-Bukan perjanjian yang lebih menjamin, namun adalah pembuktian.-
°°°
Saat ini Adzfan tengah berdiam diri di dalam kamarnya, memikirkan bagaimana cara membujuk adik tirinya itu.
Semenjak kejadian di sekolah tadi, Arashi dan Adzfan tak pernah lagi untuk bertegur sapa. Dan bahkan, sewaktu pulang tadi pun Arashi terlihat tidak peduli sedikit pun dengan kehadiran Adzfan di sampingnya.
"Akh! Gimana caranya?!" ucapnya frustasi seraya menjambak rambutnya dengan kasar.
"Aden," panggil Zahra tiba-tiba dari luar kamarnya Adzfan.
Mendengar panggilan itu, Adzfan pun langsung mengalihkan pandangannya dan memutar bola matanya dengan jengah. "Apalagi, sih?" ucapnya yang langsung berdiri dan menghampiri knop pintu kamarnya.
"Kenapa?" tanya sinis pada Zahra di saat pintu kamarnya dia buka.
"Ayo, makan malam! Saya sudah siapkan," ucap Zahra dengan lembutnya.
"Hm ...," jawabnya singkat, lalu kembali menutup pintu kamarnya itu. Walau tidak keras, namun itu berhasil membuat Zahra menghela napasnya.
...
Sesuai dengan perkataan Zahra, saat ini jam makan malam pun tengah berlangsung. Adzfan yang tengah duduk di hadapan Arashi itupun hanya mampu menatap gadis berbando pita itu dengan sendu.
"Adzfan," tegur Akhram yang membuat Adzfan salah tingkah.
"Dimakan makanannya, jangan anak ayah terus yang diperhatiin," ledek Akhram.
"Apa sih, Yah. Ini Adzfan lagi makan juga," ucap Adzfan yang langsung menyandukkan nasi ke dalam mulutnya.
"Ada apa, hm? Kalian bertengkar?" tanya Akhram saling menatap kedua anaknya.
"Enggak!"
"Iya!"
Tanpa sadar mereka berdua langsung saja menjawabnya dengan serentak.
"Mana yang benar?" tanya Akhram heran. Dan keduanya pun hanya mampu menunduk tanpa menjawab pertanyaan Akhram.
"Huh .... Adzfan, Rashi! Kalian itu sekarang saudara. Gak baik kalau bertengkar terus. Kalau ada masalah, selesai dengan baik-baik. Jangan sampai kalian tertipu daya setan sampai gak mau berbaikan terus," nasehat Akhram kepada kedua anaknya. Dan itu membuat Arashi dan Adzfan langsung saling bertatapan.
"Abang, maaf ...," lirih Arashi dengan ekspresi bersalahnya.
"Gue juga minta maaf, Ci. Maaf karena udah bentak lo tadi. Tapi, lain kali lo jangan bohong lagi sama gue. Gue paling benci dengan kebohongan," timpal Adzfan yang mengulurkan tangan ke arah Arashi.
"Iya Abang. Promise?" ucapnya seraya mengulurkan kelingkingnya kepada Adzfan. Dan tangan Adzfan yang tengah menggantung itupun langsung menerimanya dengan senang hati. "Promise!"
...
"Abang," panggil gadis kecil yang saat ini tengah berbaring di pangkuannya Adzfan.
"Iya?" tanya Adzfan yang tak mengalihkan pandangannya sama sekali dari televisi di hadapannya.
"Kalau misalkan Cici pakai hijab bagaimana?" tanyanya seraya berandai-andai.
Adzfan yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya dan menatap wajah Arashi yang saat ini berada di pahanya itu.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Cici pengen kaya bunda, bunda kalau pakai hijab jadi cantik. Dan Cici juga pengen kaya bunda," timpalnya seraya menatap Adzfan dengan wajah puppy eyes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata (END)
Підліткова література"Abang, kembaliin bonekanya Adel!" "Gak!" "Abang! Kembaliin!" "Kalau gue gak mau gimana?" "Kembaliin, cepat!" "Gak! Gue gak akan kembaliin ini boneka! Dan ini juga bukan boneka lo lagi kan, jadi bukan lo yang seharusnya mengemis kaya gini." "Kalau a...