-Percaya atau tidak, tapi seberapa bencinya seseorang akan ada secuil kasih sayang yang terselip.-
°°°
Sesuai dengan perkataan Akhram tempo hari. Hari ini, Adzfan dan Arashi akan mulai masuk sekolah dan mereka akan bersekolah di sekolah yang sama.
Dengan begitu, pagi ini kedua anak itu sudah rapi dengan seragamnya. Namun, ada guratan tidak semangat di wajah Adzfan. Anak itu terlihat sangat lesu, bahkan sangat malas untuk harus satu sekolah dengan gadis kecil yang menurutnya akan sangat menyusahkan nantinya.
Berbeda dengan Adzfan. Saat ini Arashi benar-benar bersemangat untuk pergi ke sekolanya. Bahkan, senyuman bahagia di wajahnya tak pernah pudar sedari tadi.
"Bunda, nanti Cici bakalan dapat banyak teman gak, ya?" celoteh gadis itu dengan senangnya.
"In Syaa Allah, siapa sih yang gak mau temanan sama anak, Bunda?" bercanda Zahra pada putrinya itu. Dan itu membuat Arashi tertawa. Berbeda dengan Adzfan yang semakin jengah akan situasi ini.
"Yah, kita berangkat sekarang, aja!" ucap Adzfan dingin.
"Bentar, Ayah habisin dikit lagi," ucap Akhram seraya melahap nasi gorengnya yang tingga sedikit itu. Adzfan pun mulai menyandang tasnya dan beranjak dari kursi meja makannya itu. Beralih pergi dari ruang makan itu tanpa peduli dengan siapapun dan sesegera mungkin dia memasuki mobilnya Akhram yang terletak di depan teras rumahnya.
"Ayo, Rashi!" ajak Akhram setelah menghabiskan sarapannya.
"Iya, Yah." Rashi pun meneguk habis susu buatan Zahra, lalu menyandang tasnya. Dan mengikuti Akhram yang sudah berlalu ke ruang tamu. Zahra pun ikut mengantarkan putri beserta suaminya itu hingga teras rumah.
"Bunda, Cici berangkat, ya?" ucapnya seraya meraih tangan Zahra untuk dia cium punggung tangannya.
"Iya, yang rajin belajarnya dan hati-hati!" nasehat Zahra seraya mengusap lembut kepala putrinya itu.
"Iya, Bunda. Assalamu'alaikum!" salamnya dan berlalu memasuki mobilnya Akhram.
"Saya berangkat, Zahra" pamit Akhram seraya memberikan tangannya kepada Zahra dan disambut oleh wanita itu. "Iya, Mas. Hati-hati, ya!"
"Assalamu'alaikum," salam Akhram yang juga ikut untuk memasuki mobilnya itu.
"Wa'alaikumussalam." Setelah itu, mobil kijang putih itupun pergi meninggalkan pelantaran rumah Akhram. Meninggalkan Zahra sendirian di rumah ini.
...
"Adzfan, ingat pesan Ayah. Kamu harus jagain Rashi. Jangan sampai ada yang nyakitin dia! Kamu paham?" ucap Akhram untuk kesekian kalinya, setelah mereka sampai di sekolahnya Adzfan.
"Iya-iya. Assalamu'alaikum!" ucapnya, lalu pergi begitu saja meninggalkan Akhram yang merasa lelah dengan sikap putranya tersebut.
"Adzfan, tungguin adek kamu!" titah Akhram menghentikan langkah Adzfan.
"Cici sekolah dulu, Yah. Assalamu'alaikum!" pamitnya seraya mencium punggung tangan Akhram. Lalu, menyusul Adzfan yang tengah menunggunya dengan terpaksa di luar mobil.
"Wa'alaikumussalam," jawab Akhram dengan menatap kecewa putranya yang saat ini telah dulu berjalan bersama dengan teman-temannya dan malah meninggalkan Arashi yang tengah mengekorinya di belakang.
"Kapan kamu bisa menerima semuanya, Fan? Ayah kangen sama kamu yang dulu. Kamu yang selalu ramah sama siapapun itu," lirihnya dengan air mata yang sudah menumpuk, namun tidak mampu untuk dia tumpahkan. Sampai pada akhirnya, Akhram pun melajukan mobilnya untuk meninggalkan depan gerbang sekolah anaknya itu.
...
Sejak tadi, Arashi tak berhenti-hentinya untuk mengikuti langkahnya Adzfan. Sampai pada akhirnya, Adzfan pun sampai di depan kelasnya dan tidak mempedulikan Arashi yang sejak tadi sudah mengikutinya.
Melihat suasana tempatnya berada sekarang, seketika Arashi menjadi bingung. Dia bingung kenapa Adzfan malah membawanya ke sini. Bukan ke ruang guru seperti perkataan Akhram sebelumnya.
"Abang!" panggilnya yang sama sekali tidak digubrisi oleh Adzfan.
"Abang!" panggilnya sekali lagi.
"Abang!" teriaknya yang membuat atensi semua orang beralih pada gadis itu. Membuat Arashi menciut seketika.
"Fan, itu siapa? Gue perhatiin dari tadi cewek itu ngikutin lo terus. Dan setahu gue, lo gak pernah punya adik, bukan?" ucap Digo sahabatnya Adzfan. Yang sejak tadi berjalan bersama dengan Adzfan menuju kelas mereka, tanpa mempedulikan kehadiran Arashi.
"Bukan siapa-siapa," jawabnya enteng. Lalu, menaruh tasnya ke bangku miliknya di kelas ini. Sekilas, pandangannya teralihkan pada Arashi yang sama sekali tidak beranjak dari depan pintu kelasnya itu. Membuat Adzfan semakin merasa jengah dengan gadis itu.
Langsung saja dia beranjak dari posisinya itu dan menghampiri Arashi yang masih setia menunggunya di depan pintu kelasnya itu. Membuat Dino yang tadi bertanya perihal siapa gadis itupun menjadi kembali bingung dan curiga akan siapa gadis itu.
"Abang, Cici gak tau kantor gurunya di mana. Tadi kan, Ayah minta tolong sama Bang Afan," jelas gadis itu dengan gemasnya. Membuat Adzfan merasa sedikit tidak tega untuk membiarkan gadis itu. Apalagi, saat ini sangat banyak mata yang tengah menatapi gadis itu dengan aneh.
"Apa yang kalian lihat, ha?" bentaknya kepada siswa dan siswi yang berada di sekitaran sana. Mendengar bentakan itu, seketika mereka semua pun langsung melanjutkan aktivitas masing-masing dan mengabaikan Adzfan yang tengah berhadapan dengan Arashi.
"Ikut gue!" ucapnya dingin yang langsung berlalu dari sana. Arashi yang tidak mau menunggu lama lagi langsung saja mengikuti langkahnya Adzfan.
Setibanya di ruang majelis guru, Adzfan langsung saja menemui guru yang sudah diberi tahu oleh ayahnya tadi di perjalanan.
"Assalamu'alaikum, Bu!" salamnya kepada guru yang saat itu tengah memberesi meja kantornya.
"Eh, Wa'alaikumussalam. Ada apa, Nak?"
"Ini Bu, saya mau mengantarkan anak baru," ucap Adzfan dengan enggannya.
"Ooh ... ini Arashi, ya?" tanya guru itu seraya tersenyum ramah pada Arashi.
"Hehehe ... iya, Bu." Arashi pun menyalami guru tersebut dan dibalas oleh usapan lembut olehnya.
"Ya sudah, kebetulan bel sudah berbunyi, mari ibuk antarkan ke kelas. Adzfan, kamu kembali saja ke kelasmu," ucap guru itu yang langsung saja diangguki oleh Adzfan. Dengan akhirnya, dia pun pergi dari sana dengan berpamitan kepada guru tersebut, tanpa mempedulikan Arashi yang sedari tadi menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata (END)
Teen Fiction"Abang, kembaliin bonekanya Adel!" "Gak!" "Abang! Kembaliin!" "Kalau gue gak mau gimana?" "Kembaliin, cepat!" "Gak! Gue gak akan kembaliin ini boneka! Dan ini juga bukan boneka lo lagi kan, jadi bukan lo yang seharusnya mengemis kaya gini." "Kalau a...