19. Kepingan yang Tak Bisa Disatukan

61 4 0
                                    

-Setelah dikhianati, lantas apakah pantas masih ada kepercayaan?-

°°°

Waktu silih berganti. Sekarang para siswa dan siswi telah memenuhi penjuru kantin sekolah. Termasuk dengan Arashi yang saat ini sudah duduk di salah satu kursi meja kantin bersama dengan teman-temannya yang satu minggu lalu mereka berkenalan.

"Eh, guys!" panggil Eyra dengan hebohnya, mengalihkan atensi semua teman-temannya itu.

"Kenapa, sih?" tanya Radit yang merasa terganggu.

"Gue dengar-dengar, ada anak baru, ya?" ucapnya heboh sendiri.

"Iya, dia anak kelas gue sekarang," ucap Yuki dengan bangganya.

"Yang benar, lo?" ucap Alfa seraya menatap Yuki dengan serius.

"Iyalah, ngapain juga gue boong," ucapnya malas.

"Ya ... siapa tau aja lo mau kerjain kita-kita, kan" ejek Alfa seraya melanjutkan makannya.

"Ya kali," tanggapnya semakin malas.

"Memang siapa namanya?" tanya Arashi penasaran.

"Adelia Nafisya, setau gue itu," timpal Yuki seraya mengingatnya.

Deg.

"Jadi, benar yang aku lihat tadi?" ucapnya dalam hati.

"Ra?" panggil Kanya yang menyadarkan Arashi dari lamunannya.

"Lo kenapa, sih?"  tanyanya pada Arashi.

"Ha? Eh, gak pa-pa," alibinya yang langsung memakan somaynya.

"Lo yakin gak pa-pa kan, Ra? Atau lagi ada masalah?" tanya Radit khawatir.

"Gak pa-pa kok, Dit. Kalian gak perlu khawatir. Oh iya, aku mau ke toilet sebentar, ya."

"Mau gue temanin, Ra?" tawar Ayra.

"Gak usah Ay, aku bisa sendiri, kok." Dan Ayra pun hanya mengangguk ragu. Setelah itu, Arashi pun langsung beranjak dari duduknya dan berjalan menuju toilet siswi.

Namun, belum sempat dirinya menjauh total dari kantin, tiba-tiba saja seseorang tanpa sengaja menabraknya.

"Astaghfirullah!" ringis Arashi di saat bahunya disenggol dengan bahu kekar milik seorang siswa.

"Eh, ma-maaf- Rashi?" ucap siswa itu secara spontan.

"Eh iya kak," timpal Arashi dengan canggung seraya memegangi bahunya.

"Lo mau ke mana?" tanyanya.

"Ke toilet, Kak. Yaudah, aku duluan ya Kak, Assalamualaikum!" ucapnya, lalu langsung berlalu dari sana.

Namun, belum sempat Arashi melangkah menjauh, tangannya sudah dahulu dicekal oleh siswa tadi.

"Kak Aksa?" lirihnya terkejut seraya menatap tangan siswa yang tak lain adalah Aksa itu.

"Eh, ma-maaf, Ra. Gue gak sengaja," ucapnya yang langsung melepaskan genggaman tangannya dari Arashi. Namun, tidak ditanggapi dengan ekspresi apapun oleh Arashi.

"Gue pengen nanya, nanti sepulang sekolah lo ada waktu, gak? Gue pengen ngajak lo makan bareng," ucapnya dengan santai. Hingga membuat Arashi mengernyitkan dahinya bingung.

"Kakak mau bicarakan sesuatu?" tanya Arashi.

"Em ... enggak juga, tapi gue cuma lagi pengen ditemani aja," jelasnya yang hanya membuat Arashi mengangguk-angguk.

"Gimana?" tanyanya lagi.

"Maaf Kak, aku gak bisa. Tapi, kalau Kakak butuh teman, nanti aku minta Bang Afan buat temanin kakak aja. Kalau gitu aku permisi dulu, Kak. Assalamualaikum!" ucapnya yang langsung saja berlalu dari sana dan meninggalkan Aksa.

Gata (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang