sama sekali tidak dipedulikan oleh Adzfan.

"Kalian semua! Jawab jujur! Siapa yang udah buat adik gue gini, ha?!" bentak Adzfan kepada seluruh anak 3A.

Siswa dan siswi yang paham dengan kemarahan Adzfan itupun langsung saja menunduk takut.

"Gue ulangi sekali lagi! Siapa yang sudah membuat adik gue gini? Jawab!!!" bentak Adzfan sekali lagi dengan marahnya. Bahkan, tanpa sadar dia langsung menendang meja yang saat ini berada di hadapannya.

"A-adel," jawab mereka semua dengan gugup. Sedangkan, Arashi gadis itu saat ini sudah menitikkan air matanya.

"Sialan itu cewek!" amarah Adzfan kesekian kalinya. Tanpa diminta, Adzfan langsung saja melepaskan cekalannya pada tangan Arashi dan melangkah pergi dari sana.

"Hiks ... Abang! Abang, jangan! Hiks ... Cici gak pa-pa, Bang. Hiks ... Abang gak perlu marahin Adel. Karena ini juga bukan kesalahan Adel. Mungkin aja Cici memang udah melakukan kesalahan kepadanya.

"Udah Ci! Kapan sih lo bisa sadar, ha? Adel itu bukan cewek baik-baik. Dia cuma mau memanfaatkan lo! Jangan bodoh!" bentak Adzfan tanpa sadar kepada adiknya itu.

Arashi yang mendapatkan bentakan itupun seketika langsung pergi dari sana, meninggalkan Adzfan yang langsung terdiam dalam posisinya, karena baru saja membentak sosok cewek yang sudah sangat di sayangi layaknya adik kandungnya sendiri.

"Ci, gue gak ada maksud bentak lo!" teriak Adzfan yang terus mengejar adiknya itu menuju toilet siswi. Namun, langkahnya harus terhenti di saat, seorang siswi baru saja keluar dari toilet itu.

"Bang Adzfan? Ada apa, Bang?" tanya siswi itu dengan lembutnya.

Mendengar ucapan sok lembut dari siswi yang tak lain adalah Adel itu langsung saja membuat Adzfan menatap Adel dengan jengah. Dan karena muak dengan wajah tanpa salah itu membuat Adzfan langsung saja memutuskan diri untuk pergi dari sana dan meninggalkan Adel yang hanya tersenyum sungging akan kepergian Adzfan.

"Ini belum seberapa, gue masih memiliki banyak kejutan, dan bahkan gue bisa saja melakukan apapun demi lo, Bang!"

Gata (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang