3. Dia Juga Istimewa.

205 45 37
                                    


William menatap ponselnya dengan cemas, sejak kemarin seseorang disana tidak bisa dihubungi. Rasa khawatir William amat sangat tidak bisa dibendung. Belasan pesan dari Serina yang mengajak makan siang bersama juga dia abaikan, pikirannya kacau.

"Willo kemana, ya ampun." William masih terus berusaha, bahkan sampai menelepon orang-orang yang ada disana untuk mencari kabar.

Beberapa saat kemudian, dering nada tersambung terdengar.

"Halo, Willona kamu nggak papa 'kan?" tanya William segera.

"Sakit, Willie. Kamu dimana?"

"Aku lagi di Jakarta, udah pamit sama kamu juga kemarin. kamu baik-baik aja 'kan?"

"Enggak. Sakit, Willie."

"Iya-iya, aku tahu itu sakit. Tahan sebentar yaa, minggu depan aku pulang."

Isak tangis terdengar di ujung sana. "Aku butuh kamu, Willie"

"Nanti aku pulang yaa, sayang."

"Nanti?"

"Iya."

"Selametin aku sekarang William, aku sakitt!" Teriakkan itu begitu menyakitkan, William ikut terluka mendengarnya.

"Oke, sekarang aku pulang yaa. Kamu tunggu di situ, jangan kemana-mana. Jangan coba bunuh diri selagi aku di perjalanan, Willona. Aku bakal bener-bener kecewa nanti."

"Cepet datang."

"Iya, ini mau ke bandara sekarang."

"Aku Cinta kamu, William."

"Aku juga."

William menghela napas, harusnya dia tidak pulang dulu tahun ini. Yang disana harus benar-benar dijaga, mentalnya dan juga kesehatannya.

Serina : Makan siang di sini kan? Aku udah masak banyak makanan kesukaan kamu. Ada Nasi Goreng Sosis, Lohh!><

***

William benar-benar berjalan menuju ke bandara sekarang, memesan tiket cepat pergi ke Belanda dengan rasa cemas yang hebat.

Ah gadis di sana, entah kenapa selalu bisa membuat William memusatkan perhatian padanya. Gadis lugu yang selalu mendapat tekanan dari orang tua, yang selalu menangis ketika tidak bisa mengerjakan apa-apa, yang akan selalu memanggil William ketika dia merasa tidak sehat.

"Maaf Erin, Willona lebih butuh aku."

William mengirim pesan permintaan maaf pada Serina, berbohong dengan mengatakan dia kembali ke Belanda karna ada penelitian penting yang tidak bisa dia lewatkan. Padahal, bukan penelitian, melainkan untuk menjaga gadis yang menemani hari-harinya disana.

Di dalam pesawat, William menatap sekumpulan awan dari balik jendela. Ingatan tentang kata-katanya kemarin saat mengunjungi Ibu Serina, terngiang dengan jelas.

William merasa sangat bersalah, pada Serina dan juga Ibunya. Namun dia tidak punya pilihan lain, seorang gadis di sana lebih membutuhkan dia saat ini.

"Ibu, maafin Willie. Untuk sekarang, Willie belum bisa tepatin janji, tapi suatu saat nanti Willie bakal bener-bener terus di samping Serina. Sekarang, tolong biarin Willie jagain Willona."

Willona, gadis berdarah campuran Indonesia dan Belanda. Bersekolah di universitas yang sama dengan William, berkecimpung di minat yang sama dan tinggal di apartemen yang sama juga.

Keduanya dekat sudah setahun ini, bermula dari tidak sengaja mendengar satu sama lain berbincang menggunakan bahasa ibu pertiwi.

Gadis dengan mata yang indah, senyum yang menawan serta kulit putih susu. Proporsi badan yang bagus serta wajah bule terlihat jelas. Orang-orang tidak akan berpikir kalau dia punya darah Indonesia, cantiknya sungguh mencerminkan Wanita belanda.

December to January [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang