-Untuk berdamai dengan diri sendiri itu memang sulit, namun tak pantaslah bila membiarkan keburukan terjadi.-
°°°
Sesuai dengan perkataan guru tadi. Kini, Arashi dibimbing untuk berjalan menuju kelasnya bersamaan dengan gurunya itu. Hingga tak lama kemudian, mereka pun sampai di depan kelas 3A. Langsung saja guru tersebut menyuruh Arashi untuk masuk dan Arashi pun hanya bisa mengikuti kemauan gurunya tersebut.
"Selamat pagi, anak-anak!" sapa guru itu kepada seluruh siswa-siswi di dalam kelas tersebut.
"Pagi, Bu!" jawab mereka serentak.
"Bu, itu siapa?" tanya seorang siswa yang menyadari kehadiran Arashi di samping guru tersebut.
"Oh iya. Anak-anak, hari ini kita kedatangan siswi baru di kelas ini. Nak, ayo perkenalkan namamu!" ucap guru itu seraya tersenyum ramah kepada Arashi.
"Em ... selamat pagi semuanya!" sapa Arashi dengan canggung.
"Pagi!" jawab semuanya.
"Perkenalkan, namaku Arashi Putria Azzahra. Kalian bisa panggil aku Rashi atau Cici. Aku pindahan dari ***. Em ... sekian terima kasih," ucap Arashi dengan gugup yang kentara dalam dirinya.
"Nah, mungkin perkenalannya sampai sini dulu ya, anak-anak. Kalian bisa melanjutkannya nanti sewaktu jam istirahat. Sekarang kita mulai pelajaran kita hari ini. Dan Rashi, kamu duduk di sebelahnya Adel, ya!" Arashi pun hanya mengangguk dengan perkataan guru tersebut.
"Cici! Sini!" panggil Adel yang tak lain adalah tetangganya kemarin.
Langsung saja Arashi berjalan ke arah Adel tersebut dan duduk di sebelah kursi gadis itu yang sama sekali belum dihuni oleh siapa-siapa.
"Ternyata kamu sekolah di sini juga," ucap Arashi seraya tersenyum ramah kepada Adel.
"Iya dong," ucap Adel tersipu malu. Entah apa yang membuatnya tersipu malu tersebut, namun yang jelas bukan karena perkataan Arashi tersebut.
...
Saat ini, jam istirahat sudah berlangsung. Arashi yang telah mengenal Adel sebelumnya langsung saja diajak oleh Adel untuk ke kantin. Maka dari itu, saat ini mereka berdua tengah berjalan menuju kantin.
"Ci, nanti kamu pulangnya gimana?" tanya Adel di selingan langkahnya.
"Nanti Ayah yang jemput, kalau kamu?" tanya balik Arashi.
"Biasanya sih pulang sendiri," ucap Adel dengan mengangkat bahunya.
"Oh yaudah, kalau gitu nanti kamu bareng aku aja. Nanti biar aku yang bilang sama Ayah. Kan rumah kita juga dekat," ucap Arashi dengan antusiasnya.
"Em ... boleh juga, sih. Tapi, kalau memang memaksa," ucap Adel dengan entengnya.
"Iya, gak pa-pa kok. Nanti biar aku yang bilang sama Ayah." Pada akhirnya, mereka pun sampai di kantin yang telah ramai akan siswa-siswi SD ini.
"Ci, kamu mau beli apa, nih?" tanyanya seraya melihat-lihat dan menimang-nimang akan membeli apa.
"Em ... sebenarnya aku gak mau jajan, Del. Kantinnya ramai sekali, susah mau memilih," ucap Arashi dengan tidak enakkan.
"Serius? Nanti kamu kelaparan, loh" ucap Adel memastikan.
"Iya, lagian aku juga udah biasa, kok."
"Yaudah, deh. Kalau gitu aku ke sana dulu, ya. Kamu tunggu di sini sebentar," ucap Adel yang langsung beranjak dari sana dan meninggalkan Arashi sendirian.
