-Terkadang, alasan itu adalah yang paling penting.-
°°°
Hari-hari telah berlalu. Sudah satu minggu semenjak kejadian di MPLS lalu, berlalu. Dan hari ini, Arashi mendapati jadwal piket pagi di kelasnya. Oleh karena itu, tadi pagi-pagi sekali dia meminta Adzfan untuk bangun, agar dirinya tidak telat.
"Abang, nanti Cici pulang sendiri aja, ya!" ucapnya di perjalanan mereka menuju sekolah.
"Kenapa?" tanya Adzfan yang sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Gak pa-pa, tapi nanti Cici pengen pulang sendiri aja," ucapnya dengan mengembangkan senyuman manisnya.
"Yaudah. Tapi, lo harus hati-hati, oke!" izin Adzfan.
"Siap, komandan!" timpal Arashi begitu bersemangatnya.
Hingga tak lama kemudian, akhirnya mereka pun sampai di depan gerbang sekolah. Langsung saja Adzfan melajukan mobilnya untuk memasuki pekarangan sekolah yang sudah terbuka itu.
"Cici ke kelas duluan ya, Bang. Assalamualaikum!" pamitnya seraya melemparkan senyumannya kepada Adzfan.
"Wa'alaikumussalam," timpal Adzfan yang juga tersenyum kepada adiknya itu.
"Gue gak tau ini rasa apa, Ci. Tapi, gue gak bisa bohong, jika saat ini gue merasa takut, Ci."
...
Sesampainya di kelas, Arashi langsung saja meletakkan tasnya di atas meja miliknya. Dan berlalu untuk mengambil sapu yang berada di pojok kelas. Lalu, mulai membersihkan kelas yang terlihat sangat berserakan itu.
Hingga akhirnya, satu persatu siswa dan siswi pun datang. Dan tak lama kemudian, Arashi pun telah selesai dengan kegiatan piketnya. Dan tak lupa, dia juga membuang sampah yang berada di tong sampah kelasnya itu.
"Ci," panggil seseorang kepada gadis itu.
"Eh, Kak Digo?" tanyanya heran.
"Wah ... emang jodoh gak ke mana,ya? Lagi-lagi gue ketemu lo," guraunya kepada Arashi yang hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Arashi.
"Kak Digo ngapain di sini?" tanyanya heran.
"Mau cabut," ucapnya.
"Loh, emang bisa?" tanya Arashi dengan polosnya.
"Ya enggaklah. Kurang kerjaan banget gue. Apalagi kalau berurusan sama abang lo itu, hadeh ...," ucapnya mendramatis.
"Memang kenapa dengan Bang Afan, Kak?"
"Galaknya mengalahkan nenek lampir di film Putri Salju," ucapnya dengan ekspresi yang membuat siapapun pasti akan tertawa.
"Emang galaknya kaya apa, Kak?" ucap Arashi dengan menahan tawanya untuk kali ini. Apalagi, saat ini di belakang Digo sudah berdiri sosok yang tengah mereka bicarakan dengan tangannya yang bersedekap.
"Kaya gini," ucapnya seraya mencontohkan ekspresi Adzfan saat ini.
"Ih, seramlah pokoknya," ucapnya lagi yang belum sadar dengan kehadiran Adzfan.
"Ooh ... gitu, serem banget, ya?" ucap Adzfan tiba-tiba, dengan kepala yang mengangguk-angguk.
"Iya se-" ucap Digo terhenti di saat tubuhnya berbalik dan malah mendapati sosok Adzfan di belakangnya.
"Aduh ... Ci, itu benaran abang lo atau halusinasi gue aja, sih?" tanyanya kepada Arashi seraya meringis.
"Hahaha ... Cici gak ikut-ikutan ya, Kak." Setelah mengatakan itu, Arashi langsung saja beranjak dari sana dan meninggalkan siswa itu bersama dengan Adzfan.
"Eh, Ci! Lo kok gitu, sih?" ucapnya yang kembali menatap Adzfan.
"Aduh!" jeritnya tiba-tiba seraya memegangi perutnya.
"Gue ke toilet dulu ya, Bro!" ucapnya yang langsung beranjak dari sana, tanpa menunggu respon dari Adzfan.
"Eits!" tolak Adzfan uang yang langsung menarik kerah baju Digo.
"Siapa yang ngizinin lo pergi?" tanyanya dengan dingin.
"Ha? Em ... aduh! Perut gue sakit banget, Fan" alibinya lagi.
"Alasan banget, lo. Ayo, ikut gue!" ucap Adzfan yang langsung menggeret sahabatnya itu untuk mengikuti dirinya, ntah ke mana itu.
...
Jam pelajaran pun tiba. Hingga membuat para siswa dan siswi langsung memasuki kelas mereka masing-masing dan menunggu guru mereka di dalam kelas masing-masing.
"Selamat pagi, anak-anak!" ucap sosok guru yang memasuki kelasnya Arashi, yaitu X.IBBU.1
"Pagi, Bu!" timpal semuanya dengan serentak.
"Aduh, Ibu lupa. Hari ini Ibu ada janji ya, sama kalian?" ucap guru itu yang bernama bu Gina.
"Iya, Bu!" jawab mereka serentak.
"Yaudah, siapa sekretaris di sini?" tanya bu Gina.
"Saya, Bu!" jawab Arashi seraya mengangkat tangannya.
"Sini sebentar, Nak!" ucap bu Gina seraya menuliskan sesuatu di kertas kecil.
"Ibu minta tolong, ya. Kamu ke perpus, lalu pinjam buku ini sebanyak anak kelas kita, bisa kan?" pintanya.
"Baik, Bu." Setelah menerima kertas kecil itu, Arashi langsung saja berlalu dari sana dan meninggalkan kelasnya.
Di saat perjalanannya menuju perpustakaan, pandangan Arashi terpaku pada suatu objek. Yang tak lain adalah kepada sosok siswi yang tengah berjalan bersama dengan orang tua dan wakil kepala sekolah menuju suatu kelas.
"Adel?" ucapnya terkejut.
"Di-dia su-sudah kembali? Tapi, kapan?" monolognya yang masih berdiam diri di posisinya. Hingga akhirnya dia kembali teringat dengan tugasnya.
"Astaghfirullah, kamu kenapa sih, Ci?" monolognya lagi dan kembali melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.
Sesampainya di perpustakaan, Arashi langsung saja menghampiri penjaga perpustakaan itu, dan memberikan catatan kecil itu kepada penjaga perpustakaan tersebut.
"Sebentar ya, Nak!" ucap penjaga perpustakaan itu seraya melihat data di buku pencatatan perpustakaan.
"Nah, itu Nak! Di sebelah rak kanan paling ujung ada tumpukan bukunya. Kamu bisa ambil sesuai kebutuhan kelasnya," jelas penjaga perpustakaan itu.
"Baik Bu, terima kasih sebelumnya, Bu."
"Iya Nak, sama-sama." Dan Arashi pun langsung berlalu ke tempat yang ditunjuki oleh penjaga perpus tadi dan mencari buku yang diminta oleh bu Gina.
"Nah, ini dia!" monolognya yang langsung mengambil buku-buku tersebut.
"Aduh!" ringisnya yang tidak sengaja menjatuhkan buku tersebut ke kakinya yang sama sekali tidak mengenakan sepatu.
"Kamu gak pa-pa?" tanya seseorang tiba-tiba. Membuat Arashi langsung mengalihkan pandangannya ke arah siswa tersebut.
"Eh, gak pa-pa, Kak" ucapnya seraya menahan sakit di kakinya.
"Kamu yakin?" tanya siswa itu yang merasa belum puas.
"Iya Kak, aku gak apa-apa, kok." ucapnya yang langsung mengemasi semua buku-buku yang jadi sempat terjadi di lantai.
"Kenapa sendirian aja?" tanya siswa itu seraya membantu Arashi mengemasi buku-buku itu.
"Bukan kenapa-kenapa, Kak" jawabnya seadanya.
Setelah mengemasi semua buku-buku itu, Arashi pun langsung membawa buku-buku itu bersamanya keluar dari perpustakaan.
"Ci, tunggu!" panggilnya seraya mengejar langkah Arashi.
"Maaf Kak Aksa, aku buru-buru." Tanpa peduli lagi dengan Aksa yang sangat ingin berbicara dengan dirinya, Arashi langsung saja pergi dari sana setelah mengenakan sepatunya kembali dan menuju ke kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata (END)
Teen Fiction"Abang, kembaliin bonekanya Adel!" "Gak!" "Abang! Kembaliin!" "Kalau gue gak mau gimana?" "Kembaliin, cepat!" "Gak! Gue gak akan kembaliin ini boneka! Dan ini juga bukan boneka lo lagi kan, jadi bukan lo yang seharusnya mengemis kaya gini." "Kalau a...