Arashi benar-benar bingung mau ngapain di sini. Dia hanya bisa menghindar dari orang-orang yang ingin melewati jalan di dekatnya. Apalagi, Adel menyuruhnya untuk menunggu di sini. Jika saja, Adel tidak memintanya untuk menunggu, mungkin Arashi sudah kembali ke kelasnya sekarang. Namun, dia tak pernah diajarkan untuk ingkar dengan janjinya oleh Zahra.
Sudah lima menit gadis itu seperti orang yang kebingungan di sini. Sampai pada akhirnya ada seseorang yang menepuk pundaknya secara tiba-tiba.
"Hai!" sapa seseorang itu. Arashi yang mengira itu adalah Adel langsung saja membalikkan pangannya menghadap kepada siswa yang baru saja menepuk pundaknya.
"Lo lagi ngapain di sini? Gue perhatiin kek orang bingung," ucap siswa itu yang diakhiri oleh kekehan ramahnya.
"Nungguin teman," jawab Arashi seadanya, lalu dia pun berniat ingin pergi dari sana. Namun, langsung saja dicegah oleh siswa itu. Membuat Arashi langsung mengarahkan pandangannya kepada tangan siswa itu yang menggenggam pergelangan Arashi.
"Eits, tunggu! Kita belum kenalan," ucap siswa itu yang langsung melepaskan tangan Arashi.
"Kenalin, gue Viko. Gue siswa kelas 6B." siswa yang bernama Viko itupun langsung mengulurkan tangannya ke arah Arashi.
Namun, Arashi yang benar-benar merasa risih dengan kehadiran siswa itupun akhirnya tidak meladeni Viko. Dia pun berlalu tanpa menjawab uluran tangan Viko dan tidak menerima perkenalan itu.
"Gila, ada juga cewek yang gak peduli dengan perkenalan gue," ucap siswa itu dengan tersenyum sungging pada punggung Arashi yang sudah menjauhinya.
...
"Fan, lo kenapa?" tanya Dito yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Adzfan yang seperti orang yang tengah kesal.
"Bukan urusan, lo!" ucap Adzfan tanpa peduli, lalu meninggalkan sahabatnya itu.
"Itu anak kenapa, sih? Heran gue. Dari tadi aneh banget," ucap Dito bermonolog seraya menatap kepergian Adzfan yang semakin lama semakin ditelan oleh keramaian.
Sedangkan di sisi lain. Adzfan yang baru saja meninggalkan Dito, langsung saja menuju kelas 3A. Ntah apa yang tengah dia tuju untuk saat ini.
"Eh, Kak Adzfan. Nyari siapa, Kak?" tanya salah satu siswi 3A dengan nada bahagianya.
"Rashi," jawabnya singkat. Namun, hal itu lulus membuat siswi yang bernama Fisya tersebut melunturkan senyuman bahagianya.
"Tuh, di dalam," jawabnya ketus. Lalu, meninggalkan Adzfan begitu saja dengan kekesalannya.
Adzfan yang mendapatkan jawaban itupun tidak berpikir lama lagi. Langsung saja dia masuk ke kelas tersebut dan menemui Arashi yang saat ini tengah asik membaca buku di kursinya sendirian.
"Lo jangan sampai dekat dengan cowok yang ada di sekolah sini." Jelas, padat, dan singkat. Adzfan pub mengatakan sederet kalimat itu dengan nada dinginnya, namun mampu membuat Arashi mengalihkan pandangannya dan merasa heran.
"Eh, Bang Afan. Ada apa, Bang?" tanyanya yang seolah-olah tidak mendengar perkataan Adzfan barusan.
"Gue rasa lo gak tuli. Dan ingat! Awas aja kalau gue tau lo sampai dengan dengan salah satu cowok yang ada si sini." Setelah mengatakan itu, Adzfan pun akhirnya meninggalkan Arashi dengan penuh kebingungan dan keheranannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata (END)
Teen Fiction"Abang, kembaliin bonekanya Adel!" "Gak!" "Abang! Kembaliin!" "Kalau gue gak mau gimana?" "Kembaliin, cepat!" "Gak! Gue gak akan kembaliin ini boneka! Dan ini juga bukan boneka lo lagi kan, jadi bukan lo yang seharusnya mengemis kaya gini." "Kalau a...